Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Roma

Roma
Roma Capitale


Koloseum, Air Mancur Trevi, dan panorama
Roma dari kubah Basilika Santo Petrus
Bendera Roma
Lambang kebesaran Roma
Julukan: 
Kota Abadi / Ibu Kota Dunia
Wilayah comune ini (Roma Capitale, warna merah) di dalam Kota Metropolitan Roma (Città Metropolitana di Roma, warna kuning)
Wilayah comune ini (Roma Capitale, warna merah) di dalam Kota Metropolitan Roma (Città Metropolitana di Roma, warna kuning)
Roma di Italia
Roma
Roma
Lokasi di Italia
Roma di Eropa
Roma
Roma
Lokasi di Eropa
Koordinat: 41°53′36″N 12°28′58″E / 41.89333°N 12.48278°E / 41.89333; 12.48278
Negara Italia
Regioni Lazio
Pemerintahan
 • JenisComune Khusus ("Roma Capitale")
 • BadanDewan Kota Roma
 • Wali KotaRoberto Gualtieri (PD)
Luas
 • Total12,850 km2 (496,3 sq mi)
Ketinggian
21 m (69 ft)
Populasi
 (2014)
 • Peringkat1, Italia
 • Kepadatan2,232/km2 (5,781/sq mi)
 • Comune
2.869.461[1]
 • Kota Metropolitan
4.321.244[2]
Demonimbahasa Italia: Romano (maskulin), Romana (feminin)
Zona waktuUTC+1 (CET)
Kodepos
00100; 00118 to 00199
Kode area telepon06
Situs webComune di Roma

Roma (pelafalan dalam bahasa Italia: [ˈroːma] ) adalah sebuah kota dan comune khusus (bernama Roma Capitale) di Italia. Roma adalah ibu kota Italia dan regioni Lazio. Dengan 2,9 juta penduduk dalam wilayah seluas 1.285 km2, Roma juga merupakan comune terpadat dan terbesar di negara tersebut serta kota terpadat keempat di Uni Eropa menurut jumlah populasi di dalam batas kota. Kota Metropolitan Roma memiliki populasi 4,3 Juta penduduk.[2] Kota ini terletak di bagian barat-tengah Semenanjung Italia, dalam Lazio, di sepanjang pesisir Sungai Tiber. Kota Vatikan merupakan suatu negara independen yang secara geografis terletak di dalam batas-batas kota Roma, menjadi satu-satunya contoh yang masih ada negara yang terdapat di dalam suatu kota sehingga karenanya Roma sering kali didefinisikan sebagai ibu kota dua negara.[3][4]

Sejarah Roma membentang lebih dari dua ribu lima ratus tahun. Kendati mitologi Romawi menarikhkan berdirinya Roma pada sekitar tahun 753 SM, situs ini telah dihuni jauh sebelumnya, menjadikannya salah satu situs tertua di Eropa yang secara kontinu ditempati.[5] Populasi awal kota ini bersumber dari campuran orang Latin, Etruskan, dan Sabini. Pada akhirnya, kota ini berturut-turut menjadi ibu kota Kerajaan Romawi, Republik Romawi, dan Kekaisaran Romawi, serta dipandang sebagai salah satu tempat kelahiran peradaban Barat dan dipandang sebagai metropolis pertama oleh beberapa kalangan.[6] Kota ini disebut sebagai "Roma Aeterna" (Kota Abadi)[7] dan "Caput Mundi" (Ibu Kota Dunia), dua konsep sentral dalam budaya Romawi kuno.

Setelah jatuhnya Kekaisaran Barat, yang menandai permulaan Abad Pertengahan, Roma lambat laun jatuh di bawah kendali politis dari Kepausan, yang telah menetap di kota ini sejak abad ke-1 M, hingga pada abad ke-8 menjadi ibu kota Negara Gereja, yang berlangsung sampai tahun 1870.

Sejak Abad Renaisans, hampir semua paus sejak Paus Nikolas V (1422–55) sepanjang empat ratus tahun secara koheren mengupayakan suatu program arsitektonis dan urbanistis yang bertujuan untuk menjadikan kota ini pusat seni dan budaya dunia.[8] Karena itu, Roma menjadi yang pertama di antara pusat-pusat utama Renaisans Italia,[9] dan kelak tempat kelahiran gaya Barok maupun Neoklasikisme. Berbagai seniman, pelukis, pemahat, dan arsitek terkenal menjadikan Roma sebagai pusat aktivitas mereka, menciptakan beragam adikarya di seluruh kota. Pada tahun 1871, Roma menjadi ibu kota Kerajaan Italia, dan pada tahun 1946 menjadi ibu kota Republik Italia.

Roma menyandang status kota global.[10][11][12] Pada tahun 2014, kota Roma menempati peringkat ke-14 yang paling banyak dikunjungi di dunia, ke-3 yang paling banyak dikunjungi di Uni Eropa, dan daya tarik wisata yang paling populer di Italia.[13] Pusat bersejarahnya dicantumkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.[14] Bebagai monumen dan museum termasuk di antara tujuan-tujuan wisata dunia yang paling banyak dikunjungi; sebagai contoh misalnya Museum Vatikan dan Koloseum, keduanya sepanjang tahun menerima kunjungan jutaan wisatawan. Roma menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 1960, dan merupakan tempat kedudukan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

Etimologi

Berdasarkan mitos pendirian kota ini menurut bangsa Romawi Kuno itu sendiri,[15] tradisi yang telah lama dipegang mengenai asal-usul nama "Roma" diyakini berasal dari raja pertama dan pendiri kota ini, Romulus.[16]

Namun, terdapat suatu kemungkinan bahwa nama Romulus tersebut sebenarnya justru berasal dari nama Roma. Pada awal abad ke-4, telah ada teori-teori alternatif yang dikemukakan mengenai asal-usul nama Roma. Beberapa hipotesis telah dikembangkan dengan berfokus pada sumber linguistiknya yang tidak jelas:[17]

Sejarah

Afiliasi historis

Kerajaan Romawi ca 753-509 SM
Republik Romawi 509-27 SM
Kekaisaran Romawi 27 SM-285 M
Kekaisaran Romawi Barat 285-476
Kerajaan Odoaker 476-493
Kerajaan Ostrogoth 493-553
Kekaisaran Romawi Timur 553-754
Negara Gereja 754-1870
Kerajaan Italia 1870-1946
Italia 1946-sekarang

Sejarah awal

Terdapat bukti arkeologis mengenai pendudukan manusia di daerah Roma dari sekitar 14.000 tahun yang lalu, tetapi lapisan padat dari puing-puing yang jauh lebih muda mengaburkan situs-situs Paleolitik dan Neolitik.[5] Bukti-bukti berupa peralatan dari batu, tembikar, dan senjata dari batu menunjukkan adanya keberadaan manusia selama sekitar 10.000 tahun yang lalu. Beberapa penggalian mendukung pandangan bahwa Roma berkembang dari pemukiman pastoral di Bukit Palatium yang dibangun di atas area yang kelak menjadi Forum Romawi. Antara akhir Zaman Perunggu dan permulaan Zaman Besi, terdapat desa pada masing-masing puncak bukit di antara laut dan Bukit Capitolinus. Adanya suatu desa di Bukit Capitolinus terbukti telah ada sejak akhir abad ke-14 SM.[20] Namun, tidak satupun di antaranya yang memiliki suatu kualitas perkotaan.[20] Saat ini, terdapat konsensus umum bahwa kota ini lahir secara bertahap melalui agregasi ("sinoikisme") beberapa desa di sekitar salah satu yang terbesar, bertempat di atas Bukit Palatium.[20] Agregasi tersebut, menandakan perkembangan dari suatu proto-perkotaan menuju suatu situasi perkotaan, dilakukan dengan peningkatan produktivitas pertanian di atas tingkat subsistensi, yang memungkinkan aktivitas-aktivitas sekunder dan tersier: pada gilirannya, hal-hal ini mendorong perkembangan perdagangan dengan koloni-koloni Yunani di Italia selatan (terutama Ischia dan Cumae).[20] Semua kejadian itu, yang menurut penggalian arkeologis berlangsung pada sekitar pertengahan abad ke-8 SM, dapat dianggap sebagai "kelahiran" kota ini.[20] Terlepas dari penggalian-penggalian terbaru di Bukit Palatium (Palatino), pandangan bahwa Roma telah didirikan pada pertengahan abad ke-8 SM (penarikhan tradisi Romulus) melalui suatu tindakan berdasarkan kemauan—sebagaimana dikemukakan oleh legenda—masih merupakan suatu hipotesis eksperimental.[21]

Legenda pendirian Roma

Lupa Capitolina menyusui kedua bayi kembar, Romulus dan Remus.

Cerita-cerita tradisional yang diwariskan oleh orang-orang Romawi kuno menjelaskan awal sejarah kota mereka dari sisi legenda dan mitos. Di antaranya yang paling umum, dan mungkin yang paling terkenal di antara semua mitologi Romawi, adalah kisah Romulus dan Remus, kedua anak kembar yang disusui oleh seekor serigala betina.[15] Mereka memutuskan untuk membangun sebuah kota, namun setelah suatu perdebatan, Romulus membunuh saudaranya dan kota tersebut menggunakan namanya. Menurut para penulis sejarah Romawi, peristiwa itu terjadi pada tanggal 21 April 753 SM.[22] Bagaimanapun, legenda tersebut perlu disesuaikan dengan suatu tradisi ganda, yang ditetapkan lebih awal, yang menceritakan pelarian seorang pengungsi Troya bernama Aineias ke Italia dan mengawali garis keturunan bangsa Romawi melalui Iulus putranya, senama dengan dinasti Julio-Claudian.[23] Hal itu dilakukan oleh Virgilius sang penyair Romawi pada abad ke-1 SM.

Monarki, republik, kekaisaran

Setelah pendirian legendaris oleh Romulus tersebut,[24] Roma diperintah dengan suatu sistem monarki selama 244 tahun, awalnya oleh para penguasa dari suku Latin dan Sabini, kemudian oleh para raja Etruska. Tradisi tersebut menurunkan tujuh raja: Romulus, Numa Pompilius, Tullus Hostilius, Ancus Marcius, Tarquinius Priscus, Servius Tullius, dan Tarquinius Superbus.[22]

Pada tahun 509 SM, orang-orang Romawi mengusir raja terakhir dari kota mereka dan mendirikan suatu republik oligarkis. Roma kemudian memulai suatu periode yang dikarakterisasi dengan pergulatan-pergulatan internal antara para patricius (aristokrat) dengan plebs (tuan tanah kecil), dan peperangan yang berkelanjutan melawan penduduk Italia tengah: kaum Etruska, Latin, Volsci, Aequi, Marsi.[25] Setelah menguasai Latium, Roma memimpin beberapa peperangan (melawan orang Galia, orang Samnit-Osci dan koloni Yunani di Taranto, beraliansi dengan Pirus, raja Epirus) yang berakhir dengan penaklukan semenanjung Italia, dari daerah pusat hingga Magna Graecia.[26]

Abad ke-3 dan ke-2 SM menjadi saksi pembentukan hegemoni Romawi atas Mediterania dan Timur, melalui peperangan melawan kota Kartago dalam ketiga Perang Punisia (264–146 SM) dan peperangan melawan Makedonia dalam ketiga Perang Makedonia (212–168 SM).[27] Kemudian didirikan provinsi-provinsi Romawi pertama: Sisilia, Korsika dan Sardinia, Hispania, Makedonia, Yunani (Akhaya) dan Afrika.[28]

Peta yang menggambarkan Roma kuno akhir.

Sejak permulaan abad ke-2 SM, terjadi perebutan kekuasaan antara kedua kelompok aristokrat: optimates, yang merupakan kelompok Senat konservatif, dan populares, yang mengandalkan bantuan plebs (kelas bawah perkotaan) untuk memperoleh kekuasaan. Pada periode yang sama, kebangkrutan para petani kecil dan timbulnya lahan-lahan besar yang mempekerjakan budak memicu migrasi besar-besaran ke kota ini. Perang yang berkelanjutan menimbulkan kebutuhan akan tentara profesional, yang lebih loyal kepada para jenderalnya daripada kepada republik. Oleh karena itu, pada paruh kedua abad ke-2 dan selama abad ke-1 SM, terjadi berbagai konflik internal maupun di luar negeri: setelah kegagalan upaya reformasi sosial yang dilakukan Tiberius dan Gaius Gracchus, dari kelompok populares,[29] dan perang melawan Jugurtha,[29] terjadi perang saudara pertama antara Gaius Marius dan Sulla.[29] Selanjutnya terjadi pemberontakan besar para budak di bawah kepemimpinan Spartakus,[30] kemudian disusul pembentukan Triumvirat Pertama dengan Caesar, Pompeius, dan Crassus sebagai para pemimpinnya.[30]

Penaklukan Galia menjadikan Caesar sangat berkuasa dan populer, yang menyebabkan terjadinya perang saudara kedua melawan Senat dan Pompeius. Setelah kemenangannya, Caesar mengukuhkan dirinya sebagai diktator seumur hidup.[30] Pembunuhannya menyebabkan dibentuknya Triumvirat Kedua antara Oktavianus (pewaris dan cucu-keponakan Caesar), Markus Antonius, dan Lepidus, serta perang saudara yang lain antara Oktavianus dan Antonius.[31] Oktavianus pada tahun 27 SM menjadi princeps civitatis dan mendapat gelar Augustus, mengawali principatus, suatu diarki antara princeps dan senat.[31] Roma didirikan sebagai suatu kekaisaran de facto, yang meraih ekspansi terbesarnya pada abad kedua di bawah kepemimpinan Kaisar Trajanus, Roma dikukuhkan sebagai caput Mundi, yaitu ibu kota dunia, suatu ungkapan yang telah disematkan pada periode Republik. Selama dua abad pertamanya, kekaisaran dipimpin oleh para kaisar dari dinasti Julio-Claudian,[32] Flavia (yang juga membangun amfiteater eponim, dikenal sebagai Koloseum),[32] dan Antonin.[33] Masa tersebut juga ditandai dengan penyebaran agama Kristen, yang diwartakan oleh Yesus Kristus di Yudea pada paruh pertama abad pertama (di bawah pemerintahan Tiberius) dan dipopulerkan oleh para rasul di seluruh kekaisaran dan juga di luarnya.[34] Zaman Antonin dipandang sebagai puncaknya Kekaisaran, dengan wilayah terbentang dari Samudra Atlantik sampai Sungai Efrat dan dari Britania sampai Mesir.[33]

Kekaisaran Romawi pada masa kejayaannya menguasai sekitar 6,5 juta kilometer persegi[35] permukaan tanah.

Pada abad ketiga, pada akhir dinasti Antonin, dinasti Severan mengganti principatus dengan suatu pemerintahan militer, yang segera disusul oleh suatu periode ketidakstabilan anarkisme militer yang dikenal sebagai Krisis Abad Ketiga. Pada saat bersamaan terjadi pemburukan ekonomi, kenaikan inflasi, dan musuh-musuh historis Roma, yakni suku bangsa Jermanik di Barat dan Kekaisaran Persia di Timur, terus melakukan tekanan di daerah-daerah perbatasan.[36]

Kaisar Diokletianus (284) berupaya untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan militer dengan memperkenalkan dominatus (suatu monarki absolut yang menuhankan kaisarnya), memaksakan pengaturan harga, dan melakukan desentralisasi pemerintahan: kaisar membagi kekaisaran menjadi dua belas keuskupan sipil, memerintah dengan gelar Augustus atas paruh timur kekaisaran (dengan tempat kediamannya di Nikomedia) dan menyebut Maximianus sebagai Augustus paruh barat kekaisaran (bersama dengan pemindahan ibu kotanya ke Mediolanum).[36] Suksesi tersebut diatur dengan pembentukan Tetrarki: masing-masing Augustus, pada kenyataannya, harus menunjuk seorang kaisar junior, disebut Caesar, yang memerintah suatu bagian dari wilayah Romawi atas nama Augustus-nya dan pada akhirnya kelak menjadi kaisar baru.[36]

Setelah abdikasi Diokletianus dan Maximianus pada tahun 305 serta banyak konflik kedinastian, sistem tersebut runtuh, dan penguasa barunya, Konstantinus, kembali melakukan sentralisasi kekuasaan dan, dengan Maklumat Milan yang diterbitkan pada tahun 313, memberikan kebebasan beribadah bagi umat Kristen/Kristiani, serta berjanji untuk memberikan stabilitas bagi keberadaan agama tersebut. Ia membangun beberapa bangunan gereja, memberikan kekuasaan sipil Roma kepada Paus Silvester I, dan mendirikan ibu kota baru di bagian timur kekaisaran —yaitu Konstantinopel.[37]

Kekristenan menjadi agama resmi kekaisaran berkat suatu maklumat yang dikeluarkan pada tahun 380 oleh Teodosius, yang merupakan kaisar terakhir dari suatu kekaisaran bersatu: setelah wafatnya, Arkadius dan Honorius putra-putranya membagi kekaisaran menjadi bagian barat dan timur. Ravenna menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi bagian barat.[37]

Roma, yang telah kehilangan peran sentralnya dalam pemerintahan kekaisaran, dijarah pada tahun 410 oleh suku Visigoth yang dipimpin oleh Alarik I,[38] namun juga diwarnai oleh pendirian bangunan-bangunan sakral oleh para paus (melalui kerja sama dengan para kaisar). Kota ini, yang telah jatuh miskin dan kehilangan banyak penghuninya, mengalami penjarahan berikutnya pada tahun 455 oleh Genserik, raja suku Vandal.[39] Para kaisar yang lemah dari abad ke-5 tidak mampu menghentikan penghancuran tersebut, hingga Romulus Augustus diturunkan dari takhtanya pada tanggal 22 Agustus 476 sebagai tanda berakhirnya Kekaisaran Romawi Barat dan, bagi banyak sejarawan, permulaan Abad Pertengahan.[37]

Abad Pertengahan

Miniatur abad ke-15 yang menggambarkan Penjarahan Roma (410).

Uskup Roma, yang disebut Paus, dipandang penting sejak awal mula Kekristenan karena kemartiran Rasul Petrus maupun Paulus di sini. Para Uskup Roma juga dipandang (dan masih dipandang demikian oleh umat Katolik) sebagai para penerus Petrus, Uskup Roma yang pertama. Kota ini karenanya menjadi semakin penting sebagai pusat Gereja Katolik. Setelah kejatuhan Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M, Roma berada di bawah kendali Odoaker dan kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Ostrogoth sebelum kembali berada di bawah kendali Romawi Timur setelah Perang Goth yang menjadikan kota ini hancur. Populasinya mengalami penurunan dari satu juta penduduk lebih pada tahun 210 M menjadi 500.000 penduduk pada tahun 273 M[40] hingga tinggal 35.000 penduduk setelah Perang Goth,[41] sehingga kota yang luas ini susut menjadi berbagai kelompok bangunan berpenghuni di antara luasnya reruntuhan, vegetasi, perkebunan anggur dan perkebunan skala kecil.[42]

Setelah invasi suku Lombard atas Italia, kota ini secara nominal tetap di bawah kendali Bizantin, namun pada kenyataannya para paus menerapkan suatu kebijakan keseimbangan antara kaum Bizantin, Franka, dan Lombard.[43] Pada tahun 729, raja Lombard Liutprand menyumbangkan kota Sutri di bagian utara Latium kepada Gereja, yang mengawali kekuasaan temporal Gereja.[43] Pada tahun 756, Pippin Pendek, setelah mengalahkan suku Lombard, memberikan Paus yurisdiksi temporal atas Kadipaten Roma dan Eksarkat Ravenna, sehingga terbentuk Negara Gereja.[43] Sejak periode tersebut, tiga kekuatan berupaya untuk memerintah kota ini: paus, kaum bangsawan, bersama dengan para pemimpin milisi, para hakim, Senat, serta rakyat; dan raja Franka, sebagaimana juga raja Lombard, patricius, dan Kaisar.[43] Ketiga pihak tersebut (teokrat, republik, dan imperial) merupakan karakteristik kehidupan Romawi selama keseluruhan Abad Pertengahan.[43] Pada malam Natal tahun 800, Charlemagne dimahkotai di Roma sebagai kaisar dari Kekaisaran Romawi Suci oleh Paus Leo III: pada kesempatan itu kota ini untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah bagi kedua kekuatan yang terus menerus memperjuangkan kekuasaan universal sepanjang Abad Pertengahan.[43]

Penobatan Charlemagne di Basilika Santo Petrus Lama pada tanggal 25 Desember 800.

Pada tahun 846, bangsa Arab tidak berhasil dalam penyerbuan mereka terhadap tembok kota ini, namun berhasil menjarah Basilika St. Petrus dan St. Paulus (keduanya terletak di luar tembok kota).[44] Setelah runtuhnya kekuasaan Karoling, Roma jatuh dalam kekuasaan anarki feodal: beberapa keluarga bangsawan terus berjuang melawan paus, kaisar, dan antara satu dengan yang lainnya. Saat itu adalah masa Teodora dan Marozia, yang diduga adalah selir dan ibu dari beberapa paus, serta Kresensius, seorang tuan feodal yang melangsungkan peperangan melawan Kaisar Otto II dan Otto III.[45] Skandal-skandal pada periode ini mendorong kepausan untuk mereformasi diri: pemilihan paus menjadi diperuntukkan bagi kardinal, dan diupayakan reformasi kaum klerus. Kekuatan pendorong di balik pembaruan ini adalah rahib Ildebrando da Soana, yang setelah terpilih sebagai paus dengan nama Gregorius VII terlibat dalam Kontroversi Penobatan melawan Kaisar Heinrich IV.[45] Selanjutnya, Roma dijarah dan dibakar oleh bangsa Norman di bawah pimpinan Robert Guiscard yang telah memasuki kota untuk mendukung sang paus yang dikepung di Castel S. Angelo.[45]

Selama periode ini, kota Roma diperintah secara otonom oleh seorang senatore atau patrizio pada abad ke-12. Pemerintahan tersebut, sebagaimana lazimnya dalam kota-kota Italia, berevolusi menjadi commune, suatu bentuk baru organisasi sosial, ekspresi kelas-kelas kaya baru.[45] Paus Lusius II telah berjuang melawan commune Romawi itu, dan pergulatan ini dilanjutkan oleh Paus Eugenius III penggantinya: kemudian commune itu, beraliansi dengan kaum bangsawan, didukung oleh Arnaldo da Brescia, seorang rahib yang adalah pembaharu religius dan sosial.[46] Setelah wafatnya sang paus, Arnaldo ditawan oleh Paus Adrianus IV, yang menandai akhir dari otonomi commune tersebut.[46] Di bawah kepemimpinan Paus Innosensius III, yang pemerintahannya menandai suatu titik kulminasi kepausan, commune melikuidasi senat dan menggantinya dengan suatu Senatore yang tunduk pada paus.[46]

Dalam periode ini kepausan memainkan suatu peran penting dalam dunia sekuler Eropa Barat, sering kali bertindak sebagai arbiter atau penengah antara penguasa monarki Kristen dan menggunakan kekuasaan politik lainnya.[47][48][49]

Pada tahun 1266, Charles dari Anjou, yang bergerak menuju selatan untuk memerangi dinasti Hohenstaufen atas nama paus, diangkat menjadi Senator. Charles mendirikan Sapienza, universitas Roma.[46] Pada periode tersebut, ketika paus wafat dan para kardinal yang berhimpun di Viterbo tidak bersepakat mengenai penggantinya, penduduk kota ini marah dan membongkar atap bangunan tempat mereka berhimpun, lalu mengurung mereka sampai mereka berhasil memilih paus baru: peristiwa ini menandai lahirnya konklaf.[46] Pada periode ini kota Roma juga mengalami kehancuran akibat perkelahian terus menerus di antara keluarga bangsawan Annibaldi, Caetani, Colonna, Orsini, dan Conti, berbasis dalam benteng-benteng mereka yang dibangun di atas struktur Romawi kuno, saling memerangi satu sama lain demi memegang kendali atas kepausan.[46]

Paus Bonifasius VIII, terlahir dari keluarga Caetani, adalah paus terakhir yang memperjuangkan ranah universal Gereja: ia menyatakan perang salib terhadap keluarga Colonna, dan pada tahun 1300 ia menetapkan Yubileum Kekristenan pertama, yang membawa jutaan peziarah ke Roma.[46] Namun, harapan-harapannya pupus karena raja Prancis Philippe IV, yang membuat ia ditawan dan disiksa di Anagni, menyebabkan ia meninggal dunia.[46] Setelah itu, terpilih seorang paus yang setia kepada Prancis, dan kepausan dipindahkan ke Avignon (1309–1377).[50] Selama periode ini, kota Roma terabaikan hingga kekuasaan beralih ke tangan seorang seorang rakyat jelata bernama Cola di Rienzo.[50] Sebagai seorang idealis dan pencinta Roma kuno, Cola memimpikan kelahiran kembali Kekaisaran Romawi: setelah merebut kekuasaan dengan gelar Tribuno, reformasinya ditolak oleh rakyat.[50] Kemudian Cola terpaksa mengungsi, namun ia dapat kembali bersama rombongan Kardinal Albornoz, dengan tugas memulihkan kekuasaan Gereja di Italia.[50] Ia kembali berkuasa selama suatu kurun waktu yang singkat sebelum akhirnya dieksekusi oleh massa, dan Albornoz mengambil alih kota ini, yang kembali menjadi takhta kepausan pada tahun 1377 di bawah kepemimpinan Paus Gregorius XI.[50] Kembalinya paus ke Roma pada tahun tersebut memicu terjadinya Skisma Barat (1378–1418) dan, selama empat puluh tahun ke depan, kota ini menjadi ajang perkelahian yang menjadikan Gereja terbagi.[50]

Zaman modern awal

Tempietto (San Pietro in Montorio) — contoh yang sangat bagus dari arsitektur Renaisans Italia.

Pada tahun 1418, Konsili Konstanz mengakhiri Skisma Barat, dan memilih seorang paus dari Roma, Paus Martinus V.[50] Hal ini menyebabkan perdamaian internal selama seabad di Roma, yang menandai permulaan Abad Renaisans.[50] Para paus yang memerintah sampai paruh pertama abad ke-16, dari Paus Nikolas V, pendiri Perpustakaan Vatikan, sampai Paus Pius II, seorang humanis dan berpendidikan tinggi, dari Paus Sistus IV, seorang paus pejuang, sampai Paus Aleksander VI, seorang amoral dan nepotis, dari Paus Yulius II, seorang prajurit dan pembina seni, sampai Paus Leo X, yang namanya digunakan untuk menyebut periode ini ("abad Leo X"), semuanya mencurahkan seluruh energi mereka untuk kemegahan dan keindahan Kota Abadi, kekuatan status mereka, serta patronase kesenian.[50]

Selama tahun-tahun ini, pusat Renaisans Italia dipindahkan dari Florence (Firenze) ke Roma. Karya-karya megah, seperti Basilika Santo Petrus yang baru, Kapel Sistina, dan Ponte Sisto (jembatan pertama yang dibangun di Sungai Tiber setelah abad kuno, kendati dibangun di atas konstruksi Romawi), tercipta pada periode ini. Untuk mewujudkannya, para paus melibatkan para seniman terbaik pada masa tersebut, termasuk Michelangelo, Perugino, Raphael, Ghirlandaio, Luca Signorelli, Botticelli, dan Cosimo Rosselli.

Periode ini juga terkenal karena korupsi kepausan, sejumlah paus memiliki anak, dan keterlibatan dalam nepotisme serta simoni. Korupsi yang dilakukan paus-paus tersebut, dan pengeluaran yang besar untuk proyek-proyek bangunan mereka, berkontribusi pada terjadinya Reformasi Protestan dan akhirnya Kontra Reformasi. Paus Aleksander VI, misalnya, dikenal karena dekadensinya, kehidupan amoral dan pemborosan.[51] Di bawah pimpinan paus-paus yang kaya dan melakukan pemborosan, Roma berubah menjadi pusat seni, kepenyairan, musik, sastra, pendidikan, dan budaya. Roma mampu menyaingi kota-kota besar Eropa lainnya pada masa tersebut dalam hal kekayaan, kemegahan, seni, pembelajaran, dan arsitektur.

Periode Renaisans mengubah wajah Roma secara dramatis, dengan karya-karya seni seperti Pietà oleh Michelangelo dan beragam fresko di Apartemen Borgia. Roma mencapai puncak kemegahannya pada periode Paus Yulius II (1503–1513) serta Paus Leo X dan Paus Klemens VI pengganti-penggantinya, keduanya adalah anggota keluarga Medici.

Lukisan Michaelangelo di langit-langit Kapel Sistina, dilukis pada tahun 1508.
Roma pada tahun 1642.

Dalam periode dua puluh tahun ini, Roma menjadi salah satu pusat seni terbesar di dunia. Basilika St. Petrus lama yang dibangun oleh Kaisar Konstantinus Agung,[52] yang saat itu kondisinya telah bobrok, dihancurkan dan dibangun yang baru. Kota ini mewadahi seniman-seniman seperti Ghirlandaio, Perugino, Botticelli, dan Bramante, yang membangun Gereja San Pietro in Montorio dan merencanakan suatu proyek besar untuk merenovasi Istana Vatikan. Rafael, yang di Roma menjadi salah satu pelukis paling terkenal dari Italia, membuat fresko-fresko di Villa Farnesina, Ruangan Rafael, ditambah banyaknya lukisan terkenal yang lain. Michelangelo memulai dekorasi langit-langit Kapel Sistina dan mengerjakan patung terkenal Musa untuk makam Paus Yulius II. Roma kehilangan sebagian karakter religiusnya, semakin menjadi suatu kota Renaisans yang sejati, dengan sejumlah besar perayaan populer, pacuan kuda, pesta, episode-episode tak bermoral dan intrik.

Perekonomiannya maju, dengan kehadiran beberapa bankir dari Toscana, termasuk Agostino Chigi, yang adalah teman Rafael dan pelindung kesenian. Sebelum wafatnya di usia muda, Rafael juga mendorong pelestarian reruntuhan kuno untuk yang pertama kalinya. Pergulatan antara Prancis dan Spanyol di Eropa menyebabkan penjarahan pertama kota ini dalam waktu kurang dari lima ratus tahun setelah penjarahan sebelumnya. Pada tahun 1527, Kaisar Landsknecht Karl V menjarah kota ini, secara tiba-tiba mengakhiri masa keemasan Renaisans di Roma.[50][53]

Diawali dengan Konsili Trente pada tahun 1545, Gereja memulai Kontra Reformasi sebagai suatu tanggapan atas Reformasi Protestan, suatu keraguan dalam skala besar terhadap otoritas Gereja mengenai hal-hal rohani dan urusan pemerintahan. Kehilangan kepercayaan tersebut kemudian menyebabkan pergeseran penting kekuasaan sekuler dari Gereja.[50] Di bawah kepemimpinan para paus dari Paus Pius IV sampai Paus Sistus V, Roma menjadi pusat Katolisisme reformasi dan dibangun monumen-monumen baru untuk merayakan pemulihan kebesaran kepausan.[54] Para paus dan kardinal dari abad ke-17 dan awal abad ke-18 melanjutkan gerakan itu dengan mendirikan bangunan-bangunan Barok untuk memperkaya lanskap kota.[54]

Periode tersebut merupakan masa nepotis lainnya: keluarga-keluarga bangsawan baru (Barberini, Pamphili, Chigi, Rospigliosi, Altieri, Odescalchi) mendapat perlindungan dari pausnya masing-masing, yang mendirikan bangunan-bangunan Barok besar bagi keluarga mereka.[54] Selama Abad Pencerahan, ide-ide baru juga sampai ke Kota Abadi, tempat kepausan mendukung berbagai studi arkeologi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.[50] Namun, tidak semua aspek berjalan dengan baik bagi Gereja selama Kontra Reformasi. Terdapat beberapa kemunduran dalam berbagai upaya untuk menahan kebijakan-kebijakan anti-Gereja dari kekuatan Eropa pada pada waktu itu, kemunduran yang paling menonjol mungkin pada tahun 1773 ketika Paus Klemens XIV dipaksa oleh kekuatan sekuler untuk menekan ordo Yesuit.[50]

Zaman modern akhir dan kontemporer

Pemerintahan para paus sempat diinterupsi oleh Republik Roma (1798–1800) yang berumur pendek, yang didirikan di bawah pengaruh Revolusi Prancis. Negara Gereja dipulihkan pada bulan Juni 1800, namun selama pemerintahan Napoleon, Roma dianeksasi sebagai suatu Département dari Kekaisaran Prancis: pertama-tama sebagai Département du Tibre (1808–10) dan selanjutnya sebagai Département Rome (1810–14). Setelah kejatuhan Napoleon, Negara Gereja di bawah kepemimpinan paus itu dipulihkan kembali melalui Kongres Wina tahun 1814.

Pada tahun 1849, Republik Roma lainnya timbul di dalam bingkai revolusi 1848. Dua tokoh yang paling berpengaruh dalam unifikasi Italia, Giuseppe Mazzini dan Giuseppe Garibaldi, berjuang demi republik yang berumur pendek itu.

Pasukan Italia memasuki Roma pada tanggal 20 September 1870.

Roma kemudian menjadi fokus harapan akan reunifikasi Italia, sebab wilayah Italia yang lain telah dipersatukan kembali sebagai Kerajaan Italia, dengan ibu kota sementara di Firenze. Pada tahun 1861, Roma dinyatakan sebagai ibu kota Italia kendati masih berada di bawah kendali paus. Selama tahun 1860-an, sisa-sisa terakhir dari Negara Gereja berada di bawah perlindungan Prancis berkat kebijakan luar negeri Napoleon III. Baru setelah perlindungan itu dicabut pada tahun 1870, karena terjadinya Perang Prancis-Prusia, pasukan Italia dapat merebut Roma dengan memasuki kota ini melalui suatu serbuan di dekat Porta Pia. Setelah itu, Paus Pius IX menyatakan dirinya sebagai tawanan di Vatikan dan, pada tahun 1871, ibu kota Italia akhirnya dipindahkan dari Firenze ke Roma.[55]

Tidak lama setelah Perang Dunia I, Roma menjadi saksi kebangkitan Fasisme Italia, dipimpin oleh Benito Mussolini, yang melakukan mars menuju kota ini pada tahun 1922. Ia kemudian mendeklarasikan suatu Kekaisaran Italia yang baru dan menjadikan Italia beraliansi dengan Jerman Nazi. Mussolini meruntuhkan sebagian besar pusat kota ini dalam rangka membangun berbagai lapangan dan jalan lebar yang dimaksudkan untuk merayakan rezim fasis dan kebangkitan kembali Roma klasik.[56] Periode antarperang tersebut menyaksikan cepatnya pertumbuhan penduduk kota ini, yang melampaui satu juta penduduk. Dalam Perang Dunia II, karena kekayaan seninya dan keberadaan Vatikan, Roma pada dasarnya lolos dari nasib tragis sebagamana dialami kota-kota besar Eropa lainnya. Namun, pada tanggal 19 Juli 1943, Distrik San Lorenzo dibombardir oleh pasukan Inggris-Amerika, yang mengakibatkan kematian seketika 3.000 orang dan 11.000 orang lainnya terluka yang darinya 1.500 orang kemudian meninggal dunia. Setelah kejatuhan Mussolini dan Gencatan Senjata Italia pada tanggal 8 September 1943, kota ini diduduki oleh Jerman dan dinyatakan sebagai kota terbuka hingga pembebasannya pada tanggal 4 Juni 1944.

Roma berkembang dengan pesat setelah perang tersebut, sebagai salah satu kekuatan pendorong di belakang "keajaiban ekonomi Italia" dalam modernisasi dan rekonstruksi pasca-perang pada tahun 1950-an dan 1960-an. Sepanjang periode ini, tahun-tahun la dolce vita ("kehidupan yang manis"), Roma menjadi suatu kota yang modis; film-film klasik populer seperti Ben Hur, Quo Vadis, Roman Holiday, dan La Dolce Vita di filmkan di Cinecittà, studio-studio film ikonik di kota ini. Tren peningkatan populasi berlanjut sampai pertengahan tahun 1980-an, ketika comune ini telah memiliki lebih dari 2,8 juta penduduk. Setelah itu, populasi mulai menurun secara perlahan karena para penghuni kota mulai pindah ke pinggiran kota Roma di dekat hunian asalnya.

Pemerintahan

Pemerintah lokal

Palazzo Senatorio, Balai Kota Roma.

Roma merupakan sebuah comune speciale, bernama "Roma Capitale",[57] dan merupakan yang terbesar kedua dalam hal luas wilayah dan jumlah penduduk di antara 8.101 comuni Italia. Roma dipimpin oleh seorang wali kota dan suatu dewan kota. Tempat kedudukan comune ini adalah Palazzo Senatorio di Bukit Capitolino, tempat kedudukan pemerintah kota ini secara historis. Pemerintah lokal di Roma biasanya disebut sebagai "Campidoglio", nama Italia bukit tersebut.

Pembagian administratif dan historis

Municipi Roma.

Sejak tahun 1972 kota ini dibagi ke dalam wilayah-wilayah administratif, disebut municipi (bentuk tunggal: municipio); sampai tahun 2001 bernama circoscrizioni.[58] Pembagian itu dibuat untuk alasan administratif, agar kota ini semakin terdesentralisasi. Setiap municipio dipimpin oleh seorang presiden dan suatu dewan yang terdiri dari empat anggota yang dipilih oleh warganya setiap lima tahun. Municipi tersebut sering kali melintasi batas-batas tradisional, pembagian non-administratif kota ini. Awalnya municipi berjumlah 20, kemudian menjadi 19.[59] Pada tahun 2013, jumlahnya berkurang menjadi 15.[60]

Roma juga terbagi ke dalam beragam jenis unit non-administratif yang berbeda. Pusat bersejarahnya dibagi menjadi 22 rioni, semuanya terletak di dalam Tembok Aurelianus kecuali Prati dan Borgo.

Pembagian tersebut berasal dari Regiones Roma kuno, yang berevolusi pada Abad Pertengahan menjadi rioni abad pertengahan.[61] Pada Abad Renaisans, di bawah kepemimpinan Paus Sistus V, jumlahnya kembali menjadi 14, dan batas-batasnya kemudian ditetapkan di bawah kepemimpinan Paus Benediktus XIV pada tahun 1743.

Suatu pembagian baru kota ini di bawah kepemimpinan Napoleon hanya berumur sesaat saja, dan tidak ada perubahan signifikan dalam organisasi kota ini hingga tahun 1870, ketika Roma menjadi ibu kota ketiga Italia. Kebutuhan akan ibu kota baru menimbulkan terjadi ledakan urbanisasi dan jumlah penduduk di dalam maupun di luar tembok Aurelianus. Pada tahun 1874, rione yang ke-15, Esquilino, dibentuk pada zona baru urbanisasi di Monti. Pada awal abad ke-20, dibentuk rioni lainnya (yang terakhir adalah Prati – satu-satunya yang terletak di luar Tembok Paus Urbanus VIII – pada tahun 1921). Setelah itu, digunakan nama "quartiere" untuk pembagian adminstratif baru kota ini. Saat ini, semua rioni merupakan bagian dari Municipio pertama, yang karenanya bertepatan sepenuhnya dengan kota bersejarah (Centro Storico).

Pemerintah metropolitan dan regional

Roma adalah kota utama Kota Metropolitan Roma, sejak 1 Januari 2015. Kota Metropolitan tersebut menggantikan provinsi lama yang mencakup wilayah metropolitan kota ini dan membentang jauh ke utara sampai Civitavecchia. Berdasarkan luas area, Kota Metropolitan Roma adalah yang terbesar di Italia. Dengan luas 5.352 kilometer persegi, dimensinya dapat dibandingkan dengan regioni Liguria. Selain itu, kota ini juga merupakan ibu kota regioni Lazio.

Pemerintah nasional

Roma adalah ibu kota nasional Italia dan tempat kedudukan Pemerintah Italia. Kediaman resmi Presiden Republik Italia dan Perdana Menteri Italia, tempat kedudukan Parlemen Italia dan Mahkaman Konsititusi Italia, semuanya terletak di pusat bersejarah kota ini. Kementerian-kementerian negara tersebar di sekitar kota ini; di antaranya yaitu Kementerian Luar Negeri, yang terletak di Palazzo della Farnesina di dekat Stadion Olimpiade.

Geografi

Foto astronaut Roma, 2002.

Lokasi

Roma terletak dalam region Lazio di Italia Tengah, di Sungai Tiber (bahasa Italia: Tevere). Pemukiman asli berkembang di bukit-bukit yang menghadap ke suatu arungan di samping Pulau Tiberina, satu-satunya arungan alami sungai tersebut di daerah ini. Roma dari Raja-Raja dibangun di atas tujuh bukit: Bukit Aventino, Bukit Celio, Bukit Capitolino, Bukit Esquilino, Bukit Palatino, Bukit Quirinale, dan Bukit Viminale. Roma modern juga dilintasi sungai lainnya, Sungai Aniene, yang mengalir ke Sungai Tiber di utara pusat bersejarah kota ini.

Meskipun pusat kota ini berjarak sekitar 24 kilometer (15 mi) ke arah daratan dari Laut Tirenia, wilayah kota ini meluas sampai ke pesisirnya, tempat keberadaan Ostia, suatu distrik di bagian barat-selatan. Ketinggian wilayah pusat Roma berkisar dari 13 meter (43 ft) di atas permukaan laut (di bagian dasar Pantheon) sampai 139 meter (456 ft) di atas permukaan laut (puncak Monte Mario).[62] Comune Roma secara keseluruhan meliputi area dengan luas sekitar 1.285 kilometer persegi, mencakup banyak area hijau.

Topografi

Roma dilihat dari satelit.

Sepanjang sejarah Roma, batas perkotaannya dianggap sebagai area di dalam tembok-tembok kota. Awalnya mencakup Tembok Servius, yang dibangun dua belas tahun setelah kota ini dijarah oleh orang Galia pada tahun 390 SM. Berarti meliputi hampir seluruh Bukit Esquilino dan Celio, serta keseluruhan lima bukit lainnya. Roma berkembang hingga ke luar Tembok Servius, tetapi tidak ada tembok lain yang dibangun hingga hampir 700 tahun kemudian, ketika pada tahun 270 M Kaisar Aurelianus mulai membangun Tembok Aurelianus. Tembok tersebut panjangnya hampir 19 kilometer (12 mi), dan masih berfungsi sebagai tembok yang harus ditembus oleh pasukan Kerajaan Italia untuk memasuki kota ini pada tahun 1870. Area perkotaan Roma terbagi menjadi dua oleh jalan lingkarnya, Grande Raccordo Anulare ("GRA"), selesai dibangun pada tahun 1962, yang mengelilingi pusat kota dengan jarak sekitar 10 km (6 mi). Walaupun saat jalan lingkar tersebut terselesaikan kebanyakan wilayah berpenghuni terletak di dalamnya (salah satu dari beberapa pengecualian misalnya Ostia yang sebelumnya adalah pedesaan, yang terletak di sepanjang pesisir Tirenia), pada saat itu juga dibangun pemukiman-pemukiman yang membentang hingga 20 km (12 mi) di luar jalan tesebut.

Comune ini meliputi area yang luasnya tiga kali luas keseluruhan area di dalam Raccordo tersebut dan dapat dibandingkan dengan area keseluruhan kota metropolitan Milan dan Napoli, enam kali luas teritori kota-kota itu. Selain itu juga meliputi berbagai area tanah rawa yang terbengkalai yang dipandang tidak cocok untuk pertanian ataupun pembangunan perkotaan.

Sebagai konsekuensinya, kepadatan comune ini tidak begitu tinggi, teritorinya terbagi antara area dengan tingkat urbanisasi tinggi serta area yang ditetapkan sebagai taman, cagar alam, dan untuk pertanian.

Iklim

Roma beriklim Mediterania musim panas yang panas (hot-summer) (klasifikasi iklim Köppen: Csa),[63] mengalami musim dingin yang sejuk dan lembap serta musim panas yang panas dan kering.

Rata-rata suhu tahunannya di atas 20 °C (68 °F) pada siang hari dan 10 °C (50 °F) pada malam hari. Dalam bulan terdingin – Januari, suhunya rata-rata 12 °C (54 °F) saat siang hari dan 3 °C (37 °F) saat malam hari. Dalam bulan-bulan terpanas – Juli dan Agustus, suhunya rata-rata 30 °C (86 °F) saat siang hari dan 18 °C (64 °F) saat malam hari.

Desember, Januari, dan Februari merupakan bulan-bulan yang paling dingin, dengan suhu rata-rata harian 8 °C (46 °F). Suhu selama bulan-bulan tersebut biasanya bervariasi antara 10 dan 15 °C (50 dan 59 °F) pada siang hari dan antara 3 dan 5 °C (37 dan 41 °F) pada malam hari, dengan seringnya periode yang lebih dingin ataupun lebih hangat. Salju jarang turun tetapi bukannya tidak pernah, dengan salju ringan ataupun yang turun tiba-tiba terjadi pada hampir setiap musim dingin, umumnya tanpa akumulasi, dan hujan salju besar terjadi sekali setiap 20 atau 25 tahun (yang terakhir terjadi pada tahun 2012).[64]

Kelembaban relatifnya rata-rata 75%, bervariasi dari 72% pada bulan Juli sampai 77% pada bulan November. Suhu laut bervariasi dari yang terendah 13 °C (55 °F) pada bulan Februari dan Maret sampai yang tertinggi 24 °C (75 °F) pada bulan Agustus.[65]

Data iklim Bandar Udara Ciampino Roma (ketinggian: 105 m dpl, 13 km (8 mi) sebelah timur-selatan dari Colosseum citra satelit)
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 11.9
(53.4)
13.0
(55.4)
15.2
(59.4)
17.7
(63.9)
22.8
(73)
26.9
(80.4)
30.3
(86.5)
30.6
(87.1)
26.5
(79.7)
21.4
(70.5)
15.9
(60.6)
12.6
(54.7)
20.4
(68.7)
Rata-rata harian °C (°F) 7.5
(45.5)
8.2
(46.8)
10.2
(50.4)
12.6
(54.7)
17.2
(63)
21.1
(70)
24.1
(75.4)
24.5
(76.1)
20.8
(69.4)
16.4
(61.5)
11.4
(52.5)
8.4
(47.1)
15.2
(59.4)
Rata-rata terendah °C (°F) 3.1
(37.6)
3.5
(38.3)
5.2
(41.4)
7.5
(45.5)
11.6
(52.9)
15.3
(59.5)
18.0
(64.4)
18.3
(64.9)
15.2
(59.4)
11.3
(52.3)
6.9
(44.4)
4.2
(39.6)
10.0
(50)
Presipitasi mm (inci) 66.9
(2.634)
73.3
(2.886)
57.8
(2.276)
80.5
(3.169)
52.8
(2.079)
34.0
(1.339)
19.2
(0.756)
36.8
(1.449)
73.3
(2.886)
113.3
(4.461)
115.4
(4.543)
81.0
(3.189)
804.3
(31.665)
Rata-rata hari hujan atau bersalju (≥ 1 mm) 7.0 7.6 7.6 9.2 6.2 4.3 2.1 3.3 6.2 8.2 9.7 8.0 79.4
Rata-rata sinar matahari bulanan 120.9 132.8 167.4 201.0 263.5 285.0 331.7 297.6 237.0 195.3 129.0 111.6 2.472,8
Sumber: Servizio Meteorologico,[66] data durasi cahaya matahari[67] (1971–2000)

Demografi

Populasi historis
Tahun Jumlah
Pend.
  
±%  
1861 194.500—    
1871 212.432+9.2%
1881 273.952+29.0%
1901 422.411+54.2%
1911 518.917+22.8%
1921 660.235+27.2%
1931 930.926+41.0%
1936 1.150.589+23.6%
1951 1.651.754+43.6%
1961 2.188.160+32.5%
1971 2.781.993+27.1%
1981 2.840.259+2.1%
1991 2.775.250−2.3%
2001 2.663.182−4.0%
2011 2.617.175−1.7%
Sumber: ISTAT, 2001

Pada tahun 550 SM, Roma adalah kota terbesar kedua di Italia, dengan Tarentum sebagai yang terbesar. Saat itu luas areanya sekitar 285 hektare (700 ekar) dan perkiraan populasinya 35.000 penduduk. Sumber-sumber lain mengemukakan bahwa populasinya sedikit di bawah 100.000 penduduk antara tahun 600–500 SM.[68][69] Ketika Republik berdiri pada tahun 509 SM, sensus yang dilakukan mencatat populasinya 130.000 penduduk. Republik itu termasuk kota ini dan lingkungan sekitarnya. Sumber-sumber lain menunjukkan adanya populasi sejumlah 150.000 penduduk pada tahun 500 SM, dan melampaui 300.000 penduduk pada tahun 150 SM.[70][71][72][73][74]

Terdapat sejumlah spekulasi mengenai ukuran kota ini pada masa Kaisar Augustus, dengan perkiraan-perkiraan berdasarkan distribusi dan impor biji-bijian, kapasitas akuaduk, batas kota, kepadatan penduduk, laporan sensus, serta asumsi-asumsi seputar jumlah budak, anak-anak, dan wanita yang tidak dilaporkan, yang tersaji dalam kisaran yang cukup luas. Glenn Storey memperkirakan 450.000 penduduk, Whitney Oates memperkirakan 1,2 juta, Neville Morely memberikan perkiraan kasar 800.000, dan tidak termasuk perkiraan-perkiraan awal sebesar 2 juta penduduk.[75][76][77][78]

Setelah kejatuhan Kekaisaran Romawi Barat, populasi kota ini turun hingga kurang dari 50.000 penduduk. Dan berlanjut stagnan atau bahkan menyusut hingga Abad Renaisans.[79] Ketika Kerajaan Italia menganeksasi Roma pada tahun 1870, populasi kota ini sekitar 200.000 penduduk. Angka tersebut meningkat menjadi 600.000 menjelang Perang Dunia I. Rezim Fasis Mussolini berupaya untuk mencegah kenaikan demografis kota ini yang berlebihan, tetapi ia gagal mencegahnya sehingga populasi kota ini mencapai satu juta penduduk pada awal tahun 1930-an.[butuh rujukan][butuh klarifikasi] Pertumbuhan jumlah penduduk terus berlanjut setelah Perang Dunia II, dibantu oleh ledakan ekonomi pasca perang. Ledakan pembangunan juga menciptakan sejumlah besar daerah pinggiran kota selama tahun 1950-an dan 1960-an.

Pada pertengahan tahun 2010, terdapat 2.754.440 penghuni dalam batas kota, sementara sekitar 4,2 juta penduduk tinggal di area Roma yang