Bumi adalah planet terdekat ketiga dari Matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam Tata Surya. Bumi juga merupakan planet terbesar dari empat planet kebumian di Tata Surya. Bumi terkadang disebut dengan dunia atau "Planet Biru".[23]
Litosfer Bumi terbagi menjadi beberapa segmen kaku, atau lempeng tektonik, yang mengalami pergerakan di seluruh permukaan Bumi selama jutaan tahun. Lebih dari 70% permukaan Bumi ditutupi oleh air,[26] dan sisanya terdiri dari benua dan pulau-pulau yang memiliki banyak danau dan sumber air lainnya yang bersumbangsih terhadap pembentukan hidrosfer. Kutub Bumi sebagian besarnya tertutup es; es padat di Antarktika dan es laut di paket es kutub. Interior Bumi masih tetap aktif, dengan inti dalam terdiri dari besi padat, sedangkan inti luar berupa fluida yang menciptakan medan magnet, dan lapisan tebal yang relatif padat di bagian mantel.
Bumi berinteraksi secara gravitasi dengan objek lainnya di luar angkasa, terutama Matahari dan Bulan. Ketika mengelilingi Matahari dalam satu orbit, Bumi berputar pada sumbunya sebanyak 366,26 kali, yang menciptakan 365,26 hari matahari atau satu tahun sideris.[catatan 7] Perputaran Bumi pada sumbunya miring 23,4° dari serenjangbidang orbit, yang menyebabkan perbedaan musim di permukaan Bumi dengan periode satu tahun tropis (365,24 hari matahari).[27] Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, yang mulai mengorbit Bumi sekitar 4,53 miliar tahun yang lalu. Interaksi gravitasi antara Bulan dengan Bumi merangsang terjadinya pasang laut, menstabilkan kemiringan sumbu, dan secara bertahap memperlambat rotasi Bumi.
Bumi adalah tempat tinggal bagi jutaan makhluk hidup, termasuk manusia.[28] Sumber daya mineral Bumi dan produk-produk biosfer lainnya bersumbangsih terhadap penyediaan sumber daya untuk mendukung populasi manusia global.[29] Wilayah Bumi yang dihuni manusia dikelompokkan menjadi 200 negara berdaulat, yang saling berinteraksi satu sama lain melalui diplomasi, pelancongan, perdagangan, dan aksi militer.
Dalam bahasa Indonesia, kata bumi berasal dari bahasa Sanskertabhumi, yang berarti tanah, dan selalu ditulis dengan huruf kapital ("Bumi"), untuk merujuk pada planet Bumi, sementara "bumi" dengan huruf kecil merujuk pada permukaan dunia, atau tanah.[32]
Bumi tergolong planet kebumian yang umumnya terdiri dari bebatuan, bukannya raksasa gas seperti Jupiter. Bumi adalah planet terbesar dari empat planet kebumian lainnya menurut ukuran dan massa. Dari keempat planet tersebut, Bumi merupakan planet dengan kepadatan tertinggi, gravitasi permukaan tertinggi, medan magnet terkuat, dan rotasi tercepat,[33] dan diperkirakan juga merupakan satu-satunya planet dengan tektonik lempeng yang aktif.[34]
Bentuk Bumi kira-kira menyerupai sferoid pepat, bola yang bentuknya tertekan pipih di sepanjang sumbu dari kutub ke kutub sehingga terdapat tonjolan di sekitar khatulistiwa.[35] Tonjolan ini muncul akibat rotasi Bumi, yang menyebabkan diameter khatulistiwa 43 km (kilometer) lebih besar dari diameter kutub ke kutub.[36] Karena hal ini, titik terjauh permukaan Bumi dari pusat Bumi adalah gunung api Chimborazo di Ekuador, yang berjarak 6.384 kilometer dari pusat Bumi, atau sekitar 2 kilometer lebih jauh jika dibandingkan dengan Gunung Everest.[37] Diameter rata-rata bulatan Bumi adalah 12.742 km, atau kira-kira setara dengan 40.000 km /π, karena satuan meter pada awalnya dihitung sebagai 1/10.000.000 jarak dari khatulistiwa ke Kutub Utara melewati Paris, Prancis.[38]
Topografi Bumi mengalami deviasi dari bentuk sferoid ideal, meskipun dalam skala global deviasi ini tergolong kecil: Bumi memiliki tingkat toleransi sekitar 584, atau 0,17% dari sferoid sempurna, lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat toleransi pada bola biliar (0,22%).[39] Deviasi tertinggi dan terendah pada permukaan Bumi terdapat di Gunung Everest (8.848 m di atas permukaan laut) dan Palung Mariana (10.911m di bawah permukaan laut). Karena adanya tonjolan khatulistiwa, lokasi di permukaan Bumi yang berada paling jauh dari pusat Bumi adalah puncak Chimborazo di Ekuador dan Huascarán di Peru.[40][41][42]
Massa Bumi adalah sekitar 5,98×1024kg. Komposisi Bumi sebagian besarnya terdiri dari besi (32,1%), oksigen (30,1%), silikon (15,1%), magnesium (13,9%), belerang (2,9%), nikel (1,8%), kalsium (1,5%), dan aluminium (1,4%); sisanya terdiri dari unsur-unsur lainnya (1,2%). Akibat segregasi massa, bagian inti Bumi diyakini mengandung besi (88,8%), dan sejumlah kecil nikel (5,8%), belerang (4,5%), dan kurang dari 1% unsur-unsur lainnya.[44]
Ahli geokimia F. W. Clarke menghitung lebih dari 47% kerak Bumi mengandung oksigen. Konstituen batuan yang umumnya terdapat pada kerak Bumi hampir semuanya merupakan senyawa oksida; klorin, belerang, dan fluor adalah tiga pengecualian, dan jumlah total kandungan unsur ini dalam batuan biasanya kurang dari 1%. Oksida utama yang terkandung dalam kerak Bumi adalah silika, alumina, besi oksida, kapur, magnesia, kalium, dan soda. Silika pada umumnya berfungsi sebagai asam, yang membentuk silikat, dan mineral paling umum yang terdapat pada batuan beku adalah senyawa ini. Berdasarkan analisisnya terhadap 1.672 jenis batuan di kerak Bumi, Clarke menyimpulkan bahwa 99,22% kerak Bumi terdiri dari 11 oksida (lihat tabel di sebelah kanan).[45]
Interior Bumi, seperti halnya planet kebumian lainnya, dibagi menjadi sejumlah lapisan menurut kandungan fisika atau kimianya (reologi). Namun, tidak seperti planet kebumian lainnya, Bumi memiliki inti luar dan inti dalam yang berbeda. Lapisan luar Bumi secara kimiawi berupa kerak padat silikat yang diselimuti oleh mantel viskose padat. Kerak Bumi dipisahkan dari mantel oleh diskontinuitas Mohorovičić, dengan ketebalan kerak yang bervariasi; ketebalan rata-ratanya adalah 6 km di bawah lautan dan 30-50 km di bawah daratan. Kerak Bumi, serta bagian kaku dan dingin di puncak mantel atas, secara kolektif dikenal dengan litosfer, dan pada lapisan inilah tektonika lempeng terjadi. Di bawah litosfer terdapat astenosfer, lapisan dengan tingkat viskositas yang relatif rendah dan menjadi tempat melekat bagi litosfer. Perubahan penting struktur kristal di dalam mantel terjadi pada kedalaman 410 dan 660 km di bawah permukaan Bumi, yang juga mencakup zona transisi yang memisahkan mantel atas dengan mantel bawah. Di bawah mantel, terdapat fluida inti luar dengan viskositas yang sangat rendah di atas inti dalam.[46] Inti dalam Bumi mengalami perputaran dengan kecepatan sudut yang sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian planet lainnya, sekitar 0,1-0,5° per tahun.[47]
Panas dalam Bumi berasal dari perpaduan antara panas endapan dari akresi planet (sekitar 20%) dan panas yang dihasilkan oleh peluruhan radioaktif (80%).[50]Isotop penghasil panas utama Bumi adalah kalium-40, uranium-238, uranium-235, dan torium-232.[51] Di pusat Bumi, suhu bisa mencapai 6.000 °C,[52] dan tekanannya mencapai 360 GPa.[53] Karena sebagian besar panas Bumi dihasilkan oleh peluruhan radioaktif, para ilmuwan percaya bahwa pada awal sejarah Bumi, sebelum isotop dengan usia pendek terkuras habis, produksi panas Bumi yang dihasilkan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan saat ini. Panas yang dihasilkan pada masa itu diperkirakan dua kali lebih besar daripada saat ini, kira-kira 3 miliar tahun yang lalu,[50] dan hal tersebut akan meningkatkan gradien suhu di dalam Bumi, meningkatkan tingkat konveksi mantel dan tektonik lempeng, serta memungkinkan pembentukan batuan beku seperti komatiites, yang tidak bisa terbentuk pada masa kini.[54]
Rata-rata pelepasan panas Bumi adalah 87 mW m−2, dan 4.42 × 1013 W untuk panas global.[56] Sebagian energi panas di dalam inti Bumi diangkut menuju kerak oleh bulu mantel; bentuk konveksi yang terdiri dari batuan bersuhu tinggi yang mengalir ke atas. Bulu mantel ini mampu menghasilkan bintik panas dan basal banjir.[57] Panas Bumi yang selebihnya dilepaskan melalui lempeng tektonik oleh mantel yang terhubung dengan punggung tengah samudra. Pelepasan panas terakhir dilakukan melalui konduksi litosfer, yang umumnya terjadi di samudra karena kerak di sana jauh lebih tipis jika dibandingkan dengan kerak benua.[58]
Lapisan luar Bumi yang berbentuk lapisan kaku, disebut dengan litosfer, terpecah menjadi potongan-potongan yang disebut dengan lempeng tektonik. Lempeng-lempeng ini merupakan segmen kaku yang saling berhubungan dan bergerak pada salah satu dari tiga jenis batas lempeng. Ketiga batas lempeng tersebut adalah batas konvergen, tempat dua lempeng bertumbukan; batas divergen, tempat dua lempeng saling menjauh; dan batas peralihan, tempat dua lempeng saling bersilangan secara lateral. Gempa bumi, aktivitas gunung berapi, pembentukan gunung, dan pembentukan palung laut terjadi di sepanjang batas lempeng ini.[60] Lempeng tektonik berada di atas astenosfer, lapisan mantel yang bentuknya padat, tetapi tidak begitu kental yang bisa mengalir dan bergerak bersama lempeng,[61] dan pergerakan ini disertai dengan pola konveksi dalam mantel Bumi.
Karena lempeng tektonik berpindah di seluruh Bumi, lantai samudra mengalami penunjaman di bawah tepi utama lempeng pada batas konvergen. Pada saat yang bersamaan, material mantel pada batas divergen membentuk punggung tengah samudra. Perpaduan kedua proses ini secara berkelanjutan terus mendaur ulang kerak samudra kembali ke dalam mantel. Karena proses daur ulang ini, sebagian besar lantai samudra berusia kurang dari 100 Ma. Kerak samudra tertua berlokasi di Pasifik Barat, yang usianya diperkirakan 200 Ma.[62][63] Sebagai perbandingan, kerak benua tertua berusia 4030 Ma.[64]
Permukaan padat Bumi menurut persentase dari luas total permukaan Bumi
Punggung samudra (22.1%)
Lantai cekungan samudra (29.8%)
Pegunungan benua (10.3%)
Dataran rendah benua (18.9%)
Landas benua dan lereng (11.4%)
Tanjakan benua (3.8%)
Busur pulau vulkanik, palung laut, gunung api dasar laut, dan perbukitan (3.7%)
Permukaan Bumi bervariasi dari tempat ke tempat. Sekitar 70,8%[13] permukaan Bumi ditutupi oleh air, dan terdapat banyak landas benua di bawah permukaan laut. Luas permukaan Bumi yang ditutupi oleh air setara dengan 361,132 million km2 (139,43 juta sq mi).[67] Permukaan Bumi yang terendam memiliki bentang pegunungan, termasuk rangkaian punggung tengah samudra dan gunung api bawah laut,[36] bentang lainnya adalah palung laut, lembah bawah laut, dataran tinggi samudra, dan dataran abisal. Sisanya, 29,2% (148,94 million km2 atau 57,51 juta sq mi) permukaan Bumi dilingkupi oleh daratan, yang terdiri dari pegunungan, padang gurun, dataran tinggi, pesisir, dan geomorfologi lainnya.
Permukaan Bumi mengalami pembentukan kembali pada periode waktu geologi karena aktivitas tektonik dan erosi. Permukaan Bumi yang terbentuk atau mengalami deformasi akibat tektonika lempeng merupakan permukaan yang mengalami pelapukan oleh curah hujan, siklus termal, dan pengaruh kimia. Glasiasi, erosi pantai, pembentukan terumbu karang, dan tubrukan meteorit besar[68] merupakan beberapa peristiwa yang memicu pembentukan kembali lanskap permukaan Bumi.
Kerak benua terdiri dari material dengan kepadatan rendah seperti batuan bekugranit dan andesit. Batuan dengan persentase kecil adalah basal, batuan vulkanik padat yang merupakan konstituen utama lantai samudra.[69]Batuan sedimen terbentuk dari akumulasi sedimen yang terpadatkan. Hampir 75% permukaan benua ditutupi oleh batuan sedimen, meskipun batuan itu sendiri hanya membentuk 5% bagian kerak Bumi.[70] Batuan ketiga yang paling umum terdapat di permukaan Bumi adalah batuan metamorf, yang terbentuk dari transformasi batuan yang sudah ada akibat tekanan tinggi, suhu tinggi, atau keduanya. Mineral silikat yang ketersediaannya paling melimpah di permukaan Bumi adalah kuarsa, feldspar, amfibol, mika, piroksen, dan olivin.[71] Sedangkan mineral karbonat paling umum adalah kalsit (ditemukan pada batu kapur dan dolomit).[72]
Pedosfer adalah lapisan terluar Bumi yang menjadi tempat terjadinya proses pembentukan tanah. Lapisan ini terletak pada antarmuka litosfer, atmosfer, hidrosfer, dan biosfer. Total permukaan tanah saat ini adalah 13,31% dari luas total permukaan Bumi, dan dari jumlah tersebut, hanya 4,71% yang ditanami secara permanen.[14] Hampir 40% permukaan tanah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan padang rumput, dengan rincian 1,3×107 km2 lahan pertanian dan 3,4×107 km2 padang rumput.[73]
Ketinggian permukaan tanah Bumi bervariasi. Titik terendah berada pada ketinggian −418 m di Laut Mati, sedangkan titik tertinggi adalah 8.848 m di puncak Gunung Everest. Ketinggian rata-rata permukaan tanah dihitung dari permukaan laut adalah 840 m.[74]
Secara logis, Bumi dibagi menjadi Belahan Utara dan Selatan yang berpusat di masing-masing kutub. Namun, Bumi secara tidak resmi juga dibagi menjadi Belahan Bumi Barat dan Timur. Permukaan Bumi secara tradisional dibagi menjadi tujuh benua dan berbagai laut. Setelah manusia menghuni dan mengelola Bumi, hampir semua permukaan dibagi menjadi negara-negara. Hingga tahun 2013, terdapat 196 negara berdaulat dengan jumlah penduduk sekitar 7 miliar yang menghuni permukaan Bumi.[75]
Ketersediaan air yang begitu banyak di permukaan Bumi merupakan hal unik yang membedakan "Planet Biru" dengan planet lainnya di Tata Surya. Hidrosfer Bumi pada umumnya terdiri dari lautan, namun secara teknis juga mencakup semua perairan yang terdapat di permukaan Bumi, termasuk danau, sungai, laut pedalaman, dan air bawah tanah di kedalaman 2.000 m. Perairan terdalam dari permukaan Bumi adalah Challenger Deep di Palung Mariana, Samudra Pasifik, dengan kedalaman 10.911,4 m di bawah permukaan laut.[catatan 11][76]
Massa lautan kira-kira 1,35×1018metrik ton, atau sekitar 1/4400 dari massa total Bumi. Lautan mencakup area seluas 3,618×108km2, dengan kedalaman rata-rata 3682 m, dan volume air sekitar 1,332×109km3.[77] Jika daratan di permukaan Bumi tersebar merata, maka ketinggian air akan naik lebih dari 2,7 km.[catatan 12] Sekitar 97,5% perairan Bumi adalah air asin, sedangkan 2,5% sisanya adalah air tawar. Sekitar 68,7% air tawar yang terdapat di permukaan Bumi pada saat ini adalah es, sedangkan selebihnya membentuk danau, sungai, mata air, dan sebagainya.[78]
Tingkat keasinan rata-rata lautan di Bumi adalah 35 gram garam per kilogram air laut (3,5% garam).[79] Sebagian besar garam ini dihasilkan oleh aktivitas vulkanis atau hasil ekstraksi batuan beku.[80] Lautan juga menjadi reservoir bagi gas atmosfer terlarut, yang keberadaannya sangat penting bagi kelangsungan hidup sebagian besar organisme air.[81] Air laut memiliki pengaruh besar terhadap iklim dunia; lautan berfungsi sebagai reservoir panas utama.[82] Perubahan suhu di lautan juga bisa menyebabkan perubahan cuaca di berbagai belahan dunia, misalnya El Niño–Osilasi Selatan.[83]
Rata-rata tekanan atmosfer di permukaan Bumi adalah 101,325 kPa, dengan ketingggian skala sekitar 5 km.[3] Atmosfer mengandung 78% nitrogen dan 21% oksigen, selebihnya adalah uap air, karbon dioksida, dan molekul gas lainnya. Ketinggian troposfer beragam menurut garis lintang, berkisar antara 8 km di wilayah kutub hingga 17 km di wilayah khatulistiwa, dan beberapa variasi yang diakibatkan oleh faktor musim dan cuaca.[84]
Biosfer Bumi secara perlahan telah memermak komposisi atmosfer. Fotosintesis oksigenik berevolusi 2,7 miliar tahun yang lalu, yang membentuk atmosfer nitrogen-oksigen utama saat ini.[85] Peristiwa ini memungkinkan terjadinya proliferasi organisme aerobik, serta pembentukan lapisan ozon yang menghalangi radiasi suryaultraungu memasuki Bumi dan menjamin kelangsungan kehidupan di darat. Fungsi atmosfer lainnya yang penting bagi kehidupan di Bumi adalah mengangkut uap air, menyediakan gas bernilai guna, membakar meteor berukuran kecil sebelum menghantam permukaan Bumi, dan memoderatori suhu.[86] Fenomena yang terakhir dikenal dengan efek rumah kaca; proses penangkapan energi panas yang dipancarkan dari permukaan Bumi pada atmosfer sehingga meningkatkan suhu rata-rata. Uap air, karbon dioksida, metana, dan ozon merupakan gas rumah kaca utama pada atmosfer Bumi. Tanpa pemancaran panas ini, suhu rata-rata di permukaan Bumi akan mencapai −18 °C, berbeda jauh dengan suhu rata-rata saat ini (+15 °C), dan kehidupan kemungkinan besar tidak akan bisa bertahan.[87]
Atmosfer Bumi tidak memiliki batas pasti, secara perlahan menipis dan mengabur ke angkasa luar. Tiga perempat massa atmosfer berada pada ketinggian 11 kilometer dari permukaan Bumi. Lapisan terbawah ini disebut dengan troposfer. Energi dari Matahari memanaskan lapisan ini, serta permukaan di bawahnya, yang menyebabkan terjadinya pemuaian udara. Udara pada lapisan ini kemudian bergerak naik dan digantikan oleh udara dingin dengan kelembaban yang lebih tinggi. Akibatnya, terjadi sirkulasi atmosferik yang memicu pembentukan cuaca dan iklim melalui pendistribusian kembali energi panas.[88]
Dampak utama sirkulasi atmosferik adalah terjadinya angin pasat di wilayah khatulistiwa yang berada pada garis lintang 30° dan angin barat di wilayah-wilayah lintang tengah antara 30° dan 60°.[89] Arus laut juga menjadi faktor penting dalam menentukan iklim, terutama sirkulasi termohalin yang menyebarkan energi panas dari lautan di khatulistiwa ke wilayah kutub.[90]
Uap air yang dihasilkan melalui penguapan di permukaan Bumi diangkut oleh pola sirkulasi di atmosfer. Saat atmosfer melakukan pengangkatan udara hangat dan lembap, uap air akan mengalami kondensasi dan mengendap ke permukaan Bumi melalui proses presipitasi.[88] Air yang diturunkan ke permukaan Bumi dalam bentuk hujan kemudian diangkut menuju ketinggian yang lebih rendah oleh sungai dan biasanya kembali ke laut atau bermuara di danau. Peristiwa ini disebut dengan siklus air, yang merupakan mekanisme penting untuk mendukung kelangsungan kehidupan di darat dan faktor utama yang menyebabkan erosi di permukaan Bumi pada periode geologi. Pola presipitasi atau curah hujan ini sangat beragam, berkisar dari beberapa meter air per tahun hingga kurang dari satu milimeter. Sirkulasi atmosferik, topologi, dan perbedaan suhu juga menentukan curah hujan rata-rata yang turun di setiap wilayah.[91]
Besar energi surya yang mencapai Bumi akan menurun seiring dengan meningkatnya lintang. Pada lintang yang lebih tinggi, cahaya matahari mencapai permukaan Bumi pada sudut yang lebih rendah dan harus melewati kolom atmosfer yang lebih tebal. Akibatnya, suhu rata-rata di permukaan laut menurun sekitar 0,4 °C per derajat jarak lintang dari khatulistiwa.[92] Bumi bisa dibagi menjadi zona lintang spesifik berdasarkan perkiraan kesamaan iklim. Pembagian ini berkisar dari wilayah khatulistiwa hingga ke wilayah kutub, yakni zona iklim tropis (atau khatulistiwa), subtropis, iklim sedang, dan kutub.[93] Iklim juga bisa diklasifikasikan menurut suhu dan curah hujan, yang ditandai dengan wilayah iklim dengan massa udara yang seragam. Yang paling umum digunakan adalah sistem klasifikasi iklim Köppen (dicetuskan oleh Wladimir Köppen). Klasifikasi ini membagi Bumi menjadi lima zona iklim (tropis lembap, kering, lintang tengah lembap, kontinental, dan kutub dingin), yang kemudian dibagi lagi menjadi subjenis yang lebih spesifik.[89]
Di atas troposfer, atmosfer terbagi menjadi stratosfer, mesosfer, dan termosfer.[86] Masing-masing lapisan ini memiliki tingkat lincir berbeda, yang umumnya didasarkan pada tingkat perubahan suhu dan ketinggian. Di luar lapisan ini, terdapat lapisan eksosfer dan magnetosfer, tempat medan magnet Bumi berinteraksi dengan angin surya.[94] Di dalam stratosfer terdapat lapisan ozon, komponen yang berperan melindungi permukaan Bumi dari sinar ultraungu dan memiliki peran penting bagi kehidupan di Bumi. Garis Kármán, yang dihitung 100 km di atas permukaan Bumi, adalah garis khayal yang membatasi atmosfer dengan luar angkasa.[95]
Energi panas menyebabkan beberapa molekul di tepi luar atmosfer Bumi meningkatkan kecepatan sehingga bisa melepaskan diri dari gravitasi Bumi. Hal ini menyebabkan terjadinya kebocoran atmosfer ke luar angkasa. Hidrogen, yang memiliki berat molekul rendah, bisa mencapai kecepatan lepas yang lebih tinggi dan lebih mudah mengalami kebocoran ke luar angkasa jika dibandingkan dengan gas lainnya.[96] Kebocoran hidrogen ke luar angkasa mendorong keadaan Bumi dari yang awalnya mengalami reduksi menjadi oksidasi. Fotosintesis menyediakan sumber oksigen bebas bagi kehidupan di Bumi, tetapi ketiadaan agen pereduksi seperti hidrogen menyebabkan meluasnya penyebaran oksigen di atmosfer.[97] Kemampuan hidrogen untuk melepaskan diri dari atmosfer turut memengaruhi sifat kehidupan yang berkembang di Bumi.[98] Saat ini, atmosfer yang kaya oksigen mengubah hidrogen menjadi air sebelum memiliki kesempatan untuk melepaskan diri. Sebaliknya, sebagian besar peristiwa pelepasan hidrogen terjadi akibat penghancuran metana di atmosfer atas.[99]
Medan magnet Bumi diperkirakan terbentuk karena dipole magnetik, dengan kutub magnet berada pada kutub geografi Bumi. Pada khatulistiwa medan magnet, kekuatan medan magnet di permukaan Bumi mencapai 3.05 × 10−5T, dengan momen dipole magnet global 7.91 × 1015 T m3.[100] Menurut teori dinamo, medan magnet dihasilkan di dalam wilayah inti luar tempat energi panas menciptakan gerakan konveksi material konduksi dan menghasilkan arus listrik. Proses ini pada gilirannya menciptakan medan magnet Bumi. Gerakan konveksi pada inti Bumi berlangsung dengan tidak teratur; kutub magnet melayang dan secara berkala mengubah arah gaya magnet. Hal ini memicu terjadinya pembalikan medan pada interval tak beraturan, yang berlangsung beberapa kali setiap jutaan tahun. Pembalikan medan terakhir terjadi sekitar 700.000 tahun yang lalu.[101][102]
Medan magnet membentuk lapisan magnetosfer, yang berfungsi membiaskan partikel yang terkandung dalam angin surya. Tepi medan magnet yang mengarah ke Matahari berjarak sekitar 13 kali radius Bumi. Tabrakan antara medan magnet dan angin surya menghasilkan sabuk radiasi Van Allen, yakni area berbentuk torus konsentris dengan partikel bermuatan energi. Saat plasma memasuki atmosfer Bumi pada kutub magnet, maka terbentuklah aurora.[103]
Kala rotasi Bumi yang bersifat relatif terhadap Matahari–disebut hari Matahari–adalah 86.400 detik dari waktu Matahari rata-rata (86.400,0025 SI detik).[104] Karena periode hari Matahari Bumi saat ini lebih panjang dari periode ketika abad ke-19 akibat akselerasi pasang surut, setiap hari bervariasi antara 0 hingga 2 SI ms lebih panjang.[105][106]
Kala rotasi Bumi yang relatif terhadap bintang tetap, dinamakan hari bintang oleh International Earth Rotation and Reference Systems Service (IERS), adalah 86.164,098903691 detik dari waktu Matahari rata-rata (UT1), atau 23h 56m 4,098903691s.[2][catatan 13] Kala rotasi Bumi yang relatif terhadap presesi atau pergerakan ekuinoks vernal, dinamakan hari sideris, adalah 86.164,09053083288 detik dari waktu Matahari rata-rata (UT1) (23h 56m 4.09053083288s) hingga 1982[update].[2] Dengan demikian, hari sideris kira-kira lebih singkat 8,4 ms dari hari bintang.[107] Panjang hari Matahari rata-rata dalam satuan detik SI dihitung oleh IERS untuk periode 1623–2005[108] dan 1962–2005.[109]
Selain meteor pada atmosfer dan satelit berorbit rendah, gerakan utama benda langit di atas Bumi adalah ke arah barat, dengan laju 15°/jam = 15'/menit. Untuk benda langit di dekat khatulistiwa angkasa, pergerakannya terlihat pada diameter Matahari dan Bulan setiap dua menit; dari permukaan Bumi, ukuran Matahari dan Bulan kurang lebih sama.[110][111]
Bumi mengorbit Matahari pada jarak rata-rata sekitar 150 juta kilometer setiap 365,2564 hari Matahari rata-rata, atau satu tahun sideris. Dari Bumi, akan terlihat jelas gerakan Matahari ke arah timur dengan laju sekitar 1°/hari, yang memperjelas diameter Bulan atau Bumi setiap 12 jam. Karena pergerakan ini, Bumi membutuhkan waktu rata-rata 24 jam (atau hari Matahari) untuk menyelesaikan putaran penuh pada porosnya sehingga Matahari bisa kembali ke meridian. Rata-rata kecepatan orbit Bumi adalah 29,8 km/s (107.000 km/h), cukup cepat untuk menempuh jarak yang sama dengan diameter planet, atau sekitar 12.742 km dalam waktu tujuh menit, dan jarak ke Bulan, 384.000 km dalam waktu 3,5 jam.[112]
Bulan berputar dengan Bumi mengelilingi barisentrum setiap 27,32 hari. Saat dipadukan dengan sistem revolusi Bumi-Bulan mengelilingi Matahari, periode Bulan sinodik dari bulan baru ke bulan baru adalah 29,53 hari. Jika dilihat dari kutub utara langit, gerakan Bumi, Bulan, dan rotasi sumbu mereka berlawanan dengan jarum jam. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang di atas kutub utara, baik Matahari dan Bumi, Bumi berputar dengan arah berlawanan mengelilingi Matahari. Bidang orbit dan sumbu Bumi tidak teratur; sumbu Bumi miring sekitar 23,4 derajat dari serenjang bidang orbit Bumi-Matahari (ekliptika), dan bidang orbit Bumi-Bulan miring sekitar ±5,1 derajat dari bidang orbit Bumi-Matahari. Tanpa kemiringan ini, akan muncul gerhana setiap dua minggu, bergantian antara gerhana bulan dan gerhana matahari.[3][113]
Bukit sfer, atau lingkup pengaruh gravitasi Bumi, adalah sekitar 1,5 Gm atau 1.500.000 km di radius.[114][catatan 14] Ini adalah jarak maksimum saat pengaruh gravitasi Bumi lebih kuat daripada Matahari dan planet-planet jauh. Objek harus mengorbit Bumi dalam radius ini, atau mereka akan terkena dampak perturbasi gravitasi Matahari.
Karena kemiringan sumbu Bumi, jumlah sinar matahari yang jatuh pada titik tertentu di permukaan Bumi bervariasi sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan perubahan musim pada iklim. Musim panas di belahan utara terjadi saat Kutub Utara mengarah tepat ke Matahari, dan musim dingin berlangsung di saat sebaliknya. Ketika musim panas, hari berlangsung lebih lama dan Matahari naik lebih tinggi di langit. Pada musim dingin, iklim pada umumnya menjadi lebih dingin dan hari berjalan dengan lebih pendek. Di atas Lingkar Arktik, peristiwa ekstrem terjadi saat tidak ada siang hari dan malam berlangsung lebih dari 24 jam sehubungan dengan fenomena malam kutub. Di belahan selatan, situasinya berkebalikan dengan Kutub Utara; orientasi Kutub Selatan berlawanan dengan arah Kutub Utara.
Secara astronomis, empat musim ditentukan oleh titik balik matahari–titik saat kemiringan sumbu maksimum orbit menuju atau menjauh dari Matahari–dan ekuinoks, saat arah kemiringan dan arah Matahari berada pada satu garis tegak lurus (serenjang). Di belahan utara, titik balik matahari musim dingin terjadi pada tanggal 21 Desember, titik balik matahari musim panas pada 21 Juni, ekuinoks musim semi sekitar tanggal 20 Maret, dan ekuinoks musim gugur tanggal 23 September. Di belahan selatan, situasinya terbalik; titik balik matahari musim panas dan musim dingin terjadi sebaliknya dan ekuinoks musim semi dan musim gugur dipertukarkan tanggalnya.[116]
Sudut kemiringan Bumi relatif stabil dalam jangka waktu yang lama. Kemiringan ini mengalami nutasi; gerakan kecil dan tidak teratur dengan periode utama 18,6 tahun.[117] Orientasi (bukannya sudut) dari sumbu Bumi juga berubah dari waktu ke waktu, yang mengalami presesi di sekeliling lingkaran penuh setiap 25.800 tahun; presesi inilah yang menyebabkan perbedaan antara tahun sideris dan tahun tropis. Kedua gerakan ini disebabkan oleh adanya daya tarik yang beragam dari Matahari dan Bulan terhadap tonjolan khatulistiwa Bumi. Dari sudut pandang Bumi, kutub juga berpindah beberapa meter di sepanjang permukaan. Gerakan kutub ini memiliki beberapa komponen siklis, yang secara kolektif dikenal dengan gerakan kuasiperiodik. Selain komponen tersebut, terdapat siklus 14 bulanan yang dinamakan gerakan Chandler. Kecepatan rotasi Bumi juga bervariasi, yang dikenal dengan fenomena variasi panjang hari.[118]
Di zaman modern, perihelion Bumi terjadi sekitar tanggal 3 Januari, dan aphelion pada tanggal 4 Juli. Tanggal ini akan berubah seiring waktu karena proses presesi dan faktor orbital lainnya, yang mengikuti pola siklus yang dikenal dengan siklus Milankovitch. Perubahan jarak antara Bumi dan Matahari menyebabkan meningkatnya energi surya yang mencapai Bumi sebesar 6,9%.[catatan 15] Karena belahan bumi selatan miring menghadap Matahari ketika Bumi mencapai jarak terdekatnya dengan Matahari, belahan selatan menerima energi surya yang lebih banyak jika dibandingkan dengan belahan utara selama setahun. Dampak fenomena ini jauh lebih besar daripada perubahan energi total yang disebabkan oleh kemiringan sumbu, dan sebagian besar kelebihan energi tersebut diserap oleh air dalam jumlah banyak di belahan selatan.[119]
Sebuah planet yang bisa mendukung kehidupan disebut dengan planet laik huni, meskipun kehidupan tersebut tidak berasal dari sana. Bumi memiliki air–lingkungan tempat molekul organik kompleks merakit diri dan berinteraksi, dan memiliki energi yang cukup untuk mempertahankan metabolisme.[120] Jarak Bumi dari Matahari, eksentrisitas orbit, laju rotasi, kemiringan sumbu, sejarah geologi, atmosfer, dan medan magnet pelindung merupakan faktor-faktor yang bersumbangsih terhadap kondisi iklim di permukaan Bumi saat ini.[121]
Sejak 1960-an, muncul hipotesis yang menitikberatkan peristiwa glasial yang terjadi antara 750 hingga 580 juta tahun yang lalu pada era Neoproterozoikum, ketika sebagian besar permukaan Bumi ditutupi oleh lapisan es. Hipotesis ini disebut dengan "Bumi Bola Salju", dan diperhitungkan karena terjadi sebelum ledakan Kambrium, saat bentuk kehidupan multisel mulai berkembang biak.[129]
Setelah ledakan Kambrium sekitar 535 juta tahun yang lalu, terjadi lima peristiwa kepunahan massal besar.[130]Peristiwa terakhir terjadi 66 juta tahun yang lalu, saat hantaman asteroid mengakibatkan kepunahan dinosaurus dan reptil besar lainnya, tetapi beberapa hewan kecil seperti mamalia pengerat berhasil selamat. Selama 66 juta tahun terakhir, kehidupan mamalia telah mengalami diversifikasi, dan beberapa juta tahun sebelumnya, primata seperti kera Afrika Orrorin tugenensis mulai memiliki kemampuan untuk berdiri tegak.[131] Hal ini mendorong berkembangnya komunikasi dan memberikan nutrisi dan stimulan yang dibutuhkan bagi otak, yang memicu terjadinya evolusi umat manusia. Berkembangnya pertanian, dan diikuti oleh peradaban, memungkinkan manusia untuk menguasai Bumi dalam waktu singkat karena tidak adanya bentuk kehidupan lain yang mendominasi Bumi.[132] Hal ini turut memengaruhi sifat dan kuantitas bentuk kehidupan lainnya.
Perkiraan pemanfaatan lahan oleh manusia, 2000[133]
Pemanfaatan lahan
Mha
Lahan pertanian
1.510–1.611
Padang rumput
2.500–3.410
Hutan alam
3.143–3.871
Hutan ditanami
126–215
Kawasan perkotaan
66–351
Lahan produktif, tidak dimanfaatkan
356–445
Bumi menyediakan sumber daya yang digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermanfaat. Beberapa di antaranya adalah sumber daya tak terbarukan, seperti bahan bakar mineral, yang sulit untuk ditambah atau diperbarui dalam waktu singkat.
Sebagian besar bahan bakar fosil terkandung dalam kerak Bumi, yang terdiri dari batu bara, minyak bumi, gas alam, dan metana klarat. Sumber daya ini dimanfaatkan oleh manusia untuk memproduksi energi atau sebagai bahan baku untuk memproduksi bahan-bahan kimia. Bijih mineral juga terbentuk di dalam kerak Bumi melalui proses genesis bijih, yang disebabkan oleh aktivitas erosi dan tektonik lempeng.[134] Mineral ini menjadi sumber konsentrasi bagi banyak logam dan unsur kimia bernilaiguna lainnya.
Biosfer Bumi memproduksi banyak produk-produk biologi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, termasuk makanan, kayu, obat-obatan, oksigen, dan pendaurulangan limbah-limbah organik. Ekosistem darat bergantung pada humus dan air tawar, sedangkan ekosistem laut bergantung pada nutrisi terlarut yang diluruhkan dari darat.[135] Pada tahun 1980, 5.053 Mha lahan di permukaan Bumi terdiri dari hutan dan rimba, 6.788 Mha padang rumput dan lahan peternakan, dan sisanya 1.501 Mha dibudidayakan sebagai lahan pertanian.[136] Jumlah lahan irigasi pada tahun 1993 diperkirakan 2.481.250 km2.[14] Manusia juga hidup di darat dengan memanfaatkan bahan bangunan untuk membangun tempat tinggal.
Sebagian besar wilayah di permukaan Bumi mengalami cuaca ekstrem seperti siklon tropis, badai, hurikan, atau taifun yang mengancam kehidupan di wilayah tersebut. Dari tahun 1980 sampai 2000, bencana-bencana tersebut telah mengakibatkan kematian setidaknya 11.800 jiwa per tahun.[137] Akibat aktivitas Bumi atau tindakan manusia, banyak wilayah di permukaan Bumi yang dilanda oleh gempa bumi, tanah longsor, tsunami, letusan gunung berapi, tornado, badai salju, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan bencana alam lainnya.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, konsensus ilmiah saat ini mengaitkan aktivitas manusia dengan pemanasan global akibat emisi karbon dioksida industri. Fenomena ini diperkirakan akan menyebabkan perubahan seperti mencairnya gletser dan lapisan es, suhu menjadi lebih ekstrem, perubahan cuaca, dan naiknya permukaan laut.[138]
Bumi di malam hari pada tahun 2000, yang menggabungkan data iluminasi dari DMSP/OLS. Terlihat lampu-lampu kota bersinar di berbagai benua.
Kartografi, atau ilmu dan praktik pembuatan peta, serta cabang geografi terapan lainnya, secara historis telah menjadi disiplin ilmu yang bertujuan untuk menggambarkan Bumi. Survei (penentuan lokasi dan jarak) dan navigasi (penentuan posisi dan arah) berkembang sejalan dengan kartografi dan geografi, yang mampu menyediakan dan mengukur kesesuaian informasi yang diperlukan mengenai Bumi.
Penduduk Bumi telah mencapai angka 7 miliar pada tanggal 31 Oktober 2011.[140] Populasi manusia global diperkirakan akan mencapai 9,2 miliar pada tahun 2050.[141] Pertumbuhan penduduk ini diperkirakan terjadi di negara berkembang. Kepadatan penduduk sangat beragam di seluruh dunia, dengan sebagian besar penduduk dunia berada di Asia. Pada tahun 2020, 60% penduduk dunia diperkirakan tinggal di kawasan perkotaan, bukannya di perdesaan.[142]
Dari keseluruhan permukaan Bumi, hanya seperdelapan yang bisa dihuni oleh manusia, sedangkan tiga perempatnya diselimuti oleh lautan, dan selebihnya merupakan wilayah gurun (14%),[143] pegunungan tinggi (27%),[144] dan relief lainnya yang tidak laik huni. Permukiman permanen paling utara di Bumi adalah Alert di Nunavut, Kanada (82°28′LU).[145] Sedangkan permukiman yang terletak paling selatan adalah Stasiun Kutub Selatan Amundsen-Scott di Antarktika (90°LS).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah organisasi antarpemerintah di seluruh dunia yang bertujuan untuk menjadi penengah dalam persengketaan antarnegara, sehingga terhindar dari konflik bersenjata.[147] PBB terutama sekali berfungsi sebagai forum bagi diplomasi internasional dan hukum internasional. Ketika konsensus keanggotaan memperbolehkan, maka akan disepakati mekanisme untuk melakukan intervensi militer.[148]
Manusia pertama yang mengorbit Bumi adalah Yuri Gagarin pada tanggal 12 April 1961.[149] Secara keseluruhan, hingga 30 Juli 2010, sekitar 487 orang telah mengunjungi luar angkasa dan mencapai orbit Bumi, dan dua belas di antaranya telah menginjakkan kaki di permukaan Bulan.[150][151][152] Keberadaan manusia di luar angkasa hanya terdapat di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Awak stasiun, saat ini berjumlah enam orang, akan diganti setiap enam bulan sekali.[153] Perjalanan terjauh yang dilakukan oleh manusia dari Bumi adalah sejauh 400.171 km, yang ditempuh dalam misi Apollo 13 pada tahun 1970.[154]
Simbol astronomi standar Bumi berbentuk palang yang dikelilingi oleh sebuah lingkaran.[155]
Tidak seperti planet lainnya di Tata Surya, sebelum abad ke-16, manusia tidak menganggap Bumi sebagai objek bergerak yang mengelilingi Matahari pada orbitnya.[156] Bumi sering kali diumpamakan sebagai dewa atau dewi. Dalam banyak budaya, dewi semesta juga dilambangkan sebagai dewa kesuburan. Mitos penciptaan dalam sudut pandang berbagai agama menjelaskan bahwa Bumi diciptakan oleh Tuhan atau dewa. Sejumlah agama, terutama kaum fundamental Protestan[157] atau Islam,[158] menyatakan bahwa kisah penciptaan Bumi dan asal usul kehidupan dalam kitab suci adalah kebenaran hakiki dan harus dipertimbangkan untuk menggantikan teori ilmiah .[159] Pernyataan tersebut ditentang oleh kalangan ilmiah[160][161] dan oleh kelompok keagamaan lainnya.[162][163][164] Perdebatan yang cukup menonjol adalah kontroversi penciptaan evolusi.
Pada masa lalu, terdapat anggapan yang meyakini bahwa Bumi itu datar,[165] namun anggapan ini digantikan oleh Bumi bulat, konsep yang diperkenalkan oleh Pythagoras (abad ke-6 SM).[166]Kebudayaan manusia telah mengembangkan berbagai pandangan mengenai Bumi, termasuk perumpamaan sebagai dewa planet, bentuknya yang datar, posisinya sebagai pusat alam semesta, dan Prinsip Gaia pada zaman modern, yang menyatakan bahwa Bumi adalah organisme tunggal yang mampu mengatur dirinya sendiri.
Material paling awal yang ditemukan di Tata Surya berusia 4,5672±0,0006 Ga.[167] Dengan demikian, Bumi diperkirakan terbentuk akibat akresi yang terjadi pada masa itu. Sekitar 4,54±0,04 miliar tahun yang lalu,[24] Bumi primordial diperkirakan telah terbentuk. Pembentukan dan evolusi Tata Surya terjadi bersamaan dengan Matahari. Secara teori, nebula surya memisahkan volume awan molekul akibat keruntuhan gravitasi, yang mulai berputar dan berpencar di cakram sirkumstelar, dan kemudian planet-planet terbentuk bersamaan dengan bintang. Nebula mengandung gas, serat es, dan debu (termasuk nuklida primordial). Menurut teori nebula, planetesimal mulai terbentuk sebagai partikulat akibat penggumpalan kohesif dan gravitasi. Proses pembentukan Bumi primordial terus berlanjut selama 10–20 Ma kemudian.[168] Bulan terbentuk tak lama sesudah pembentukan Bumi, sekitar 4,53 miliar tahun yang lalu.[169]
Pembentukan Bulan masih diperdebatkan oleh para ilmuwan. Hipotesis yang disepakati menjelaskan bahwa Bulan terbentuk akibat akresi materi yang terlepas dari Bumi setelah objek seukuran Mars bernama Theiabertubrukan dengan Bumi.[170] Meskipun demikian, hipotesis ini dianggap tidak konsisten. Menurut hipotesis ini, massa Theia adalah 10% dari massa Bumi,[171] yang bertubrukan dengan Bumi dalam tabrakan sekilas,[172] dan sebagian massa Theia menyatu dengan Bumi. Sekitar 3,8 dan 4,1 miliar tahun yang lalu, hantaman sejumlah besar asteroid menyebabkan perubahan besar pada lingkungan permukaan Bulan yang berlubang-lubang dan lebih besar dari permukaan Bumi.
Lautan dan atmosfer Bumi terbentuk akibat aktivitas vulkanis dan pelepasan gas, termasuk uap air. Lautan terbentuk karena proses kondensasi yang dipadukan dengan penambahan es dan air yang dibawa oleh asteroid, protoplanet, dan komet.[173] Menurut hipotesis saat ini, "gas rumah kaca" atmosferik menjaga agar lautan tidak membeku saat Matahari hanya memiliki tingkat luminositas sebesar 70%.[174] 3,5 miliar tahun yang lalu, medan magnet Bumi terbentuk, yang melindungi atmosfer dari serangan angin surya.[175]Kerak terbentuk saat lapisan luar Bumi yang cair berubah bentuk menjadi padat akibat pendinginan setelah uap air mulai terkumpul di atmosfer. Hipotesis lainnya[176] menjelaskan bahwa massa daratan telah stabil seperti saat ini,[177] atau mengalami pertumbuhan yang cepat[178] pada awal sejarah Bumi,[179] yang diikuti oleh penstabilan wilayah benua dalam jangka panjang.[180][181][182] Benua terbentuk akibat tektonik lempeng, proses yang secara berkelanjutan menyebabkan berkurangnya panas pada interior Bumi. Dalam skala waktu yang berlangsung selama ratusan juta tahun, superbenua telah terbentuk dan terbelah sebanyak tiga kali. Sekitar 750 juta tahun yang lalu, salah satu superbenua paling awal yang diketahui, Rodinia, mulai terpisah. Benua yang terpisah kemudian membentuk Pannotia (600-540 juta tahun yang lalu) dan Pangaea, yang juga terpecah pada 180 juta tahun yang lalu.[183]
Periode zaman es dimulai sekitar 40 juta tahun yang lalu, dan kemudian meluas pada masa Pleistosen sekitar 3 juta tahun yang lalu. Wilayah yang terletak pada lintang tinggi telah mengalami siklus glasiasi dan pencairan es berkali-kali, yang berulang setiap 40-100.000 tahun. Glasiasi benua terakhir terjadi 10.000 tahun yang lalu[184]
Perkiraan mengenai berapa lama lagi Bumi sanggup menopang kehidupan berkisar dari 500 juta tahun hingga 2,3 miliar tahun dari sekarang.[185][186][187] Masa depan Bumi berkaitan erat dengan Matahari. Akibat penumpukan helium di inti Matahari, luminositas total Matahari akan meningkat secara perlahan. Luminositas Matahari akan meningkat sebesar 10% dalam waktu 1,1 miliar tahun ke depan dan 40% dalam waktu 3,5 miliar tahun.[188] Peningkatan radiasi yang mencapai Bumi cenderung memiliki dampak yang mengerikan, termasuk menghilangnya lautan di planet ini.[189]
Meningkatnya suhu di permukaan Bumi akan mempercepat siklus CO2anorganik, mengurangi konsentrasi yang akan menyebabkan kematian tanaman di Bumi (10 ppm untuk fotosintesis C4), yang diperkirakan terjadi pada 500-900 juta tahun ke depan.[185] Kurangnya vegetasi akan menyebabkan ketiadaan oksigen di atmosfer, sehingga hewan akan punah dalam beberapa juta tahun lagi.[190] Miliaran tahun kemudian, semua air di permukaan Bumi akan habis[186] dan suhu global akan mencapai 70 °C (158 °F).[190] Bumi diperkirakan efektif untuk dihuni dalam waktu 500 juta tahun dari sekarang,[185] namun jangka huni ini mungkin bisa diperpanjang hingga 2,3 miliar tahun jika nitrogen di atmosfer habis.[187] Bahkan jika Matahari tetap ada dan stabil, 27% air di samudra akan turun ke mantel Bumi dalam waktu satu miliar tahun lagi akibat berkurangnya ventilasi uap di punggung tengah samudra.[191]
Matahari akan berevolusi menjadi raksasa merah sekitar 5 miliar tahun lagi. Radius Matahari diperkirakan akan lebih luas 250 kali dari radius sekarang, atau sekitar 1 SA (150 juta km).[188][192] Sedangkan nasib Bumi masih belum jelas. Sebagai raksasa merah, Matahari akan kehilangan massa sekitar 30%. Akibatnya, tidak ada efek pasang surut, dan orbit Bumi akan berpindah 1,7 SA (250 juta km) dari Matahari saat bintang raksasa tersebut mencapai radius maksimum. Bumi diperkirakan akan melindungi dirinya dengan cara memperluas atmosfer luarnya. Meskipun demikian, kehidupan di Bumi tetap akan punah akibat meningkatnya tingkat luminositas Matahari (dengan tingkat luminositas 5.000 kali lebih besar dari sekarang).[188] Penelitian pada tahun 2008 menunjukkan bahwa orbit Bumi akan rusak karena efek pasang surut dan daya tarik Matahari, sehingga Bumi akan memasuki atmosfer Matahari dan menguap akibat panas.[192] Setelah peristiwa ini terjadi, inti Matahari akan luruh menjadi katai putih dan lapisan luarnya dimuntahkan ke angkasa menjadi nebula planet. Materi Bumi di dalam Matahari akan dilepaskan ke angkasa antarbintang, yang di kemudian hari mungkin akan membentuk planet generasi baru dan benda langit lainnya.
Bulan adalah satelit mirip planet besar dengan sifat kebumian, yang berdiameter sekitar seperempat dari diameter Bumi dan merupakan satelit alami terbesar dalam Tata Surya menurut ukuran relatif planet, meskipun Charon lebih besar untuk ukuran planet kataiPluto. Satelit alami yang mengorbit planet lainnya juga dinamakan "bulan", sesuai dengan nama satelit Bumi.
Daya tarik gravitasi antara Bumi dengan Bulan menyebabkan terjadinya pasang surut di Bumi, sedangkan Bulan mengalami penguncian pasang surut akibat fenomena yang sama; periode rotasinya sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengorbit Bumi. Oleh sebab itu, Bulan selalu memperlihatkan sisi yang sama ke Bumi. Karena Bulan mengorbit Bumi, sisi Bulan yang menghadap Bumi disinari oleh Matahari, yang menyebabkan terjadinya fase bulan; sisi Bulan yang gelap tidak menerima cahaya karena terhalang oleh terminator surya.
Karena interaksi pasang surut antara Bulan dan Bumi, Bulan surut dari Bumi dengan jarak sekitar 38 mm per tahun. Selama jutaan tahun terakhir, fenomena ini telah menyebabkan perubahan besar pada lama hari di Bumi.[193] Pada era Devonian (sekitar 410 juta tahun yang lalu), satu hari berlangsung selama 21,8 jam. Selain itu, lama hari di Bumi juga meningkat kurang lebih 23 µs per tahun.[194]
Bulan diperkirakan telah memengaruhi perkembangan kehidupan dengan cara memoderasi iklim di Bumi. Bukti paleontologi dan simulasi komputer menunjukkan bahwa kemiringan sumbu Bumi distabilkan oleh interaksi pasang surut dengan Bulan.[195] Beberapa pakar meyakini bahwa tanpa penstabilan torsi yang dilakukan oleh Matahari dan planet lainnya terhadap tonjolan khatulistiwa Bumi, sumbu rotasi mungkin akan kacau dan tidak stabil selama jutaan tahun, seperti yang terjadi pada Mars.[196]
Jika dilihat dari Bumi, ukuran Bulan tampaknya tidak lebih besar dari ukuran Matahari. Diameter sudut (atau sudut padat) kedua objek ini sama karena perbedaan jarak antara Matahari dan Bulan dari Bumi; meskipun diameter Matahari 400 kali lebih besar dari diameter Bulan, jarak antara keduanya juga 400 kali lebih jauh.[111] Hal ini menyebabkan terjadinya gerhana matahari total dan cincin di Bumi.
Teori mengenai asal usul Bulan yang paling diterima secara luas, yakni teori tubrukan besar, menjelaskan bahwa Bulan terbentuk akibat pelepasan materi yang terjadi setelah tubrukan antara protoplanet seukuran Mars bernama Theia dengan Bumi. Hipotesis ini antara lain menjelaskan bahwa komposisi Bulan hampir identik dengan kerak Bumi karena terdapatnya kandungan besi dan volatil dalam jumlah kecil di Bulan.[197]
Hingga tahun 2011, terdapat 931 satelit operasional buatan manusia yang mengorbit Bumi.[202] Selain itu, terdapat banyak satelit bekas pakai tidak berfungsi dan lebih dari 300.000 kepingan sampah angkasa. Satelit buatan terbesar Bumi adalah Stasiun Luar Angkasa Internasional.[201]
^Semua penjumlahan astronomi bervariasi, baik sekuler dan periodik. Jumlah yang dinyatakan adalah J2000.0 menurut perhitungan sekuler, yang mengabaikan semua perhitungan periodik.
^ abaphelion = a × (1 + e); perihelion = a × (1 – e), dengan a adalah sumbu semimayor dan e adalah eksentrisitas. Perbedaan antara perihelion dan aphelion Bumi adalah 5 kilometer (akurat untuk lima angka signifikan).
^Referensi mencantumkan bujur node menaik adalah −11.26064°, yang setara dengan 348.73936°, dengan catatan setiap sudut sama, ditambah 360°.
^Referensi mencantumkan bujur perihelion, penjumlahan dari bujur node menaik dan argumen perihelion, yang besarnya 114.20783° + (−11.26064°) = 102.94719°.
^Karena fluktuasi alami, ambiguitas di sekitar lapisan es dan konvensi pemetaan untuk datum vertikal yang menghitung nilai pasti jumkah cakupan lautan dan daratan tidak berarti. Berdasarkan data dari Peta Vektor dan Global LandcoverDiarsipkan 2015-03-26 di Wayback Machine., nilai ekstrem cakupan danau dan sungai adalah 0,6% dan 1,0% dari permukaan Bumi. Ladang es Antarktika dan Greenland dihitung sebagai daratan, meskipun sebagian besar batuan yang menopang kedua wilayah tersebut terletak di bawah permukaan laut.
^Hari matahari lebih pendek dari hari sideris karena pergerakan orbit Bumi mengelilingi Matahari menyebabkan bertambahnya satu putaran planet pada sumbunya.
^Ini adalah pengukuran yang dilakukan oleh kapal Kaikō pada bulan Maret 1995 dan diyakini merupakan pengukuran paling akurat hingga saat ini. Lihat Challenger Deep untuk penjelasan yang lebih rinci.
^Luas total permukaan Bumi adalah 5,1×108km2. To first approximation, the average depth would be the ratio of the two, or 2.7 km.
^Aoki, sumber utama dari angka-angka ini, menggunakan istilah "detik dari UT1", bukannya "detik dari waktu matahari rata-rata".–Seidelmann, S.; Kinoshita, H.; Guinot, B.; Kaplan, G. H.; McCarthy, D. D.; Seidelmann, P. K. (1982). "The new definition of universal time". Astronomy and Astrophysics. 105 (2): 359–361. Bibcode:1982A&A...105..359A.
^Untuk Bumi, radius Bukit adalah , dengan m adalah massa Bumi, a adalah Satuan Astronomi (AU), dan M massa Matahari. Jadi, radiusnya dalam AU adalah .
^Aphelion adalah 103,4% dari jarak ke perihelion. Karena hukum kuadrat terbalik, radiasi di perihelion adalah sekitar 106,9% energi di aphelion.
Referensi
^ abStandish, E. Myles; Williams, James C. "Orbital Ephemerides of the Sun, Moon, and Planets"(PDF). International Astronomical Union Commission 4: (Ephemerides). Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2012-10-14. Diakses tanggal 2010-04-03. See table 8.10.2. Calculation based upon 1 AU = 149,597,870,700(3) m.
^IERS Working Groups (2003). "General Definitions and Numerical Standards". Dalam McCarthy, Dennis D.; Petit, Gérard. IERS Technical Note No. 32. U.S. Naval Observatory and Bureau International des Poids et Mesures. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-02-01. Diakses tanggal 2008-08-03.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
^Keliling Bumi (hampir) tepat 40.000 km karena meter dikalibrasi berdasarkan ketepatannnya pada pengukuran ini – lebih khusus, 1/10 kesejuta dari jarak antara kutub dan khatulistiwa.
^ abcdStaff (2008-07-24). "World". The World Factbook. Central Intelligence Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-05. Diakses tanggal 2008-08-05.
^Harrison, Roy M.; Hester, Ronald E. (2002). Causes and Environmental Implications of Increased UV-B Radiation. Royal Society of Chemistry. ISBN0-85404-265-2.
^"NOAA – Ocean". Noaa.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-04-24. Diakses tanggal 2013-05-03.
^Barnhart, Robert K. (1995). Originally. from a Semitic (Arabic/Hebrew) root: أرض| aarth-or, ארץ aerets (Hebrew) is the word for land, country and Earth. As per later Germanic roots, the Barnhart Concise Dictionary of Etymology, pages 228–229. HarperCollins. ISBN 0-06-270084-7
^Mohr, P. J.; Taylor, B. N. (October 2000). "Unit of length (meter)". NIST Reference on Constants, Units, and Uncertainty. NIST Physics Laboratory. Diakses tanggal 2007-04-23.
^Brown, Geoff C.; Mussett, Alan E. (1981). The Inaccessible Earth (edisi ke-2nd). Taylor & Francis. hlm. 166. ISBN0-04-550028-2. Note: After Ronov and Yaroshevsky (1969).
^ Satu atau lebih kalimat sebelum ini menyertakan teks dari suatu terbitan yang sekarang berada pada ranah publik: Chisholm, Hugh, ed. (1911). "Petrology". Encyclopædia Britannica (edisi ke-11). Cambridge University Press.
^Sclater, John G (1981). "Oceans and Continents: Similarities and Differences in the Mechanisms of Heat Loss". Journal of Geophysical Research. 86 (B12): 11535. Bibcode:1981JGR....8611535S. doi:10.1029/JB086iB12p11535.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Bowring, Samuel A.; Williams, Ian S. (1999). "Priscoan (4.00–4.03 Ga) orthogneisses from northwestern Canada". Contributions to Mineralogy and Petrology. 134 (1): 3. Bibcode:1999CoMP..134....3B. doi:10.1007/s004100050465.
^de Pater, Imke; Lissauer, Jack J. (2010). Planetary Sciences (edisi ke-2nd). Cambridge University Press. hlm. 154. ISBN0-521-85371-0.
^Wenk, Hans-Rudolf; Bulakh, Andreĭ Glebovich (2004). Minerals: their constitution and origin. Cambridge University Press. hlm. 359. ISBN0-521-52958-1.
^FAO Staff (1995). FAO Production Yearbook 1994 (edisi ke-Volume 48). Rome, Italy: Food and Agriculture Organization of the United Nations. ISBN92-5-003844-5.
^Mullen, Leslie (2002-06-11). "Salt of the Early Earth". NASA Astrobiology Magazine. Diakses tanggal 2007-03-14.
^Morris, Ron M. "Oceanic Processes". NASA Astrobiology Magazine. Archived from the original on 2009-04-15. Diakses tanggal 2007-03-14.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^Scott, Michon (2006-04-24). "Earth's Big heat Bucket". NASA Earth Observatory. Diakses tanggal 2007-03-14.
^Geerts, B.; Linacre, E. (November 1997). "The height of the tropopause". Resources in Atmospheric Sciences. University of Wyoming. Diakses tanggal 2006-08-10.
^ abMoran, Joseph M. (2005). "Weather". World Book Online Reference Center. NASA/World Book, Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-08-24. Diakses tanggal 2007-03-17.
^ abBerger, Wolfgang H. (2002). "The Earth's Climate System". University of California, San Diego. Diakses tanggal 2007-03-24.
^Various (1997-07-21). "The Hydrologic Cycle". University of Illinois. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-27. Diakses tanggal 2007-03-24.
^Sadava, David E.; Heller, H. Craig; Orians, Gordon H. (2006). Life, the Science of Biology (edisi ke-8th). MacMillan. hlm. 1114. ISBN0-7167-7671-5.
^Staff. "Climate Zones". UK Department for Environment, Food and Rural Affairs. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-08. Diakses tanggal 2007-03-24.
^Abedon, Stephen T. (1997-03-31). "History of Earth". Ohio State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-10. Diakses tanggal 2007-03-19.
^Staff. "Themes & Issues". Secretariat of the Convention on Biological Diversity. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-07. Diakses tanggal 2007-03-29.
^Liungman, Carl G. (2004). "Group 29: Multi-axes symmetric, both soft and straight-lined, closed signs with crossing lines". Symbols – Encyclopedia of Western Signs and Ideograms. New York: Ionfox AB. hlm. 281–282. ISBN91-972705-0-4.
^Arnett, Bill (July 16, 2006). "Earth". The Nine Planets, A Multimedia Tour of the Solar System: one star, eight planets, and more. Diakses tanggal 2010-03-09.
^Yin, Qingzhu; Jacobsen, S. B.; Yamashita, K.; Blichert-Toft, J.; Télouk, P.; Albarède, F. (2002). "A short timescale for terrestrial planet formation from Hf-W chronometry of meteorites". Nature. 418 (6901): 949–952. Bibcode:2002Natur.418..949Y. doi:10.1038/nature00995. PMID12198540.
^Kleine, Thorsten; Palme, Herbert; Mezger, Klaus; Halliday, Alex N. (2005-11-24). "Hf-W Chronometry of Lunar Metals and the Age and Early Differentiation of the Moon". Science. 310 (5754): 1671–1674. Bibcode:2005Sci...310.1671K. doi:10.1126/science.1118842. PMID16308422.
^Canup, R. M.; Asphaug, E. (Fall Meeting 2001). "An impact origin of the Earth-Moon system". Abstract #U51A-02. American Geophysical Union. Bibcode:2001AGUFM.U51A..02C.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Guinan, E. F.; Ribas, I. "Our Changing Sun: The Role of Solar Nuclear Evolution and Magnetic Activity on Earth's Atmosphere and Climate". Dalam Benjamin Montesinos, Alvaro Gimenez and Edward F. Guinan. ASP Conference Proceedings: The Evolving Sun and its Influence on Planetary Environments. San Francisco: Astronomical Society of the Pacific. Bibcode:2002ASPC..269...85G. ISBN1-58381-109-5.
^De Smet, J.; Van Den Berg, A.P.; Vlaar, N.J. (2000). "Early formation and long-term stability of continents resulting from decompression melting in a convecting mantle". Tectonophysics. 322 (1–2): 19. Bibcode:2000Tectp.322...19D. doi:10.1016/S0040-1951(00)00055-X.
^Hong, D.; Zhang, Jisheng; Wang, Tao; Wang, Shiguang; Xie, Xilin (2004). "Continental crustal growth and the supercontinental cycle: evidence from the Central Asian Orogenic Belt". Journal of Asian Earth Sciences. 23 (5): 799. Bibcode:2004JAESc..23..799H. doi:10.1016/S1367-9120(03)00134-2.
^ abcSackmann, I.-J.; Boothroyd, A. I.; Kraemer, K. E. (1993). "Our Sun. III. Present and Future". Astrophysical Journal. 418: 457–468. Bibcode:1993ApJ...418..457S. doi:10.1086/173407.
^Christou, Apostolos A.; Asher, David J. (March 31, 2011). "A long-lived horseshoe companion to the Earth". arΧiv:1104.0036 [astro-ph.EP]. See table 2, p. 5.