Alkitab adalah kitab suci agama Kristen yang berisi 66 kitab terdiri atas 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru.[1] Umat Yahudi dan Kristiani (Kristen) memandang kitab-kitab dalam Alkitab sebagai hasil dari pengilhaman ilahi, dan sebagai catatan otoritatif mengenai hubungan antara Allah dengan manusia. Teks-teks tersebut mencakup catatan-catatan sejarah yang berfokus pada teologi, himne, doa, amsal, perumpamaan, surat (epistola), nasihat, esai, puisi, dan nubuat.[2] Garis besarnya, Alkitab memuat Firman Tuhan, Sejarah/Peristiwa dan Silsilah.
Alkitab kanonik bervariasi tergantung pada tradisi ataupun kelompok; sejumlah kanon Alkitab. Alkitab Ibrani dikenal dalam agama Yahudi dengan sebutan Tanakh (Perjanjian Lama). Perjanjian Baru merupakan sekumpulan tulisan karya para rasul yang diyakini sebagai para murid Yesus Kristus. Alkitab awalnya ditulis dalam bahasa ibrani, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Yunani Koine abad pertama.[3] Tulisan-tulisan Yunani Kristen awal ini terdiri dari berbagai narasi, surat, dan tulisan apokaliptik. Di antara denominasi-denominasi Kristen terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai isi kanon, terutama dalam hal Apokrifa, yakni sejumlah karya yang dipandang dengan beragam tingkat penghormatan.
Berbagai kalangan Kristen menyikapi Alkitab secara berbeda. Kalangan Kristen Katolik Roma, dan menekankan harmoni serta arti penting Alkitab dan tradisi suci, sementara kalangan Kristen Protestan berfokus pada konsep sola scriptura, atau Kebenarannya hanya tunduk pada ayat² yang tertulis dalam alkitab.[4] Konsep ini timbul selama Reformasi Protestan, dan banyak denominasi Protestan yang hingga saat ini terus mendukung penggunaan Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran Kristen.[5]
Dengan jumlah total penjualan yang diperkirakan lebih dari 5 miliar kopi, Alkitab secara luas dianggap sebagai buku terlaris sepanjang sejarah.[6][7] Diperkirakan bahwa penjualan tahunannya adalah 100 juta kopi,[8][9] dan telah berpengaruh besar dalam sastra dan sejarah, terutama dalam dunia Barat.[10]Alkitab Gutenberg adalah buku pertama yang dicetak secara massal, dan merupakan buku pertama yang dicetak menggunakan mesin cetak bergerak.
Etimologi
Alkitab
Kata Alkitab dalam bahasa Indonesia berasal dari frasa "al-Kitab" (bahasa Arab: الكتاب) yang secara harfiah berarti "buku" atau "kitab". Kata Al, dalam bahasa Indonesia selalu dituliskan dengan huruf kapital "A", merupakan kata sandang khas dalam bahasa Arab. Di negeri-negeri berbahasa Arab sendiri "Alkitab" disebut sebagai "al-Kitab al-Muqaddas" (bahasa Arab: الكتاب المقدس - "Kitab Suci"). Oleh karena itu Alkitab sebenarnya dapat merujuk pada sebutan untuk beberapa kitab suci. [11]
Kata Latin abad pertengahanbiblia adalah kependekan dari biblia sacra "kitab suci",[14] sedangkan biblia dalam bahasa Yunani dan Latin Akhir adalah bentuk jamak yang netral secara gender (gen.bibliorum). Kata ini secara bertahap dianggap sebagai kata benda feminin tunggal (biblia, gen. bibliae) dalam bahasa Latin abad pertengahan, dan selanjutnya diserap sebagai suatu bentuk tunggal dalam bahasa-bahasa daerah setempat di Eropa Barat.[15]
Frasa Latin biblia sacra "kitab-kitab suci" menerjemahkan frasa Yunani τὰ βιβλία τὰ ἅγιαta biblia ta hagia, "kitab-kitab suci".[16]
Kata βιβλίον sendiri memiliki arti harfiah "kertas" atau "gulungan naskah" yang digunakan sebagai kata yang umum untuk menyebut "buku" atau "kitab".[17] Kata tersebut merupakan bentuk singkat dari βύβλοςbyblos, "papirus Mesir", kemungkinan disebut demikian dari nama pelabuhan laut bangsa Fenisia—yaitu Byblos (juga dikenal dengan nama Gebal)—yang darinya papirus Mesir diekspor ke Yunani. Frasa Yunani ta biblia (bermakna harfiah "kitab-kitab papirus kecil")[18] merupakan "suatu ungkapan yang digunakan kaum Yahudi Helenistik untuk mendeskripsikan kitab-kitab suci mereka (Septuaginta).[19][20] Penggunaan istilah tersebut oleh kalangan Kristen dapat ditelusuri ke tahun 223 M.[13] Seorang akademisi biblika bernama F.F. Bruce menyatakan bahwa Yohanes Krisostomus tampaknya adalah penulis pertama (dalam Homili mengenai Matius, yang disampaikannya antara tahun 386 dan 388) yang menggunakan frasa Yunani ta biblia ("kitab-kitab") untuk mendeskripsikan bersama-sama Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.[21]
Sejarah tekstual
Pada abad ke-2 SM, sekelompok orang Yahudi telah menyebut kitab-kitab Alkitab sebagai "kitab-kitab suci" (scriptures) dan menyebutnya "kudus" atau "suci", atau כִּתְבֵי הַקֹּדֶשׁ (Kitvei hakkodesh) dalam bahasa Ibrani. Kalangan Kristen masa kini yang berbahasa Inggris pada umumnya menyebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dari Alkitab Kristen dengan sebutan "The Holy Bible" (dalam bahasa Yunani: τὰ βιβλία τὰ ἅγια, tà biblía tà ágia) atau "the Holy Scriptures" (η Αγία Γραφή, e Agía Graphḗ).[22] Kalangan Kristen Protestan di Indonesia umumnya menggunakan sebutan "Alkitab", sementara kalangan Kristen Katolik lebih sering menyebutnya "Kitab Suci" (kedua kata menggunakan huruf kapital). Untuk membedakan dengan Al-Qur'an, umat Muslim di Indonesia terkadang menyebut Alkitab Kristen dengan sebutan "Bibel".[23]
Stephen Langton membagi Alkitab ke dalam pasal-pasal (atau bab) pada abad ke-13, dan seorang tukang cetak Prancis bernama Robert Estienne membaginya ke dalam ayat-ayat pada abad ke-16.[24] Saat ini umumnya Alkitab dibagi-bagi berdasarkan kitab, pasal, dan ayat.
Salinan tertua Alkitab lengkap yang masih terlestarikan hingga sekarang adalah sebuah buku perkamen abad ke-4 awal yang disimpan di Perpustakaan Vatikan, yang dikenal dengan nama Kodeks Vaticanus. Salinan tertua Tanakh dalam bahasa Ibrani dan Aram bertarikh abad ke-10 M. Salinan tertua Alkitab Latin (Vulgata) lengkap adalah Kodeks Amiatinus, bertarikh abad ke-8.[25]
Perjanjian Lama menceritakan Kisah para tokoh dan nabi jauh sebelum Yesus Kristus lahir, dari Adam sampai Maleakhi.
Sedangkan Perjanjian Baru memuat Kitab-kitab Injil (4 kitab yang berbeda) berisi sejarah riwayat YesusKristus dari sebelum lahirnya sampai kenaikannya, serta
"Alamat Alkitab" adalah cara yang digunakan untuk memudahkan pencarian lokasi ayat di dalam Alkitab. Kejadian 1:1, misalnya, menunjuk pada kitab Kejadian, yaitu kitab pertama dalam Alkitab, pasal pertama, ayat pertama.
Kitab-kitab di Alkitab disusun secara semi-kronologis, bukan dari waktu turunnya Wahyu. Digolongkan "Semi-kronologis" karena beberapa kitab tidak diketahui jelas waktu penulisannya dan siapa sesungguhnya penulisnya, sedangkan beberapa kitab lainnya merupakan kumpulan tulisan yang dikelompokkan menurut gaya penulisannya. Kitab Amsal yang ditulis oleh raja Salomo, misalnya, tidak ditempatkan setelah kitab 1 Raja-raja yang membahas riwayat hidup Salomo, namun dikelompokkan bersama-sama dengan kitab-kitab puisi lainnya (Kitab Ayub, Mazmur, Pengkhotbah, Kidung Agung). Kitab nabi Yeremia yang hidup pada zaman raja Yosia, contoh lainnya, tidak ditempatkan setelah kitab 2 Raja-raja yang membahas riwayat raja Yosia, namun bersama-sama dengan kitab-kitab nabi nabi besar lainnya (Kitab Yesaya, Yeremia, Ratapan, Yehezkiel, dan Daniel). Kitab-kitab lainnya, terutama kitab-kitab sejarah, disusun secara kronologis dan urutannya memengaruhi cara pembacaan agar tidak membingungkan. Kitab Keluaran, misalnya, lebih mudah dibaca setelah membaca kitab Kejadian karena pembaca akan lebih mengerti latar belakangnya. Demikian juga kitab Kisah Para Rasul lebih cocok dibaca setelah membaca keempat kitab Injil, karena kitab-kitab Injil itu merupakan latar belakang penulisan Kisah Para Rasul. Namun beberapa kitab, seperti Kitab Amsal dan Kitab Pengkhotbah, dapat dibaca secara lepas, walaupun pembaca akan lebih memahaminya jika mengetahui riwayat penulisnya, Salomo, yang dibahas di kitab-kitab sebelumnya (1 &2 Raja-rajadan 1 &2 Tawarikh).
Pembagian Alkitab ke dalam buku, pasal, dan ayat, dan pengurutannya merupakan hasil dari kanonisasi oleh Bapa Gereja mula-mula. Struktur tersebut sudah tidak berubah selama berabad-abad sejak abad ke-4 M, namun beberapa terjemahan Alkitab kadang-kadang memiliki konvensi yang sedikit berbeda, misalnya dalam kitab Mazmur Alkitab bahasa Indonesia, nama penggubah Mazmur dan judul lagu dijadikan ayat yang pertama dalam suatu pasal, sedangkan dalam bahasa Inggris tidak. Oleh karena itu Alkitab bahasa Indonesia memiliki beberapa puluh ayat lebih banyak dari bahasa Inggris.
Selain itu setiap terjemahan Alkitab memiliki bagian sub-pasal yang disebut dengan perikop, yaitu yang membahas suatu topik tertentu. Pembagian-pembagian ini bukan merupakan bagian isi Alkitab yang sebenarnya, melainkan hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan pembacaan atau pencarian kembali suatu pembacaan bagian tertentu.
Pembagian pasal dan ayat dalam Alkitab Ibrani (Tanakh) yang dilakukan oleh orang Yahudi mempunyai perbedaan di sejumlah tempat dibandingkan dengan pembagian yang dipakai oleh orang Kristen pada bagian Perjanjian Lama, tetapi di antara kelompok Kristen ada yang memakai pembagian yang dipakai orang Yahudi. Versi Terjemahan Baru Alkitab bahasa Indonesia, misalnya, cenderung mengikuti penomoran Alkitab Ibrani, sehingga jumlah ayatnya berbeda dengan versi bahasa Inggris.
Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama juga dibagi dalam sejumlah bagian lebih besar. Orang Israel membagi seluruh Taurat Musa, yang merupakan kumpulan lima kitab, menjadi 154 bagian, sehingga dapat dibacakan dalam ibadah mingguan selama tiga tahun. Di Babel, Taurat dibagi menjadi 53 atau 54 bagian (Parashat ha-Shavua) sehingga dapat dibaca lengkap setiap minggu (dan hari-hati raya tertentu) dalam satu tahun.[30]
Perjanjian Baru juga pernah dibagi atas bagian topik yang dikenal dengan nama kephalaia sampai abad ke-4 M. Eusebius dari Kaisarea membagi keempat kitab Injil menjadi bagian-bagian yang ditulisnya dalam sejumlah tabel atau kanon yang disebut sebagai Kanon Eusebius. Sistem-sistem pembagian tersebut berbeda dengan pembagian pasal modern.[31]
Pembagian pasal
Uskup Agung Stephen Langton dan Kardinal Hugo de Sancto Caro mengembangkan suatu skema pembagian sistematik Alkitab di awal abad ke-13. Sistem yang dibuat oleh Langton ini mendasari pembagian pasal Alkitab pada zaman modern.[32][33]
Pembagian ayat alkitab
Bersamaan dengan permulaan percetakan dan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lain, pembagian ayat (versifikasi) Perjanjian Lama dilakukan umumnya bersesuaian dengan tanda titik yang sudah ada pada naskah Ibrani, dengan sedikit perkecualian terpisah. Banyak yang menyebutkan pembagian ini merupakan jasa Rabbi Isaac Nathan ben Kalonymus yang membuat konkordansi Alkitab pertama pada sekitar tahun 1440.[33]
Orang pertama yang membagi pasal-pasal Perjanjian Baru atas ayat-ayat adalah pakar Alkitab dari ordo Dominikan asal Italia Santi Pagnini (1470–1541), tetapi sistemnya tidak pernah dipakai luas.[34] Kemudian Robert Estienne membuat peomoran ayat dalam karyanya, Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani edisi tahun 1551,[35] yang juga diterapkan dalam publikasi Alkitab bahasa Prancis olehnya pada tahun 1553. Sistem yang dibuat Estienne ini diterima luas, dan sekarang digunakan dalam hampir semua Alkitab modern.
Jumlah kata-kata di dalam Alkitab Protestan tidak dapat dihitung dengan pasti, karena bervariasi tergantung dari apakah aksara-aksara abjad Ibrani pada Mazmur 119, keterangan di awal sejumlah mazmur dan tambahan keterangan di akhir surat-surat Paulus, turut dihitung atau tidak. Berdasarkan sistem penomoran Strong, diketahui terdapat 8.674 kata Ibrani, dan 5.624 kata Yunani yang berbeda di dalam Alkitab.
Statistik berikut ini berdasarkan Alkitab Protestan terjemahan bahasa Indonesia versi Terjemahan Baru (1974):[36]
Sebelum adanya mesin cetak, bagian-bagian Alkitab disalin dengan tangan oleh para penganutnya dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Terbukti dari salinan-salinan yang ditemukan sampai sekarang (paling tua dari abad ke-10 SM) sama dengan teks yang digunakan secara umum. Di samping itu juga terdapat kutipan-kutipan langsung dari surat-surat komunikasi orang-orang zaman dahulu yang mendukung kebenaran salinan Alkitab tersebut sejak zaman purba hingga zaman modern ini. Pada saat mesin cetak diciptakan pertama kalinya di Eropa, Alkitab adalah buku pertama yang dicetak dengan mesin tipe bergerak (movable) yaitu "Alkitab Latin Vulgata" oleh Percetakan Johannes Gutenberg, pada tahun 1455. Penemuan mesin cetak ini secara drastis mempercepat penyebaran Alkitab di seluruh dunia.
Berdasarkan perhitungan publikasi Scripture Language Report, sebuah panduan otoritatif tentang perkembangan penerjemahan Alkitab global dari tahun ke tahun yang diterbitkan oleh United Bible Societies, dari sekitar 6.600 bahasa di dunia, terdapat 2.527 bahasa yang telah memiliki terjemahan Alkitab, sementara 2.000 bahasa lainnya sedang dalam proses menerjemahkan Alkitab.[39]
Alkitab diperkirakan terjual sekitar 25 juta eksemplar setiap tahunnya di Amerika Serikat,[40] belum termasuk yang dicetak dan dibagikan secara cuma-cuma oleh organisasi seperti Gideons International. Ketersediaan dan banyaknya jumlah Alkitab yang pernah dicetak dan dibagikan membuatnya memiliki pengaruh yang sangat besar di dalam sejarahliteratur dan sejarah dunia.
Selain itu, sejak abad ke-17, Alkitab atau bagian Alkitab telah diterjemahkan lebih dari 23 kali ke dalam bahasa-bahasa Melayu dan Indonesia, dan lebih dari 30 bahasa daerah di Indonesia. Di seluruh dunia, terjemahan Alkitab dapat diakses oleh 98% penduduk dunia dalam salah satu bahasa yang mereka ketahui.
United Bible Society mengumumkan bahwa sampai tanggal 31 Desember 2007 Alkitab tersedia dalam 438 bahasa, 123 di antaranya meliputi material deuterokanonika di samping Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sedangkan secara terpisah tersedia dalam 1168 bahasa, dan dalam bagian-bagian khusus tersedia dalam 848 bahasa lain.[41]
Penulis dan perkiraan tahun penulisan
Pada tahun 1514, di Spanyol telah diterbitkan sebuah versi lengkap dari Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Naskahnya disusun oleh Desiderius Erasmus dan menjadi edisi lengkap yang pertama dari Alkitab. Kemudian, pada tahun 1516, naskah tersebut diterbitkan di Basel. Penulisan naskah ini dilakukan Erasmus dengan menggabungkan naskah-naskah Alkitab dalam bahasa Yunani dengan naskah-naskah Alkitab dalam bahasa Latin. Pelengkapan Alkitab berbahasa Yunani dilakukannya dengan menambahkan naskah yang berasal dari Alkitab yang disusun oleh Hieronimus, yaitu Vulgata.[42]
Edisi kedua Alkitab berbahasa Yunani diterbitkan pada tahun 1519. Alkitab kemudian diterjemahkan oleh Martin Luther dan William Tyndale ke dalam bahasa Jerman dan bahasa Inggris. Alkitab bahasa Jerman diterbitkan pada tahun 1522 dan diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1525. Pada tahun-tahun berikutnya, penerbitan Alkitab bahasa Yunani banyak didasari oleh naskah dari Kekaisaran Romawi Timur. Sekitar 160 versi Alkitab berbahasa Yunani telah diterbitkan antara tahun 1516 hingga 1633. Lalu terdapat pula edisi bahasa Yunani yang dikenal dengan nama Textus Receptus. Penerbitan dan pemopuleran namanya dilakukan oleh Bonaventura dan Abraham Elzevir. Isinya mirip dengan 160 versi Alkitab berbahasa Yunani sebelumnya.[43]
Sumber: Robinson, 1976;[44] Phillips, 2007[45]
Dalam sejarahnya, banyak orang melakukan penelitian kristis mengenai sejarah dan isi Alkitab, dengan berbagai motivasi. Ada yang meneliti untuk mengetahui lebih mendalam mengenai tujuan dan proses penulisannya, ada pula yang sebenarnya bertujuan untuk menemukan sanggahan keabsahan penggunaan Alkitab sebagai kitab suci. Jesus Seminar, misalnya, adalah sekelompok ahli yang mempertanyakan dan memperdebatkan perkataan-perkataan dan tindakan tercatat Yesus dan melakukan pemungutan suara untuk menentukan sejauh apa mereka dapat mempercayai pernyataan-pernyataan di dalam Injil.[46] Di samping itu, ada sejumlah kritikus Alkitab mengindikasikan bahwa catatan tentang Yesus telah ditambah-tambahi melalui tradisi oral turun-temurun dan tidak dituliskan hingga sepeninggal para rasul, sehingga para kritikus tersebut mempertanyakan keakuratan penggambaran sosok Yesus yang sesungguhnya.
Di pihak lain, para sejarawan Kristen memberikan bukti-bukti sejarah bahwa Yesus yang digambarkan di dalam Injil dan Alkitab yang ada sekarang ini layak untuk dipercayai.
Bagian terbesar dalam Perjanjian Baru adalah 13 suratPaulus untuk gereja-gereja muda dan beberapa individu. Surat-surat Paulus, yang ditulis sekitar pertengahan tahun 40 hingga pertengahan tahun 60 (12-33 tahun setelah Kristus) merupakan tulisan-tulisan pertama tentang kehidupan dan pengajaran Yesus. Will Durant menulis tentang pentingnya tulisan-tulisan Paulus dari segi sejarah, "Bukti Kristen tentang Kristus dimulai dari surat-surat yang ditulis oleh Santo Paulus. ... Tidak ada yang pernah mempertanyakan eksistensi Paulus, atau perjumpaannya beberapa kali dengan Petrus, Yakobus, dan Yohanes; dan Paulus mengaku dengan iri bahwa orang-orang tersebut telah mengenal Yesus secara langsung." Dari hal tersebut jelas bahwa ada Injil yang ditulis oleh orang yang tidak pernah bertemu Yesus secara langsung (khususnya Injil Lukas), sehingga bias penulisan Kitab Suci bisa terjadi, meskipun dapat saja segera dikoreksi oleh para saksi mata yang masih hidup saat itu.[47]
fragmen - c.114 beberapa buku - c.200 hampir lengkap - c.250 lengkap - c.325
+50 tahun 100 tahun 150 tahun 225 tahun
5.366
Kelompok Jesus Seminar berpendapat bahwa Injil-Injil ditulis paling awal tahun 130 hingga 150 oleh penulis yang tidak diketahui (!), jika hal tersebut benar, maka ada kira-kira 100 tahun setelah kematian Yesus (oleh sejarawan diperkirakan antara tahun 30-33). Namun hampir semua sejarawan Kristen lainnya menolak pandangan yang tidak didukung bukti jelas ini, bahkan telah mencapai konsensus bahwa Injil ditulis oleh para rasul pada abad pertama, walaupun masih ada perbedapatan oleh rasul yang mana. Tiga bukti kuat mengenai hal tersebut adalah:
Dokumen-dokumen ajaran sesat seperti pengikut Marsion dan Valentinus dari abad pertama dan awal abad ke-2 yang sudah mengutip dari Alkitab bagian Perjanjian Baru.
Dokumen-dokumen yang ditulis oleh sumber sejarah mula-mula, seperti Klemens dari Roma, Ignatius, dan Polikarpus yang mengutip sebagian besar kitab-kitab yang ada sekarang ini.
Fragmen Injil yang ditemukan dan dengan penanggalan-karbon diperkirakan berasal dari paling akhir tahun 117
Arkeologis Alkitab William F. Albright menyimpulkan bahwa keseluruhan Perjanjian Baru ditulis "sangat mungkin antara tahun 50 M dan 75 M",[50] sementara skeptis John A. T. Robinson bahkan memberikan tanggal yang lebih awal daripada kaum konservatif, yaitu sekitar tahun 40 dan 65.[51] Jika benar bahwa Perjanjian Baru ditulis pada pertengahan hingga akhir abad pertama, maka para rasul yang pada saat itu masih hidup dapat membuktikan kebenarannya dan segala kesalahan sejarah akan segera tampak baik oleh para saksi mata maupun penentang orang Kristen.
Tulisan asli para rasul disimpan secara saksama oleh para gereja, namun penyimpanan yang paling saksama pun tidak dapat bertahan terhadap pendudukan Romawi, perjalanan waktu selama 2000 tahun, dan proses disintegrasi. Saat ini tidak ada yang tersisa dari tulisan-tulisan asli tersebut. Manuskrip asli semuanya hilang, meskipun para ahli masih berharap suatu ketika kejadian Gulungan Laut Mati terulang kembali. Namun tidak hanya Alkitab yang bernasib demikian; tidak ada dokumen asli lainnya dari zaman kuno yang selamat hingga saat ini. Para sejarawan tidak terganggu dengan hal tersebut asalkan mereka memiliki salinan yang dapat dipercayai.
Pada awal sejarah kekristenan, jumlah gereja yang semakin bertambah menghasilkan semakin banyak salinan yang ditulis di bawah pengawasan ketat oleh para pemimpin gereja. Mengikuti tradisi Yahudi dalam menyalin Perjanjian Lama, setiap kata dengan hati-hati disalin dan apabila ada satu kata yang salah maka seluruh perkamen atau papirus tersebut harus dimusnahkan. Jadi sekarang ini para ahli dapat mempelajari tulisan asli para rasul dari salinan dari salinan yang disalin dengan hati-hati, untuk menentukan keotentisitasan sehingga tiba pada sebuah perkiraan yang sangat dekat dengan dokumen aslinya. Tes yang digunakan untuk menentukan keabsahan salinan yang selamat antara lain:
Tes bibliografis. Tes ini membandingkan dengan dokumen kuno lain dari periode yang sama. Yang dibandingkan adalah jumlah salinan yang eksis saat ini, jarak waktu antara tulisan asli dan salinan paling awal yang selamat, dan perbandingan sejarah dengan dokumen kuno yang lain. Lebih dari 5000 manuskrip salinan dalam bahasa Yunani telah ditemukan, dan jika dihitung dalam bahasa-bahasa lain, jumlah tersebut menjadi 24000, semuanya berasal dari abad kedua hingga abad keempat. Selain itu selisih waktu tulisan asli dan salinan paling awal juga tidak begitu jauh (lihat tabel). Codex Vaticanus dan Codex Sinaiticus merupakan dua salinan Alkitab yang hampir lengkap dari abad ketiga hingga abad keempat.
Tes bukti internal. Tes ini mempertanyakan konsistensi saksi mata, detail nama orang, nama tempat, dan nama kejadian, surat kepada individu atau kelompok kecil, kejadian yang memalukan sang penulis, kehadiran materi yang tidak relevan atau kontra-produktif, dan tidak adanya materi yang relevan. Jika keempat Injil menulis hal yang sama persis, maka hal itu menjadi patut dicurigai. Para saksi mata yang menuliskan Injil menceritakan kisah Yesus dari perspektif yang berbeda-beda, namun catatan mereka tetap konsisten satu dengan yang lain, sehingga secara keseluruhan, keempat Injil memberikan gambaran yang jelas dan utuh tentang Yesus. Sejarawan juga menyukai detail karena hal tersebut mempermudah pelacakan kebenaran. Surat-surat Paulus dan keempat Injil penuh dengan detail nama orang, nama tempat, dan kejadian dan banyak di antaranya telah dibuktikan oleh sejarawan dan arkeologis. Nama-nama yang dikarang oleh penulis Injil akan dengan mudah ditemukan oleh orang-orang yang menentang mereka, para imam Yahudi dan tentara Romawi. Ahli sejarah Louis Gottschalk berpendapat bahwa surat yang tidak dipublikasikan secara umum dan ditujukan pada seseorang atau sekelompok kecil orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk dapat dipercaya, sedangkan sejarawan lain mengemukakan bahwa kebanyakan penulis tidak ingin mempublikasikan sesuatu yang memalukan mereka sendiri, oleh karena itu dokumen yang menuliskan hal yang memalukan para penulisnya secara umum lebih dapat dipercayai. Penyangkalan Petrus, kejahatan Paulus, dan banyak contoh yang lain tidak akan dicantumkan kecuali jika mereka benar-benar ingin memberikan laporan mengenai kejadian yang sesungguhnya. Selain tes-tes di atas, sejarawan juga mencari materi-materi kontraproduktif dan tidak relevan. Hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan (Yesus mati disalib padahal dianggap akan menyelamatkan Israel, kubur Yesus yang kosong ditemukan oleh wanita padahal zaman itu kesaksian wanita tidak dianggap sama sekali) dan detail-detail yang tidak berhubungan dengan cerita utama dan hanya disinggung sekali saja dianggap sebagai tanda bahwa materi-materi tersebut memang benar-benar terjadi atau mereka tidak akan dituliskan. Demikian pula dengan isu-isu yang dihadapi oleh gereja abad pertama ─ pengabaran Injil kepada non-Yahudi, karunia Roh Kudus, sakramen baptis, kepemimpinan gereja ─ sedikit sekali disinggung oleh Yesus. Adalah masuk akal jika para rasul hanya ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan menambahkan materi-materi ke dalam Injil yang ditulis. Dalam satu masalah, Paulus dengan terus terang berkata, "Untuk mereka aku tidak mendapat perintah dari Tuhan"
Tes bukti eksternal. Tes ini mengukur reliabilitas suatu dokumen dengan membandingkan dengan catatan sejarah yang lain. Dalam hal ini yaitu catatan sejarah non-Kristen tentang Yesus. Paling tidak ada tujuh belas tulisan non-Kristen yang mencatat lebih dari lima puluh detail tentang kehidupan, pengajaran, kematian, dan kebangkitan Yesus, ditambah dengan detail gereja mula-mula[52] Lebih jauh lagi, reliabilitas Perjanjian Baru didukung oleh lebih dari 36.000 dokumen non-Alkitab (kutipan dari pemimpin gereja tiga abad pertama) sehingga jika seluruh salinan Perjanjian Baru hilang, maka para ahli dapat merekonstruksi ulang menggunakan dokumen-dokumen tersebut dengan perkecualian beberapa ayat saja.[53]
Teks Alkitab Bahasa Indonesia sudah ada sejak lama. Sejak awal abad ke-17 (tahun 1612 di Batavia) hingga saat ini sudah ada paling sedikit 22 versi dan porsi Alkitab yang pernah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Melayu-Indonesia (modern dan kuno, rendah, dan tinggi),[54] di antaranya yang paling sering digunakan dewasa ini adalah Terjemahan Baru (TB), Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), dan Firman Allah Yang Hidup (FAYH).
^(Inggris)Bible Hub – The NT generally uses 1124 (graphḗ) for the Hebrew Scriptures (the OT) – but see also 2 Tim 3:16 and 2 Pet 3:16. 1124 (graphḗ) was used for the Hebrew Scriptures as early as Aristeas (about 130 bc; so MM)
^Tour, Insight (2020-09-28). "Alkitab, Kitab Suci Agama Kristen". Insight Tour (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2023-10-07.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"Perjanjian Baru". www.churchofjesuschrist.org. Diakses tanggal 2023-10-07.
^Westcott, B. F. (1881). A General Survey of the History of the Canon of the New Testament (5th ed.). Edinburgh. hlm. 440, 541–2.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
^(Indonesia) Bob Phillips, "Find It in the Bible - Lists, Lists, and more List", Immanuel, Jakarta 2007
^Menurut situs resmi jesusseminar.org, "Jesus Seminar adalah organisasi di bawah Westar Institute untuk memperbarui misi pencarian Yesus yang ada dalam sejarah. Dalam debat yang berlangsung ketat, Persekutuan dalam Seminar mengadakan pemungutan suara, menggunakan manik-manik bewarna-warni untuk mengindikasikan seberapa jauh keakuratan perkataan atau perbuatan Yesus."
^Will Durant, Caesar and Christ, vol. 3 dari The Story of Civilization; New York: Simon & Schuster, 1972; 555.
^Josh McDowell, Evidence That Demands a Verdict, vol. 1; Nashville: Nelson, 1979), 38.
^William F. Albright, Towards a More Conservative View, Christianity Today, January 18, 1993, 3.
^John A. T. Robinson, Redating the New Testament, dikutip dalam tulisan Norman L. Geisler dan Frank Turek, I Don't Have Enough Faith To Be An Atheist; Wheaton, IL; Crossway, 2004, 243.
^GaryR. Habermas, "Why I Believe the New Testament is Historically Reliable," Why I am a Christian, eds Norman L. Geisler & Paul K. Hoffman; Grand Rapids, MI: Baker, 2001, 150
^Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament; New York: Oxford University Press, 1992, 86.
Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. ISBN978-602-250-517-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)