Perang Obor atau disebut juga obor-oboran, merupakan salah satu upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara.[1] Perang Obor rutin digelar setiap pada Senin Pahing, malam Selasa Pon di Bulan Dzulhijjah dalam kalender Jawa atau Arab.[2]
Spesifikasi obor
Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk digunakan sebagai alat untuk saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang memunculkan nama Perang Obor.[3]
Legenda Ki Gemblong
Upacara ini didasarkan atas legenda Ki Gemblong yang dipercaya oleh Kyai Babadan untuk merawat dan menggembalakan ternaknya. Namun karena terlena dengan ikan dan udang di sungai, ternak tersebut terlupakan sehingga sakit atau mati. Kyai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian Ki Gemblong, memukul Ki Gemblong dengan obor dari pelapah kelapa. Akibatnya ia menggunakan obor serupa untuk membela diri. Tanpa diduga, benturan kedua obor menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang. Ternak yang awalnya sakit tiba-tiba menjadi sembuh.[4] Kepercayaan terhadap api obor yang mampu mendatangkan kesehatan dan menolak bala inilah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan upacara Perang Obor.[1]
Makanan
Mau tidak mau, Kintelan memang sangat akrab dengan Festival Perang Obor. Banyak juga warga yang datang ke festival Perang Obor demi berburu makanan unik khas Jepara ini. Meski penjualnya cukup banyak, tetapi antrian dan kerumunan besar sulit dihindari. Kintelan[5] memang meruupakan makanan yang sulit di jumpai selain di event festival Perang Obor, karena makanan ini erat hubungannya dengan adat warga Desa Tegalsambi.
Catatan kaki