Nama kitab ini merujuk pada tokoh Samuel bin Elkana, yaitu seorang hakim terakhir Israel sebelum Israel memasuki zaman kerajaan dan nabi yang mengurapi Saul dan Daud sebagai raja Israel. Nama "Samuel" sendiri pada pangkalnya merupakan serapan dari bahasa Ibrani: שְׁמוּאֵל (Syemu'el), yang merupakan gabungan dari "kata tak diketahui" dan kata Ibrani אֵל (el, har. "Allah/Tuhan"). Beberapa pakar berpendapat bahwa "kata tak diketahui" tersebut merupakan kata Ibrani שָׁמַע (syama, har. "mendengar"), sehingga arti dari nama Syemu'el yakni "Allah mendengarkan". Beberapa pakar lainnya juga ada yang beropini bahwa kata itu merupakan kata Ibrani שֵׁם (syem, har. "nama"), yang menjadikan arti dari nama itu sebagai "nama-Nya ialah Allah".[1] Namun karena alasan-alasan tertentu, banyak pula para ahli yang menentang kedua pendapat tersebut.
Isi
Ringkasnya, kitab ini bermula dengan kisah kelahiran Samuel[2] dan peristiwa pemanggilan TUHAN saat ia masih kecil. Alur tersebut diikuti oleh kisah perampasan Tabut Perjanjian dan penindasan bangsa Filistin terhadap orang-orang Israel, yang menyebabkan Samuel mengurapi Saul sebagai raja Israel yang pertama. Namun, Saul terbukti tidak layak sebagai raja dan Allah memilih Daud sebagai raja pengganti, yang kemudian mengalakan musuh-musuh Israel dan membeli tempat pengirikan[3] yang akan menjadi tempat pendirian Bait Allah Pertama oleh anaknya, Salomo, serta membawa kembali Tabut Perjanjian ke Yerusalem. TUHAN kemudian menjanjikan Daud dan keturunannya "takhta kerajaan yang akan kokoh untuk selama-lamanya".[4]
Garis besar atau tema berdasarkan penokohan dalam Kitab Samuel, yaitu:
Samuel: Nabi, Imam, dan Pengangkat Raja-raja (1Sam. 1:1–12:25)
Saul: Pahlawan Tragis dan Raja Pejuang (1Sam. 13:1–31:13)
Daud: Raja seluruh Israel (2Sam. 1:1–24:25)
Pada umumnya para pakar setuju adanya paling sedikit dua unit panjang merupakan runtunan cerita dengan ciri khas masing-masing. Yang pertama sering disebut "Sejarah Naiknya Daud" ("History of David’s Rise"; disingkat "HDR"). Unit ini dimulai dari 1 Samuel 16:14 dan berlanjut sampai 2 Samuel 5:10, meskipun ada beberapa komentator yang berpendapat berakhirnya pada 2 Samuel 6. Unit besar kedua mencatat detail pergolakan di dalam keluarga untuk menentukan penerus tahta Daud, biasanya disebut "Kisah Penerusan Tahta" ("The Succession Narrative"; disingkat "SN"), mulai dari 2 Samuel 9–20, di mana mendapat sisipan beberapa lampiran (2 Samuel 21–24), kemudian berlanjut dan berakhir pada 1 Raja-raja 1–2.[5]
Ayat-ayat terkenal
1 Samuel 3:10: Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."
1 Samuel 16:7: Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."
1 Samuel 17:45–47: Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu (Goliat): "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; ...supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran dan Iapun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami."
Naskah sumber
Pelestarian Kitab 1 dan 2 Samuel tidak dilakukan dengan baik. Versi lengkap yang dipakai sekarang berasal dari tradisi Naskah Masorah di mana naskah tertuanya yang ada sekarang berasal dari abad ke-10 M. Sumber naskah kuno tertua yang terlestarikan adalah dalam Septuaginta (LXX), yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada abad ke-3 SM, tetapi naskah ini sejak zaman klasik terus mengalami sejumlah revisi sehingga muncul berbagai versi. Versi yang dijadikan standar saat ini berupa naskah uncial yang disimpan di Vatikan dan diberi kode LXXB, yang tampaknya hanya direvisi sedikit dan dianggap lebih dekat kepada naskah Yunani aslinya.[5] Dokumen kuno kedua yang penting sebagai pembanding adalah gulungan kitab Samuel yang ditemukan di antara gulungan Laut Mati di gua-gua Khirbet Qumran. Tiga gulungan telah diidentifikasi memuat Kitab Samuel. Dua berupa fragmen atau potongan-potongan dan tidak memberi banyak informasi substantif, tetapi satu naskah (4QSama) memuat 47 dari 57 kolom aslinya. Naskah berbahasa Ibrani ini diperkirakan disusun pada abad pertama SM, jadi lebih tua lebih dari seribu tahun dibandingkan dengan versi Ibrani Naskah Masorah (MT). Ternyata cukup mengherangkan bahwa 4QSama lebih sesuai dengan LXX untuk variasi bacaan yang berbeda dengan MT. Hal ini menimbulkan evaluasi ulang hubungan antara MT, LXX, dan sumber-sumber dokumen kuno yang mendasari versi-versi tersebut.[5] Berhubung LXX kemungkinan bersumber pada teks bahasa Ibrani yang lebih kuno daripada MT, sejumlah penulis, terutama Kyle McCarter, cenderung lebih memfavoritkan bacaan LXX daripada MT bilamana berbeda. Sumber-sumber lain misalnya Targum berbahasa Aram dan terjemahan bahasa Suryani juga membantu, tetapi LXX dan 4QSama adalah esensial untuk penafsiran lebih dalam dari Kitab 1 dan 2 Samuel.[5]
Kepengarangan
Teori
Tradisi tradisional yang terlestarikan dengan kutipan dalam 1 Tawarikh 29:29 meyakini bahwa Samuel adalah pengarang utama kitab ini, dengan tambahan informasi setelah kematiannya dari nabi-nabi lain yaitu Natan dan Gad.[5][6] Namun, ide tersebut diperdebatkan oleh para sarjana kritis modern abad ke-19. Para sarjana kritis dari abad ke-19 mendebatkan ide ini. Martin Noth pada tahun 1943 mengemukakan teori bahwa Kitab Samuel disusun oleh seorang pengarang sebagai bagian dari catatan sejarah Israel, yaitu kelompok "Sejarah Deuteronomistis" yang terdiri dari Kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, Kitab Samuel dan Raja-raja),[7] yang merupakan susunan sejarah teologis bangsa Israel dan dimaksudkan untuk menjelaskan hukum Allah untuk Israel di bawah bimbingan para nabi.[8] Meskipun ide Noth bahwa seluruh catatan sejarah ditulis oleh satu orang telah banyak ditinggalkan, garis besar teorinya diterima oleh banyak sarjana.[9]
Pemikiran modern dewasa ini berpendapat bahwa seluruh Sejarah Deuteronomistis ditulis dengan menggabungkan sejumlah teks-teks terpisah yang berasal dari berbagai zaman.[10][11] Hal ini terlihat dari adanya duplikasi dan varian tradisi yang menunjukkan bahwa kitab ini disusun oleh lebih dari satu penulis (atau kelompok penyunting), terutama dalam Kitab 1 Samuel. Misalnya, imam Eli dua kali diperingatkan bahwa generasinya akan terputus dari jabatan imam (1 Sam 2:27–36; 3:11–14). Demikian pula persoalan meminta raja diberikan dua versi, satu bagian bersifat sangat antagonistik (1 Samuel 7:1–8:22), sedangkan yang lain melihat adanya raja dari sisi karya penyelamatan ilahi (1 Samuel 9–11). Ada dua kisah mengenai pengumuman Saul sebagai raja di hadapan umum (1 Samuel 10:17–24; 11:15) dan dua kisah penolakannya sebagai raja oleh Allah (1 Samuel 13:14; 15:23). Daud diperkenalkan kepada Saul dan menjadi musisi pribadi serta pembantu dekat dalam 1 Samuel 16:14–23, tetapi pada pasal berikutinya, Daud yang melawan Goliat, adalah pemuda yang tidak dikenal oleh Saul. Ketika Daud melarikan diri dari Saul, ia dua kali dikhianati oleh orang Zifit (1 Samuel 23:19–28; 26:1–5). Juga dalam ada dua kesempatan di mana Daud dapat membunuh Saul, tetapi tidak mau melakukannya (1 Samuel 24:1–22; 26:6–25). Kematian Saul juga dikisahkan dalam dua versi (1 Samuel 31; 2 Samuel 1). Sejumlah pakar mengusulkan hipotesis bahwa dua sumber J (Yahwis) dan E (Elohis) yang diduga adalah penyunting bagian-bagian Taurat juga merupakan penyunting bagian ini, meskipun belum ada bukti kuat.[5]
Oleh karena itu, terdapat sejumlah teori mengenai para pengarang Kitab Samuel. Pandangan paling populer sekarang adalah bahwa versi awal Sejarah Deuteronomis ini ditulis pada zaman raja Hizkia (abad ke-8 SM); sebagian besar edisi awal berasal dari zaman cucunya, Yosia pada akhir abad ke-7 SM, dan bagian-bagian selanjutnya ditambahkan selama periode Pembuangan ke Babilonia (abad ke-6) dan karya ini kemudian diselesaikan pada sekitar tahun 550 SM.[12] Diduga masih ada penyuntingan setelahnya, misalnya "seperempat syikal perak" yang ditawarkan oleh hamba Saul kepada Samuel pada 1 Samuel 9 dianggap merujuk kepada zaman Persia atau Helenistik (abad ke-4 SM).[13]
Sumber
Para pengarang dan penyunting pada abad ke-6 diduga mengambil bahan-bahan dari sumber-sumber yang lebih kuno, termasuk (tapi tidak terbatas pada) "naratif Tabut Perjanjian" (1 Samuel 4:1–7:1 dan mungkin sebagian 2 Samuel 6), "riwayat Saul" (bagian-bagian 1 Samuel 9–11 dan 13–14), "riwayat naiknya Daud" (1 Samuel 16:14-2 Samuel 5:10), dan "kisah penggantian tahta" (2 Samuel 9–20 dan 1 Raja-raja 1–2).[14] Kisah yang paling tua, mengenai Tabut Perjanjian, malah lebih tua dari zaman Daud.[15]
Sumber-sumber yang digunakan untuk menyusun Kitab Samuel diduga meliputi:[16]
Pemanggilan Samuel atau Masa muda Samuel (1 Samuel 1–7): Dari kelahiran Samuel sampai kariernya sebagai Hakim dan nabi atas seluruh Israel. Sumber ini mencakup naratif Eli dan bagian naratif Tabut Perjanjian.[17]
Naratif Tabut Perjanjian (1 Samuel 4:1b–7:1 dan 2 Samuel 6:1–20): tabut direbut oleh orang Filistin pada zaman Eli dan pemindahannya ke Yerusalem oleh Daud – ada perbedaan pendapat apakah bagian ini sesungguhnya terpisah.[18]
Sumber Yerusalem: sumber singkat yang meliput direbutnya Yerusalem oleh Daud dari orang-orang Yebus.
Sumber Republik: sumber dengan bias anti-monarki. Sumber ini pertama menggambarkan Samuel dengan tegas memimpin orang Israel mengalahkan orang Filistin, dengan enggan mengurapi seorang raja pilihan Allah bagi umat, yaitu Saul. Daud digambarkan sebagai seorang pemain kecapi yang capak, dan kemudian dipanggil ke istana Saul untuk menenangkan emosinya. Putra Saul, Yonatan, menjadi sahabat karib Daud, malah melindungi Daud ketika hendak dibunuh oleh Saul. Pada bagian berikutnya, ketika ditinggalkan oleh Allah sebelum berperang, Saul menemui seorang pemanggil roh di Endor, tapi ditegur oleh "roh Samuel" dan diramalkan mati beserta putra-putranya dalam perang itu. Daud sangat berduka atas kematian Yonatan.
Sumber Monarki: sumber dengan bias pro-monarki dan meliput banyak detail yang sama dengan sumber republik. Sumber ini memulai dengan kisah kelahiran Samuel yang dituntun secara ilahi. Kemudian menggambarkan Saul memimpin peperangan melawan orang Amon, dipilih oleh umat sebagai raja, dan memimpin tentara melawan orang Filistin. Daud digambarkan sebagai seorang gembala muda yang datang ke medan perang mengunjungi abang-abangnya dan kedengaran oleh Saul bahwa ia berniat menantang Goliat dan kemudian mengalahkan orang Filistin. Kepahlawanan Daud menyebabkan banyak wanita jatuh cinta kepadanya, termasuk Mikhal, putri Saul, yang kemudian melindungi Daud untuk melarikan diri dari ancaman pembunuhan Saul. Daud kemudian menikahi dua istri lain dalam pelariannya dan Mikhal dinikahkan dengan suami lain. Selanjutnya, Daud mencari perlindungan di antara orang Filistin, menghadapi orang Israel sebagai musuhnya. Daud marah kalau ada orang berniat membunuh Saul, sekalipun karena belas kasihan, karena Saul telah diurapi oleh Samuel, dan kemudian menyuruh menghukum mati orang Amalek yang mengaku menolong Saul membunuh diri.
Redaksi: tambahan oleh penyunting atau redaktor untuk menyelaraskan berbagai sumber; banyak perikop yang tidak jelas berasal dari suntingan ini.
Beragam: beberaa sumber pendek, tanpa kaitan satu sama lain, dan terpisah dari teks lainnya. Kebanyakan adalah puisi atau daftar.
Penyusunan kitab
Kitab Samuel pada sebagian besar Alkitab Ibrani modern masih berupa kitab tunggal, sedangkan Kitab Samuel pada AlkitabKristen berupa dua kitab, yang disebut Kitab 1 dan 2 Samuel.
Sejarah pembagian kitab
Kitab Samuel pada mulanya (dan masih dipertahankan hingga saat ini pada sejumlah versi Alkitab Ibrani) diperkirakan hanya berupa satu kitab (gulungan) tunggal yang bernama "Kitab Samuel". Pembagian kitab ini menjadi 2 kitab terpisah berasal dari Alkitab Ibrani terjemahan bahasa Yunani Koine pertama, yaitu Septuaginta (LXX). Septuaginta membagi dan juga mengelompokkan Kitab Samuel dengan Kitab Raja-raja, sehingga menjadi 4 buah kitab terpisah dengan nama yang sama, yaitu "Kitab Kerajaan-kerajaan" atau "Kitab Penguasa-penguasa" (bahasa Yunani Koine: Βíβλοι Βασιλειῶν translit. Bíbloi Basileiôn). Kitab 1 dan 2 Samuel modern masing-masing pada saat itu disebut "Kitab 1 dan 2 Kerajaan-kerajaan", sedangkan Kitab 1 dan 2 Raja-raja modern masing-masing disebut "Kitab 3 dan 4 Kerajaan-kerajaan".
Pembagian pada Septuaginta ini kemudian diadopsi oleh umat Kristen perdana dan diadopsi ke dalam Alkitab Katolik terjemahan bahasa Latin Klasik, Vulgata, dengan perubahan nama label menjadi "Kitab Raja-raja" (bahasa Latin: Liber Regum. Kitab 1 dan 2 Samuel modern masing-masing pada saat itu disebut "Kitab 1 dan 2 Raja-raja", sedangkan Kitab 1 dan 2 Raja-raja modern masing-masing disebut "Kitab 3 dan 4 Raja-raja").[19] Pembagian dan penamaan ini masih diikuti oleh versi-versi Alkitab setelahnya untuk waktu yang lama, dan bahkan sempat dipakai oleh edisi-edisi bahasa Ibrani sekitar awal abad ke-16.[20]
Pembagian Kitab Samuel pada versi-versi Alkitab Kristen modern dimulai pada abad ke-16 setelah peristiwa Reformasi Protestan. Alkitab Luther dan versi-versi Alkitab Protestan yang menirunya mulai menggunakan pembagian dan penamaan modern, yang kemudian dikenal luas dan bahkan akhirnya diterima juga oleh versi Kitab Suci Katolik hingga sekarang (yang ditandai dengan perubahan nama kitab pada Nova Vulgata). Meskipun begitu, beberapa versi Alkitab modern masih memelihara pembagian lama (seperti Vulgata Hieronimus), misalnya, Alkitab Douay Rheims.[21]
Pelabelan kembali menjadi "Kitab Samuel" juga mulai diterapkan kembali dalam Alkitab Ibrani pada kurun waktu dewasa ini, tetapi umumnya tanpa pembagian menjadi dua kitab seperti dalam Alkitab Kristen.[5]
Pemisahan dari kitab lainnya
Pemisahan Kitab Samuel dari kitab-kitab Sejarah Deuteronomistis lainnya sudah ditetapkan jauh sebelumnya. Para pakar sempat mempertanyakan mengapa catatan kematian Daud pada 1 Raja-raja 1–2 dipisahkan dari Kitab Samuel. Hidup tokoh-tokoh utama lain dalam Kitab Samuel dicatat sampai kematian mereka, dan orang akan mengira kitab yang dipusatkan pada kehidupan Daud akan berakhir dengan catatan kematiannya juga. Tetapi ternyata catatan itu dimasukkan ke dalam Kitab Raja-raja. Menurut pemahaman yang beredar, diyakini bahwa hal ini dilakukan karena kisah tersebut dianggap lebih merupakan catatan pemerintahan Salomo, karena berkaitan erat dengan bagaimana ia menduduki tanta kerajaan, selagi Daud masih hidup. Karena Kitab Samuel dan Kitab Raja-raja dianggap mencapai bentuk akhir pada waktu yang bersamaan oleh kelompok penyunting yang sama, maka tidak terjadi bahwa pembaca Kitab Samuel dibiarkan membaca kisah yang belum selesai, sebab sudah ada kelanjutan langsung dalam Kitab Raja-raja.[5]
Pembagian dalam Alkitab Kristen
Dalam Alkitab Kristen, Kitab Samuel terbagi menjadi 2 kitab terpisah.
Kitab 1 Samuel, berisi sejarah Israel dalam masa peralihan dari zaman Hakim-Hakim kepada zaman Raja-Raja. Perubahan dalam kehidupan nasional di Israel itu khususnya berkisar pada tiga orang: NabiSamuel, Raja Saul, dan Raja Daud. Pengalaman-pengalaman Daud pada masa mudanya sebelum ia menjabat raja, terjalin erat dengan kisah Samuel dan Saul.
Kitab 2 Samuel, adalah sambungan dari Kitab 1 Samuel. Kitab ini memuat sejarah kejayaan dan rintangan atas pemerintahan Raja Daud, mula-mula atas daerah Yudea atau daerah selatan (2 Samuel 1–4), kemudian atas seluruh negeri termasuk daerah Israel atau daerah utara (2 Samuel 5–24).
Kesejarahan
Bukit sejarah
Periode yang diliput dalam Kitab Samuel ini jarang mendapat dukungan dari catatan sejarah kerajaan-kerajaan di sekitar Israel, sehingga sempat menumbuhkan pendapat dari kelompok "Minimalis" bahwa kisah tokoh Daud dan kerajaannya ini hanyalah hasil karangan belaka. Kitab Samuel dan Raja-raja mengklaim bahwa kerajaan Daud dan Salomo membentang dari Laut Tengah sampai ke sungai Efrat. Ternyata kemudian ditemukan Prasasti Tel-Dan oleh Avraham Biran dan J. Naveh, yang memberikan kesaksian nama raja-raja Israel dan Yehuda serta terutama terdapat tulisan "bytdwd" yang artinya "rumah Daud" atau "dinasti Daud". Bukti lain adalah dari Batu Moab (Mesha Stele) yang menguatkan bahwa kerajaan Israel dan Yehuda memang pernah ada dan sekuat yang dicatat dalam Alkitab.[5]
Seputar peristiwa alkitabiah
Kitab 1 dan 2 Samuel hanya meliput periode sekitar satu abad, dimulai dari kelahiran Samuel, sekitar tahun 1070-an SM sampai sesaat sebelum kematian Daud yang sering diberi tarikh 961 SM. Periode ini ternyata bertepatan dengan waktu sulit bagi pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya, karena dua wilayah kerajaan besar, Mesir dan Mesopotamia, yang secara tradisional merupakan penguasa besar di daerah tersebut, sedang mengalami masa kerusuhan internal serta kelemahan eksternal.[5] Selama berabad-abad Mesir menguasai tanah Kanaan atau Palestina, tetapi ketika dinasti Tanit mengambil alih kekuasaan pada sekitar tahun 1065 SM, Mesir memasuki masa pergolakan dalam negeri, sehingga tidak mampu mempertahankan kekuasaan atas tanah-tanah miliknya di sebelah timur, termasuk Kanaan. Daerah Mesopotamia dipimpin oleh Tiglat-Pileser I (1116–1078 BC) yang sempat membawa kemuliaan sesaat bagi kerajaan Asyur, tetapi keturunannya tidak efektif dan kehilangan kekuasaan pada tanah-tanah di sebelah barat yang pernah didudukinya, termasuk bagian Suriah dan Palestina. Kerajaan Asyur Baru dan Babel baru meningkat kekuatannya di Palestina dua abad kemudian.[5]
Kosongnya kekuasaan negara-negara adikukasa bukanlah berarti mudah bagi bangsa Israel untuk hidup tenang, karena kerajaan-kerajaan kecil dan kelompok suku bangsa yang kuat muncul mengisi kevakuman tersebut. Mengingat bangsa Israel diam di tanah yang sudah ditempati berbagai suku bangsa (yang tidak berhasil mereka halau pada zaman Kitab Hakim-hakim, setelah kematian Yosua bin Nun) yang secara umum disebut orang Kanaan (termasuk orang Yebus di Yerusalem serta orang Gibeon di luar Yerusalem), maka mereka sering dijajah oleh kota-negara yang diperkuat misalnya Hazor, Taanakh, Akko, dan Megido. Suku-suku di sebelah timur sungai Yordan seperti bani Amon (Hakim–hakim 11:1–40; 1 Samuel 11) dan Moab (Hakim–hakim 3:12–30), yang bersekutu dengan orang Midian (Hakim-hakim 6–7), tumbuh menjadi kuat dan sering berusaha mengembangkan wilayahnya ke arah Kanaan. Dari utara, negeri-negeri Aram di sekitar Damaskus juga sering memasuki dan berperang di tanah Israel (2 Sam 8:3–12; 10:6–19). Bangsa Israel mengalami tantangan terkuat dari sebelah barat, yaitu "orang-orang Laut" yang tidak berhasil memasuki Mesir, akhirnya tinggal di pantai-pantai lebih utara di Laut Tengah, di tanah subur yang luas pada sebelah barat wilayah suku Yehuda, bagian paling selatan yang didiami oleh bangsa Israel. Nama Alkitab suku ini adalah Filistin. Kekuatan mereka dipusatkan pada persekutuan lima kota-negara yang erat, teknologi militer yang lebih maju, dan secara perlahan mereka mencoba mendesak maju ke arah timur dari wilayah pantai, mengakibatkan banyak peperangan berdarah dengan bangsa Israel ([https://alkitab.sabda.org/?Hakim-hakim%203%3A31%3B%2013%3A1-%0A15%3A20&version=tb Hakim–hakim 3:31; 13:1–
15:20]; 1 Samuel 4-6). Catatan pada 1 Samuel 7:7–14 mengisahkan bagaimana Samuel memimpin bangsa Israel untuk sementara waktu memukul mundur orang Filistin, tetapi Saul mendapati mereka menguasai daerah-daerah pegunungan ketika mulai menjadi raja (1 Samuel 13:1–14:46). Hanya dengan kepemimpinan Daud, bangsa Israel dapat mendesak orang Filistin kembali ke dataran pantai semula (1 Sam 17; 23:1–5; 28–31; 2 Sam 5:17–25; 8:1).[5]
Ketiadaan pemerintahan sentral pada bangsa Israel pada zaman sebelum munculnya kerajaan membuat mereka tidak kuat melawan musuh-musuh yang terorganisir baik seperti orang Filistin, yang memiliki sistem monarki untuk mendukung pengembangan senjata dan tentara yang kuat. Faktor politik dan militer ini akhirnya mendorong evolusi alamiah identitas Israel, dengan pandangan umum condong kepada pemerintahan terpusat, yang dipimpin oleh seorang raja "seperti bangsa-bangsa lain" (1 Sam 8:5, 20). Kelompok yang mendukung "teokrasi" (dipimpin oleh Allah secara langsung) yang berfungsi selama masa Hakim-hakim, menolak gerakan ini, sedangkan yang lain memandang perkembangan menuju bentuk kerajaan bukanlah ancaman terhadap otoritas ilahi, melainkan suatu anugerah Allah. Contoh positif dan negatif dari masa pemerintahan Saul dan Daud menunjukkan bahwa kedua kelompok ini sama-sama mempunyai ketakutan dan harapan yang sah. Latar belakang sejarah dari kekuatan yang kontras ini menjadi kawah penggodokan bangsa Israel, bukan sebagai bangsa, melainkan sebagai entitas politik. Melalui pengalaman ini, bangsa Israel ditantang untuk percaya bahwa Yahweh saja sudah cukup untuk membawa mereka melalui periode krisis dan ke dalam masa depan yang penuh harapan.[5]
Kaitan dengan kitab lain
Banyak kisah yang dicatat dalam Kitab 1 dan 2 Samuel juga dituturkan dalam Kitab 1 dan 2 Tawarikh, dengan perbedaan-perbedaan menyolok. Perbedaan ini tumbuh dari penggunaan sumber yang berbeda serta perbedaan sudut pandang para pengarang dan penyuntingnya. Penyusun kitab Samuel menganggap perlu untuk memuat gambaran lengkap kehidupan bangsa Israel, melestarikan informasi positif maupun negatif. Hal ini terlihat dari riwayat kehidupan Daud, di mana dituliskan dengan indah bahwa Daud adalah seorang yang berkenan kepada Allah, dan yang dijanjikan oleh Allah suatu keturunan kekal, tetapi kelemahan manusiawinya jelas dipaparkan. Tidak ada keraguan untuk menulis detail dosa Daud dalam kasus Batsyeba, istri Uria orang Het, serta malapetaka yang diakibatkannya baik dalam kehidupan pribadi maupun pemerintahan Daud. Dalam Kitab Tawarikh, yang disusun setelah pembuangan ke Babel pada abad ke-6 SM, memperlakukan Daud lebih sebagai tokoh yang patut diteladani. Daud digambarkan sebagai pendiri banyak institusi agamawi yang masih berlaku pada zaman setelah pembuangan dan legitimasi institusi agamawi ini dikaitkan dengan kenangan bangsa Israel akan raja yang mereka hormati tersebut. Jadi kisah pada Kitab Tawarikh cenderung mengagungkan Daud dan tidak banyak memuat kesalahannya.[5]