Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Masjid Ibnu Tulun

Masjid Ibnu Tulun
Masjid Ibnu Tulun
PetaKoordinat: 30°1′43.500″N 31°14′58.301″E / 30.02875000°N 31.24952806°E / 30.02875000; 31.24952806
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiKairo, Mesir
Arsitektur
TipeMasjid
Rampung879

Masjid Ibnu Tulun atau Masjid al-Maydan (مسجد أحمد بن طولون) adalah masjid yang berada di kota Kairo Mesir. Masjid Ibnu Tulun dibangun pada tahun 876-879 dimasa pemerintahan Ahmad Ibn Tulun, penguasa Mesir pertama dari dinasti Ibnu Tulun yang berkuasa di Mesir selama 135 tahun.[1] Masjid yang sudah berumur ratusan tahun namun cukup terawat baik ini menjadi salah satu peninggalan masa kejayaah Islam di Mesir. Masjid ini juga menjadi masjid tertua kedua di Mesir setelah Masjid Amr Bin Ash.

Masjid ini berada di tengah tengah kawasan Al-Qatai yang merupakan bekas kota keluarga kerajaan dinasti Ibnu Tulun, Al-Qatai berada sekitar dua kilometer dari wilayah kota tua Al-Fustat. Di Al-Basatin, al-Saliba Street, Kairo, Mesir

Sejarah

Pemandangan masjid dari atas

Masjid ini dibangun oleh Ahmad Ibn Tulun (berkuasa tahun 868–884 ) pada tahun 876M dan selesai tahun 879M. Ahmad Ibn Tulun yang dikenal sebagai pendiri Dinasti Tulun di Mesir, merupakan putra dari seorang budak semasa pemerintahan Khalifah Alma’mun dari dinasti Abbasiah, Dia lahir di Baghdad (Irak) pada bulan Ramadhan 200H (September 835M). Dia dikirim ke Mesir tahun 868 sebagai gubernur Al-Fustat, Dalam dua tahun dia menjadi Gubernur bagi seluruh negeri Mesir menggantikan ayah angkatnya yang wafat pada tahun 870M.

Dia kemudian menolak mengirimkan upeti tahunan ke pemerintahan Abasiah dan bahkan membentuk provinsi merdeka dibawah pemerintahannya sendiri lepas dari pemerintahan Khalifah Abbasiah, Dinasti Tulun kemudian memerintah di Mesir selama 135 tahun hingga tahun 905M. Semasa berkuasa Ahmad Ibn Tulun mendirikan kota kerajaan di atas bukit batu yang disebut Jabal Yashkur (bukit Syukur) dekat dengan kawasan Muqattam di Timur laut Al-Fustat, proses pembangunan kawasan baru tersebut turut menggusur pemakaman Kristen dan Yahudi yang berada di perbukitan tersebut.

Masjid tersebut dibangun menggantikan Masjid Amr yang terlalu sempit untuk menampung pasukan dan para pengikut Ibnu Tulun yang begitu besar. Tahun 905 ketika dinasti Abbasiah mengambil alih kembali kendali atas wilayah Mesir, kerajaan tersebut dihancur leburkan hingga rata dengan tanah. Dari kehancuran tersebut tersisa bangunan masjid yang berada di tengah tengah lokasi bekas kota kebanggaan Ahmad Ibnu Tulun tersebut.

Istana Ibnu Tulun yang diberi nama Dar Al-Imara terhubung langsung dengan masjid pada sisi kiblat, disediakan pintu khusus disamping mimbar sebagai akses khusus bagi Ibnu Tulun ke dalam masjid. Masjid ini digunakan oleh dinasti Fatimiyah untuk acara acara selama bulan suci Ramadhan. Juga sempat mengalami kerusakan semasa digunakan sebagai persinggahan bagi para jemaah dari Afrika Utara ke Hijaz (kini Saudi Arabia) pada abad ke 12. Namun kemudian di restorasi dan dibangun kembali dengan fungsi sebagai madrasah oleh 'Alam al-Din Sanjar al-Dawadar atas perintah dari penguasa Dinasti Mamluk, Sultan Lajin, pada tahun 1296M. (Sultan Lajin adalah orang yang turut bersekongkol dalam pembunuhan Sultan al-Ashraf Khalil ibn Qalawun, saat dia bersembunyi di dalam masjid dia berjanji dalam hati akan merestorasi masjid tersebut bila dia selamat).

Arsitekural Masjid Ibnu Tulun

Pemandangan dari sisi dalam masjid

Masjid Ibnu Tulun keseluruhannya seluas 2,6 hektare. (Ukuran yang jauh lebih luas dari satu lapangan sepak bola) Dengan dimensi 162m x 162 m. sedangkan bangunan masjid nya sendiri berukutan 140m x 116m, Ukuran tersebut sudah termasuk pelataran masjid di bagian tengah seukuran 90m x 90m. dengan ukuran sebesar itu masjid Ibnu Tulun ini setara dalam luasnya dengan Masjid Agung Damaskus yang dibangun dimasa Khekhalifahan Bani Umayyah di Syria.

Secara kasatmata masjid Ibnu Tulun mencerminkan arsitektural Samarra, kampung halaman Ahmad Ibnu Tulun di Irak. Reka bentuk hingga bentangan masjid ini sangat mirip dengan masjid agung Samarra yang kini tinggal puing dan tidak difungsikan lagi. Bahkan bangunan menara pertama masjid Ibnu Tulun inipun dibangun dalam bentuk spiral seperti bangunan menara pada Masjid Agung Kota Samarra, Irak. Sebelum kemudian mengalami perubahan bentuk setelah beberapa kali renovasi oleh para penguasa setelah dia.

Keseluruhan bangunan masjid dibangun menggunakan bata merah yang kemudian diperindah dengan ukiran lapisan plester semen, ukiran dalam bentuk yang berliku liku dengan atap ditopang oleh arcade di atas pilar pilar besar. Menara batu berbentuk spiral di bagian tengah masjid dengan Mabkhara finial (bentuk kubah bertulang di atas struktur octagonal) dibangun oleh ulang oleh Sultan Lajin tahun 1296.

Tempat wudhu yang dibangun di lokasi bangunan fawara (pancuran air) dibangun oleh Ibnu Tulun dan kemudian hancur dalam kebakaran thaun 986. Bangunan tersebut penuh dengan dekorasi merupakan gedung terpisah berupa pavilion yang terdiri dari kubah yang ditopang oleh kolom kolom batu pualam bersepuh emas. Fasilitas bersuci ini aslinya dibangun bersama dengan klinik berada di dalam ziyada untuk kepentingan higinitas.

Pengaruh arsitektutal Andalusia ini dikarenakan danya pemukim muslim Andalusia di wilayah Mesir kala itu, mereka merupakan para pengungsi yang terusir dari Andalusia oleh penaklukan Kristen tahun 1212-1260. Keseluruhan dinding mihrab masjid ini dihiasi dengan ukiran berbahan plester semen dan kayu serta mozaik kaca pada bagian atas dan panel manner pada bagian bawah mihrab. Pada bagian atas mihrab terpahat tulisan dua kalimat syahadat menggunakan gaya tulisan kaligrafi Kufi.

Di dalam ruang sholat utama di bagian dalam masjid yang menghadap langsung ke arah mihrab, terdapat lima baris pilar yang membentuk kendali ruangan. Makan terdapat lima baris ruangan yang terbentuk di antara pilar pilar tersebut secara parallel terhadap mihrab mulai dari garis batas shaf terdepan. Barisan pilar parallel tersebut mengakomodir sebanyak 80 tiang yang melintang satu sama lain nya menopang lengkungan lengkungan identik satu sama lain di atasnya. Menara spiral.[2]

Ciri khas dari Masjid Ibnu Tulun ini adalah menara spiral yang ada di bagian belakang masjid. Arsitektur menara berbentuk spiral ini juga dapat ditemui pada bangunan Masjid Agung Samarra di Irak. Berbeda dengan menara Masjid Agung Samarra yang terpisah dengan bangunan utama, menara spiral yang terdapat pada masjid Ibnu Tulun ini justru menyatu dengan bangunan masjid. Bahkan, untuk menaiki menaranya, setiap orang bisa melakuannya setelah naik ke lantai dua.

Caranya, saat keluar dari pintu utama masjid, berjalanlah ke arah belakang untuk naik ke menara spiral yang ada di luar masjid. Dari sini ada tangga menuju lantai atas masjid sekaligus ke menara spiral. Lantai atas masjid merupakan ruang terbuka yang sangat luas, tanpa pembatas atau pagar yang mengitarinya. Karena itu, harus berhati-hati jika berjalan menuju ke tengah untuk melihat courtyard dari atas jika tidak ingin jatuh ke lantai dasar.

Gambar-gambar

Panorama

Pandangan Masjid Ibnu Tulun

Catatan Kaki

  1. ^ al-Maqrīzī, Khiţaţ, II, pp. 265 ff.
  2. ^ Doris Behrens-Abouseif. Islamic Architecture in Cairo: an introduction. Leiden & New York: E.J. Brill, 1989. p 55.

Referensi

  • Nicholas Warner. The Monuments of Historic Cairo: a map and descriptive catalogue. Cairo: American University in Cairo Press, 2005.
  • Doris Behrens-Abouseif. Islamic Architecture in Cairo: an Introduction Cairo: American University in Cairo Press, 1989.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya