Jerman Nazi
Jerman Nazi (bahasa Jerman: NS-Staat) adalah nama umum Jerman antara tahun 1933 dan 1945, ketika Adolf Hitler dan Partai Nazi (NSDAP) yang ia pimpin menguasai negara dengan sistem kediktatoran. Di bawah pemerintahan Hitler, Jerman diubah menjadi negara totaliter dan hampir seluruh aspek kehidupan dikendalikan oleh pemerintah. Nama resmi negara ini adalah Deutsches Reich (Reich Jerman) sampai 1943 dan Großdeutsches Reich (Reich Jerman Raya) dari 1943 sampai 1945. Jerman Nazi juga dikenal dengan sebutan Reich Ketiga (Drittes Reich), yang berarti "Kekaisaran Ketiga", dengan Kekaisaran Romawi Suci (800–1806) selaku kekaisaran pertama dan Kekaisaran Jerman (1871–1918) sebagai kekaisaran kedua. Rezim Nazi tumbang setelah Sekutu mengalahkan Jerman pada bulan Mei 1945, mengakhiri Perang Dunia II di Eropa. Hitler ditunjuk sebagai Kanselir Jerman oleh Presiden Republik Weimar, Paul von Hindenburg, pada 30 Januari 1933. NSDAP kemudian mulai melenyapkan semua lawan politik dan memperkuat kekuasaannya. Hindenburg wafat pada 2 Agustus 1934 dan Hitler menjadi diktator Jerman dengan menggabungkan jabatan dan kekuasaan Kanselir dan Presiden. Referendum nasional yang diselenggarakan pada 19 Agustus 1934 mengukuhkan Hitler sebagai satu-satunya Führer (pemimpin) Jerman. Seluruh kekuasaan terpusat pada diri Hitler dan titahnya menjadi hukum tertinggi. Pemerintah bukanlah sebuah badan terkoordinasi yang bekerja sama, tetapi sekumpulan faksi yang berjuang untuk memperoleh kekuasaan dan meraih dukungan Hitler. Di tengah-tengah Depresi Hebat, rezim Nazi memulihkan kestabilan ekonomi dan mengakhiri pengangguran massal melalui kebijakan militer dan ekonomi campuran. Dengan belanja negara melebihi pendapatan, rezim ini mampu menggalakkan pekerjaan umum, termasuk pembangunan Autobahnen (jalan raya). Pulihnya ekonomi Jerman meningkatkan kepopuleran rezim Nazi. Rasisme, terutama antisemitisme, menjadi bagian dari ideologi rezim ini. Bangsa Jerman dianggap oleh Nazi sebagai ras unggul, cabang paling murni dari ras Arya. Diskriminasi dan persekusi terhadap orang Yahudi dan Rom mulai digalakkan setelah Hitler berkuasa. Kamp konsentrasi pertama didirikan pada bulan Maret 1933. Yahudi dan kelompok lainnya yang "tidak dikehendaki" dipenjara, dan kaum liberal, sosialis, dan komunis dibunuh, dipenjara, atau diasingkan. Warga negara dan gereja Kristen yang menentang pemerintahan Hitler ditindas, dan banyak pemimpin agama yang dipenjarakan. Kurikulum pendidikan difokuskan pada biologi rasial, kebijakan kependudukan, dan wajib militer. Kesempatan karier dan pendidikan bagi wanita dibatasi. Rekreasi dan pariwisata diselenggarakan melalui program Kraft durch Freude, dan Olimpiade Musim Panas 1936 dimanfaatkan untuk memamerkan Jerman di panggung internasional. Menteri Propaganda Joseph Goebbels memanfaatkan film, rapat raksasa, dan orasi-orasi Hitler untuk memengaruhi opini masyarakat. Pemerintah mengendalikan ekspresi artistik, mempromosikan bentuk arsitektur dan kesenian tertentu (misalnya arsitektur neoklasik), dan melarang atau membatasi bentuk lainnya (seperti seni langgam modern atau abstrak). Rezim Nazi mendominasi negara tetangga melalui ancaman militer pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia II. Jerman Nazi melayangkan permintaan wilayah yang semakin agresif, mengancam dengan perang jika hal tersebut tidak dipenuhi. Nazi menguasai Austria dan hampir seluruh Cekoslowakia pada tahun 1938 dan 1939. Jerman menandatangani pakta nonagresi dengan Uni Soviet, dan menginvasi Polandia pada 1 September 1939, memicu Perang Dunia II di Eropa. Pada awal 1941, Jerman telah menguasai sebagian besar Eropa. Reichskommissariat mengambil kendali atas wilayah yang ditaklukkan dan pemerintahan Jerman ditegakkan di Polandia. Jerman mengeksploitasi bahan mentah dan tenaga kerja, baik di wilayah yang diduduki maupun di negara sekutunya. Einsatzgruppen membentuk skuad kematian di wilayah yang diduduki Jerman untuk melakukan pembunuhan massal terhadap jutaan Yahudi dan kelompok lainnya yang dianggap tidak dikehendaki oleh negara. Jutaan lainnya dipenjara, dipekerjakan sampai mati, atau dibunuh di kamp pemusnahan dan kamp konsentrasi Nazi. Genosida ini dikenal dengan sebutan Holokaus. Meskipun invasi Jerman terhadap Uni Soviet pada tahun 1941 awalnya berhasil, kebangkitan Soviet dan masuknya Amerika Serikat ke kancah peperangan menyebabkan kekuatan Wehrmacht (angkatan bersenjata Jerman) melemah di Front Timur pada tahun 1943, dan pada akhir 1944, Jerman berhasil didorong mundur ke perbatasan pra-1939. Pengeboman udara berskala besar terhadap Jerman meningkat pada tahun 1944 dan kekuatan Poros dipaksa mundur ke Eropa Timur dan Selatan. Setelah Sekutu menginvasi Prancis, Jerman dipukul mundur oleh Uni Soviet di timur dan oleh Sekutu lainnya di barat. Hitler menolak menyerah, sehingga perang terus berkobar dan menyebabkan kehancuran besar-besaran infrastruktur Jerman dan bertambahnya korban jiwa pada bulan-bulan terakhir perang. Akhirnya Hitler bunuh diri pada 30 April 1945 dan Jerman menyerah pada 8 Mei. Sekutu yang memenangkan perang memprakarsai kebijakan denazifikasi dan mengadili pejabat Nazi yang masih hidup atas kejahatan perang dalam peradilan Nürnberg. NamaNama resmi negara ini dalam bahasa Jerman adalah Deutsches Reich dari 1933 sampai 1943 dan Großdeutsches Reich dari 1943 sampai 1945, sedangkan istilah umum yang digunakan saat ini adalah "Jerman Nazi" dan "Reich Ketiga". Nama "Reich Ketiga" merupakan terjemahan dari istilah Drittes Reich yang digunakan dalam propaganda Nazi; istilah tersebut pertama kali disebutkan dalam buku Das Dritte Reich karya Arthur Moeller van den Bruck tahun 1923. Buku ini menjelaskan Kekaisaran Romawi Suci (962–1806) sebagai Reich pertama dan Kekaisaran Jerman (1871–1918) sebagai Reich kedua.[2] Latar belakangJerman dikenal dengan nama Republik Weimar antara tahun 1919 sampai 1933. Bentuk pemerintahannya adalah republik dengan sistem semipresidensial. Republik Weimar menghadapi sejumlah masalah, seperti hiperinflasi, ekstremisme politik (termasuk kekerasan oleh paramiliter sayap kiri dan kanan), pertikaian dengan Sekutu yang memenangkan Perang Dunia I, dan kegagalan partai-partai yang terpecah belah dalam upaya membentuk koalisi pemerintahan.[3] Kemerosotan parah perekonomian Jerman dimulai setelah Perang Dunia I berakhir, terutama karena harus membayar pampasan perang yang disyaratkan oleh Perjanjian Versailles 1919. Pemerintah mencetak uang untuk membayar pampasan serta utang negara yang ditimbulkan oleh perang, tetapi hal ini memicu hiperinflasi yang menyebabkan kenaikan harga barang-barang konsumsi, kekacauan ekonomi, dan huru-hara yang dipicu kekurangan pangan.[4] Ketika pemerintah gagal membayar pampasan perang pada Januari 1923, tentara Prancis menduduki kawasan industri Jerman di sepanjang Sungai Ruhr dan hal ini pun memicu kerusuhan.[5] Partai Buruh Jerman Sosialis Nasional (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei, NSDAP; Partai Nazi) didirikan pada tahun 1920. Partai ini adalah penerus Partai Buruh Jerman (DAP) yang dibentuk setahun sebelumnya, dan menjadi salah satu partai berhaluan kanan jauh di Jerman.[6] Program kerja partai NSDAP meliputi penggulingan Republik Weimar, penolakan isi Perjanjian Versailles, paham antisemitisme radikal, serta anti-Bolshevisme.[7] NSDAP menjanjikan pemerintahan pusat yang kuat, memperluas Lebensraum ("ruang hidup") bagi bangsa Jerman, pembentukan masyarakat nasional berdasarkan ras, dan pembersihan rasial melalui penindasan orang Yahudi yang akan dilucuti kewarganegaraan dan hak-hak sipilnya.[8] Partai ini dan organisasi paramiliternya, Sturmabteilung (SA; Detasemen Badai; Seragam Cokelat), menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan pandangan politik mereka, mengganggu rapat organisasi lawan, serta menyerang anggota partai lain maupun orang Yahudi di jalanan.[9] Kelompok bersenjata sayap kanan seperti itu banyak dijumpai di negara bagian Bayern dan ditoleransi oleh pemerintahan setempat yang berhaluan kanan jauh di bawah pimpinan Gustav Ritter von Kahr.[10] Ketika pasar saham di Amerika Serikat mengalami kejatuhan pada 24 Oktober 1929, dampaknya terhadap Jerman sangat parah.[11] Jutaan orang kehilangan pekerjaan dan beberapa bank besar bertumbangan. Hitler dan NSDAP bersiap-siap untuk memanfaatkan kekacauan ini demi meraih dukungan bagi partai mereka. Mereka berjanji akan memperkuat perekonomian dan menyediakan lapangan kerja.[12] Banyak pemilih yang menganggap NSDAP mampu memulihkan ketertiban, memadamkan kerusuhan, dan meningkatkan reputasi internasional Jerman. Setelah pemilihan umum federal tahun 1932, NSDAP menjadi partai terbesar di Reichstag, meraih 230 kursi dengan mandat dari 37,4 persen suara rakyat.[13] Sejarah![]() Nazi merebut kekuasaanMeskipun Nazi memenangkan dua pemilihan umum Reichstag tahun 1932, partai ini tidak berhasil memperoleh suara mayoritas. Oleh sebab itu, Hitler memimpin pemerintahan koalisi bersama Partai Rakyat Nasional Jerman yang berhaluan konservatif, walaupun koalisi ini akhirnya berumur pendek.[14] Pemerintahan koalisi ini terbentuk saat Presiden Paul von Hindenburg mengangkat Hitler sebagai Kanselir Jerman yang baru pada 30 Januari 1933, setelah gagalnya Kanselir Kurt von Schleicher membentuk kabinet yang didukung mayoritas Reichstag. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Machtergreifung ("pengambilalihan kekuasaan").[15] Pada malam 27 Februari 1933, gedung Reichstag dibakar. Marinus van der Lubbe, seorang komunis Belanda, dinyatakan bersalah karena menyulut kebakaran. Hitler menyatakan bahwa pembakaran tersebut menandai dimulainya pemberontakan komunis. Maklumat Kebakaran Reichstag (yang diberlakukan pada 28 Februari 1933) meniadakan sebagian besar kebebasan sipil, termasuk hak untuk berkumpul dan kebebasan pers. Maklumat tersebut juga memperbolehkan polisi untuk menahan seseorang tanpa tuntutan pidana. Undang-undang tersebut disertai dengan kampanye propaganda yang membuat masyarakat mendukung tindakan tersebut. Penindasan dan kekerasan terhadap kaum komunis oleh SA diberlakukan secara nasional dan 4.000 anggota Partai Komunis Jerman ditangkap.[16] Pada bulan Maret 1933, Undang-Undang Pemberian Kuasa disahkan di Reichstag sebagai amendemen terhadap Konstitusi Weimar dengan suara 444-94.[17] Amendemen ini memungkinkan Hitler dan kabinetnya untuk mengesahkan undang-undang (bahkan undang-undang yang melanggar konstitusi) tanpa persetujuan presiden atau Reichstag.[18] Undang-undang ini membutuhkan dua pertiga suara agar bisa disahkan, sehingga Nazi menggunakan taktik intimidasi serta menggunakan ketentuan Maklumat Kebakaran Reichstag untuk mencegah partisipasi anggota Partai Demokrat Sosial, sedangkan Partai Komunis telah dilarang.[19][20] Pada tanggal 10 Mei, pemerintah menyita aset Partai Demokrat Sosial, dan partai tersebut kemudian dilarang pada 22 Juni.[21] Pada 21 Juni, SA menggeledah kantor Partai Rakyat Nasional Jerman (bekas rekan koalisi NSDAP) dan membubarkannya pada tanggal 29 Juni. Partai-partai politik besar yang tersisa kemudian juga dibubarkan. Pada tanggal 14 Juli 1933, Jerman menjadi negara satu partai dengan disahkannya undang-undang yang menetapkan NSDAP sebagai satu-satunya partai resmi di Jerman. Pendirian partai-partai baru juga dinyatakan ilegal, dan semua partai politik lainnya yang belum bubar juga dilarang.[22] Undang-Undang Pemberian Kuasa kelak berfungsi sebagai landasan hukum kediktatoran yang diciptakan NSDAP.[23] Pemilu lanjutan pada November 1933, 1936, dan 1938 dikendalikan oleh Nazi; hanya anggota NSDAP dan segelintir kandidat independen yang terpilih.[24] Nazifikasi Jerman![]() Kabinet Hitler menggunakan ketentuan dalam Maklumat Kebakaran Reichstag dan Undang-Undang Pemberian Kuasa untuk memulai proses Gleichschaltung ("koordinasi"), yang menempatkan seluruh aspek kehidupan di bawah kendali partai.[25] Negara bagian yang pemerintah terpilihnya tidak berada di bawah kendali Nazi atau koalisi pimpinan Nazi dipaksa menyetujui penunjukan Komisaris Reich, yang berkewajiban memastikan agar negara bagian tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Para Komisaris ini memiliki kuasa untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat pemerintah daerah, anggota parlemen negara bagian, dan hakim. Melalui cara ini, Jerman secara de facto menjadi negara kesatuan karena semua pemerintah negara bagian dikendalikan oleh pemerintah pusat di bawah NSDAP.[26][27] Parlemen negara bagian dan Reichsrat (dewan perwakilan daerah) dihapuskan pada Januari 1934,[28] dan segenap kekuasaan negara bagian dilimpahkan ke pemerintah pusat.[27] Semua organisasi sipil, termasuk kelompok tani, organisasi sukarelawan, dan klub olahraga, diganti kepemimpinannya dengan simpatisan atau anggota partai Nazi; organisasi-organisasi sipil ini wajib digabung dengan NSDAP atau dibubarkan.[29] Pemerintah Nazi merayakan "Hari Buruh Nasional" pada May Day (1 Mei) 1933 dan mengundang seluruh perwakilan serikat buruh ke Berlin. Sehari setelahnya, pasukan SA menghancurkan kantor-kantor serikat buruh di seluruh negeri; semua serikat buruh dipaksa bubar dan para pemimpinnya ditangkap.[30] Undang-Undang Pemulihan Kepegawaian Negeri Profesional disahkan pada bulan April, yang melarang profesi guru, profesor, hakim, magistrat, dan pejabat pemerintah ditempati oleh Yahudi atau orang-orang yang dicurigai tidak berkomitmen kepada partai.[31] Dengan ini, satu-satunya lembaga nonpolitik yang tidak berada di bawah kendali NSDAP adalah gereja.[32] Rezim Nazi menghapuskan simbol-simbol Republik Weimar (termasuk bendera triwarna hitam, merah dan emas) dan menciptakan simbolisme baru. Bendera triwarna hitam, putih, dan merah yang dipakai kekaisaran sebelumnya digunakan kembali sebagai satu dari dua bendera resmi Jerman; satu lagi adalah bendera swastika NSDAP, yang menjadi satu-satunya bendera nasional pada tahun 1935. Mars partai NSDAP, "Horst-Wessel-Lied" ("Lagu Horst Wessel"), menjadi lagu kebangsaan kedua.[33] Jerman masih berada dalam situasi ekonomi yang kacau; sebanyak enam juta warga Jerman menganggur dan neraca perdagangan mengalami defisit parah.[34] Dengan meningkatkan belanja negara melebihi pendapatan ("pengeluaran defisit"), proyek-proyek pekerjaan umum digalakkan sejak tahun 1934, menciptakan 1,7 juta lapangan kerja baru pada akhir tahun tersebut.[34] Upah rata-rata pun mulai mengalami kenaikan.[35] Pengukuhan kekuasaanPimpinan SA berusaha menekan Hitler untuk meraih kekuasaan politik dan militer yang lebih besar. Sebagai tanggapan, Hitler memanfaatkan Schutzstaffel (SS) dan Gestapo untuk membersihkan kepemimpinan di SA secara menyeluruh.[36] Hitler menyasar Stabschef (Kepala Staf) SA Ernst Röhm dan pemimpin SA lainnya, yang ditangkap dan ditembak, bersama dengan sejumlah musuh politik Hitler (seperti Gregor Strasser dan mantan kanselir Kurt von Schleicher).[37] Sebanyak 200 orang dibunuh dari tanggal 30 Juni sampai 2 Juli 1934 dalam peristiwa yang kemudian dikenal dengan Malam Pisau Panjang.[38] Pada 2 Agustus 1934, Hindenburg meninggal dunia. Sehari sebelumnya, kabinet telah mengesahkan "Undang-Undang Pejabat Negara Tertinggi Reich", yang menyatakan bahwa setelah kematian Hindenburg, jabatan presiden akan dihapuskan dan kekuasaannya digabung dengan kekuasaan kanselir.[39] Dengan demikian, Hitler menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dan secara resmi bergelar Führer und Reichskanzler ("Pemimpin dan Kanselir"), meskipun akhirnya gelar Reichskanzler dihapuskan.[40] Jerman menjadi negara totaliter dengan Hitler sebagai pemimpinnya.[41] Sebagai kepala negara, Hitler menjadi Panglima Tertinggi angkatan bersenjata. Undang-undang baru mengubah sumpah kesetiaan bagi para prajurit sehingga diharuskan bersumpah setia kepada diri Hitler, bukannya kepada panglima atau negara.[42] Pada 19 Agustus 1934, penggabungan kekuasaan presiden dengan kanselir disetujui oleh 90 persen pemilih dalam sebuah referendum.[43] ![]() Kebanyakan warga Jerman merasa lega karena konflik dan perkelahian jalanan pada era Weimar telah berakhir. Mereka dibanjiri propaganda yang disusun oleh Menteri Penerangan Umum dan Propaganda, Joseph Goebbels, yang menjanjikan perdamaian dan banyak hal lainnya bagi warga Jerman di negara bersatu yang bebas Marxis tanpa terhalang Perjanjian Versailles.[44] NSDAP memperoleh dan mengesahkan kekuasaannya mula-mula melalui kegiatan revolusioner, kemudian melalui manipulasi mekanisme hukum, pemanfaatan wewenang kepolisian, serta dengan mengambil alih institusi pemerintah dan negara bagian.[45][46] Kamp konsentrasi Nazi besar pertama (yang awalnya untuk tahanan politik) dibuka di Dachau pada tahun 1933.[47] Menjelang akhir Perang Dunia II, terdapat ratusan kamp konsentrasi dengan berbagai ukuran dan fungsi yang telah didirikan oleh rezim Nazi.[48] Mulai bulan April 1933, sejumlah kebijakan yang menentukan status dan hak-hak Yahudi mulai dilembagakan.[49] Langkah-langkah ini memuncak dengan pengesahan Undang-Undang Nürnberg pada tahun 1935 yang melucuti hak-hak dasar Yahudi.[50] Nazi menyita harta benda Yahudi dan melarang mereka menikah dengan non-Yahudi. Orang Yahudi juga tidak diperbolehkan bekerja di berbagai bidang, termasuk hukum, kedokteran, dan pendidikan. Pada akhirnya rezim Nazi menyatakan kaum Yahudi sebagai puak-puak yang "tidak dikehendaki" untuk berada di antara warga negara dan bangsa Jerman.[51] Penguatan militerPada tahun-tahun awal rezim Nazi, Jerman tidak memiliki sekutu, dan amat lemah secara militer akibat Perjanjian Versailles. Prancis, Polandia, Italia, dan Uni Soviet memiliki alasan tersendiri untuk menentang berkuasanya Hitler. Polandia mengajak Prancis melakukan perang preventif melawan Jerman pada Maret 1933. Italia Fasis khawatir dengan potensi munculnya negara tetangga yang jauh lebih kuat dan jika suatu saat perluasan Jerman mengarah ke Balkan dan Austria, yang dianggap Benito Mussolini sebagian berada di bawah pengaruh Italia.[52] Pada awal Februari 1933, Hitler menyatakan bahwa Jerman harus mulai mempersenjatai diri, meskipun awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena melanggar Perjanjian Versailles. Pada 17 Mei 1933, Hitler berpidato di hadapan Reichstag, menjabarkan keinginannya untuk mewujudkan perdamaian dunia dan menerima tawaran dari Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt mengenai pelucutan militer, asalkan negara-negara Eropa lainnya juga melakukan hal yang sama.[53] Ketika kekuatan Eropa lainnya enggan menerima tawaran ini, Hitler menarik Jerman keluar dari Konferensi Pelucutan Senjata Dunia dan Liga Bangsa-Bangsa pada bulan Oktober, menyatakan bahwa klausul pelucutan senjata tidak adil jika hanya diberlakukan untuk Jerman.[54] Dalam referendum yang diselenggarakan pada bulan November, 95 persen pemilih mendukung penarikan diri Jerman.[55] Pada tahun 1934, Hitler memberi tahu para pemimpin militernya bahwa perang di timur harus dimulai pada 1942.[56] Saarland, yang berada di bawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa selama 15 tahun sejak akhir Perang Dunia I, melalui pemungutan suara pada Januari 1935 memutuskan untuk menjadi bagian Jerman.[57] Pada bulan Maret 1935, Hitler mengumumkan pembentukan angkatan udara, dan anggota Reichswehr akan ditambah menjadi 550.000 orang.[58] Britania Raya menyetujui pembentukan armada laut Jerman melalui Perjanjian Laut Inggris-Jerman pada 18 Juni 1935.[59] Ketika invasi Italia ke Etiopia hanya diprotes ringan oleh pemerintah Britania dan Prancis, pada 7 Maret 1936 Hitler menggunakan Perjanjian Bantuan Bersama Prancis-Soviet sebagai alasan untuk mengerahkan 3.000 tentara Jerman menuju zona demiliterisasi di Rhineland, yang melanggar ketentuan Perjanjian Versailles.[60] Karena wilayah tersebut adalah bagian dari Jerman, pemerintah Britania dan Prancis merasa bahwa upaya untuk menegakkan Perjanjian Versailles tidak sebanding dengan risiko perang yang akan dihadapi.[61] Dalam pemilu satu partai yang diadakan pada 29 Maret, NSDAP meraih 98,9 persen dukungan.[61] Pada tahun 1936, Hitler menandatangani Pakta Anti-Komintern dengan Jepang maupun perjanjian nonagresi dengan Mussolini yang kemudian disebut "Poros Roma-Berlin."[62] Hitler mengirimkan bantuan dan pasokan militer kepada tentara Nasionalis Jenderal Francisco Franco dalam Perang Saudara Spanyol yang mulai berkobar sejak Juli 1936. Legiun Condor Jerman memasok sejumlah pesawat dan awak, serta satu kontingen tank. Pesawat Legiun menghancurkan kota Guernica pada tahun 1937.[63] Pihak Nasionalis menang pada tahun 1939 dan menjadi sekutu tidak resmi Jerman Nazi.[64] Austria dan Cekoslowakia(Atas) Hitler memproklamasikan Anschluss di Heldenplatz, Wina, 15 Maret 1938 (Bawah) Etnis Jerman melakukan hormat Nazi untuk menyambut tentara Jerman ketika memasuki Saaz, 1938 Pada bulan Februari 1938, Hitler menekankan pada Kanselir Austria Kurt Schuschnigg tentang perlunya Jerman mengamankan perbatasannya. Schuschnigg menjadwalkan plebisit terkait kemerdekaan Austria pada 13 Maret, tetapi Hitler mengirim ultimatum pada Schuschnigg pada 11 Maret, menuntut agar ia menyerahkan seluruh kekuasaannya kepada NSDAP Austria atau ia harus menghadapi serangan Jerman. Tentara Jerman memasuki Austria pada keesokan harinya dan disambut antusias oleh para penduduk.[65] Cekoslowakia dihuni oleh banyak orang Jerman yang menjadi bangsa minoritas, khususnya di Sudetenland. Di bawah tekanan dari kelompok separatis Partai Jerman Sudeten, pemerintah Cekoslowakia menawarkan konsesi ekonomi kepada wilayah tersebut.[66] Hitler memutuskan bahwa ia tidak hanya akan menggabungkan Sudetenland ke dalam Reich, tetapi juga akan menghancurkan negara Cekoslowakia sepenuhnya.[67] Nazi melakukan kampanye propaganda guna menggalang dukungan untuk menyerang Cekoslowakia.[68] Para pemimpin militer Jerman menentang rencana tersebut karena Jerman dirasa belum siap untuk berperang.[69] Krisis ini menyebabkan Britania Raya, Cekoslowakia, dan Prancis (sekutu Cekoslowakia) bersiap untuk berperang. Dengan maksud untuk menghindari perang, Perdana Menteri Britania Neville Chamberlain mengatur serangkaian pertemuan, yang menghasilkan Perjanjian München yang ditandatangani pada 29 September 1938. Pemerintah Cekoslowakia dipaksa menerima pencaplokan Sudetenland oleh Jerman. Chamberlain disambut dengan sorak-sorai ketika ia mendarat di London dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut membawa "perdamaian bagi zaman kita".[70] Sementara itu, Polandia merebut sebidang wilayah Cekoslowakia di dekat Cieszyn pada 2 Oktober. Selain itu, sebagai dampak dari Perjanjian München, Hungaria menuntut dan memperoleh wilayah seluas 12.000 kilometer persegi (4.600 sq mi) di sepanjang perbatasan utaranya sesuai dengan Putusan Arbitrase Wina Pertama pada 2 November.[71] Selanjutnya, setelah perundingan dengan Presiden Emil Hácha, Cekoslowakia terbagi dua: Republik Slowakia diproklamasikan pada 14 Maret 1939, sedangkan wilayah Ceko yang tersisa dicaplok oleh Hitler dan dijadikan Protektorat Bohemia dan Moravia pada 15 Maret.[72] Pada hari yang sama, Hungaria menduduki dan mencaplok Karpatska Ukraina yang baru saja diproklamasikan dan tidak diakui, serta sehamparan wilayah yang dipersengketakan dengan Slowakia.[73][74] Cadangan devisa Austria dan Ceko dirampas oleh Nazi; persediaan bahan baku seperti logam maupun barang jadi seperti senjata dan pesawat terbang dikirim ke Jerman. Konglomerat industri Reichswerke Hermann Göring mengambil kendali atas pengelolaan fasilitas produksi baja dan batu bara di kedua negara tersebut.[75] PolandiaPada Januari 1934, Jerman menandatangani perjanjian nonagresi dengan Polandia.[76] Pada bulan Maret 1939, Hitler menuntut pengembalian Kota Merdeka Danzig dan Koridor Polandia, wilayah yang memisahkan Prusia Timur dengan Jerman. Britania mengumumkan akan membantu Polandia jika diserang. Hitler yakin bahwa Britania hanya menggertak, sehingga ia memerintahkan agar invasi dilancarkan pada bulan September 1939.[77] Pada 23 Mei, Hitler mengungkapkan kepada para jenderalnya mengenai rencana keseluruhannya yang tidak hanya menguasai Koridor Polandia, tetapi juga merebut wilayah Polandia lainnya di timur. Ia memperkirakan kali ini mereka akan menghadapi perlawanan.[78] Jerman menegaskan kembali persekutuannya dengan Italia dan menandatangani perjanjian nonagresi dengan Denmark, Estonia, dan Latvia, serta meresmikan hubungan dagang dengan Rumania, Norwegia, dan Swedia.[79] Menteri Luar Negeri Joachim von Ribbentrop melakukan perundingan dengan Uni Soviet, menghasilkan perjanjian nonagresi Pakta Molotov–Ribbentrop yang ditandatangani pada bulan Agustus 1939.[80] Perjanjian tersebut juga memuat protokol rahasia yang membagi Polandia dan negara-negara Baltik menjadi wilayah di bawah pengaruh Jerman dan Soviet.[81] Perang Dunia IIPecahnya perangJerman menginvasi Polandia dan merebut Kota Merdeka Danzig pada 1 September 1939, sehingga memulai Perang Dunia II di Eropa.[82] Sesuai kewajibannya yang diatur perjanjian, Britania Raya dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari kemudian.[83] Polandia jatuh dalam waktu sekitar satu bulan, sementara Uni Soviet mulai menyerang dari timur pada 17 September.[84] Reinhard Heydrich, kepala Sicherheitspolizei (SiPo; Polisi Keamanan) dan Sicherheitsdienst (SD; Dinas Keamanan), memerintahkan pada 21 September bahwa Yahudi Polandia harus ditangkap dan dikumpulkan di kota-kota dengan jaringan rel kereta yang baik. Awalnya, Yahudi direncanakan dideportasi ke arah timur, atau mungkin ke Madagaskar.[85] Dengan menggunakan daftar yang telah dipersiapkan sebelumnya, sekitar 65.000 intelektual, bangsawan, rohaniwan, dan guru Polandia dibunuh pada akhir 1939 dalam upaya untuk melenyapkan identitas Polandia sebagai sebuah bangsa.[86][87] Namun, walaupun sudah berperang dengan Prancis dan Britania di barat, hanya sedikit aksi militer yang terjadi di front tersebut hingga bulan Mei, sehingga periode ini dikenal sebagai "Perang Palsu." Pada masa ini, peperangan yang berkobar adalah Perang Musim Dingin antara Uni Soviet dan Finlandia, dan pertempuran maritim antara Jerman dan kekuatan Sekutu di Samudra Atlantik dan perairan Eropa. [88] Sejak awal perang, blokade Britania terhadap pengiriman barang ke Jerman sangat berdampak terhadap ekonominya. Jerman sangat bergantung pada impor minyak, batu bara, dan gandum.[89] Akibat embargo perdagangan dan blokade ini, impor Jerman turun 80 persen.[90] Untuk mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia ke Jerman, Hitler memerintahkan invasi Denmark dan Norwegia, yang dimulai pada tanggal 9 April. Denmark jatuh pada hari itu juga, sedangkan sebagian besar Norwegia berhasil dikuasai pada akhir bulan yang sama.[91][92] Pada awal Juni, Jerman telah menduduki seluruh Norwegia.[93] Penaklukan EropaAtas saran dari sejumlah petinggi militernya, Hitler memerintahkan serangan terhadap Prancis serta Belanda, Belgia, dan Luksemburg, yang dimulai pada Mei 1940.[94][95] Jerman dengan cepat menaklukkan Luksemburg dan Belanda. Setelah manuver Jerman di Hutan Ardennes di Belgia berhasil menipu tentara Sekutu, pasukan Britania dan Prancis yang terpojok terpaksa dievakuasi dari Dunkerque (Dunkirk) ke daratan Britania.[96] Prancis menyerah tanggal 22 Juni.[97] Kemenangan Jerman di Prancis melejitkan popularitas Hitler dan memicu demam perang di kalangan warga Jerman.[98] ![]() Jerman melanggar ketentuan Konvensi Den Haag dengan mengerahkan perusahaan-perusahaan industri di Belanda, Prancis, dan Belgia untuk memproduksi material perang bagi Jerman.[99] Nazi menyita ribuan lokomotif dan kereta luncur, stok senjata, dan menguasai bahan baku seperti tembaga, timah, minyak, dan nikel dari Prancis.[100] Biaya pendudukan dibebankan kepada Prancis, Belgia, dan Norwegia.[101] Terhambatnya perdagangan menyebabkan terjadinya penimbunan, pasar gelap, dan ketidakpastian masa depan.[102] Persediaan makanan menipis karena produksi turun di sebagian besar wilayah Eropa.[103] Kelaparan dialami oleh banyak negara yang diduduki Jerman.[103] Tawaran perdamaian Hitler kepada Perdana Menteri Britania Raya yang baru, Winston Churchill, ditolak pada bulan Juli 1940. Laksamana Besar Erich Raeder memberi tahu Hitler pada bulan Juni bahwa keunggulan di udara adalah prasyarat bagi keberhasilan menginvasi Britania, sehingga Hitler memerintahkan serangkaian serangan udara terhadap pangkalan udara dan stasiun radar Angkatan Udara Britania (RAF), dan menggempur kota-kota Britania, termasuk London, Liverpool, dan Manchester pada malam hari. Selanjutnya Pertempuran Britania berkecamuk di udara, tetapi Luftwaffe Jerman gagal melumpuhkan RAF. Pada akhir Oktober, Hitler menyadari bahwa keunggulan udara ini tidak tercapai. Invasi terhadap Britania ditunda secara permanen oleh Hitler, dan rencana ini sendiri sedari awal sebenarnya tidak pernah ditanggapi serius oleh para petinggi Angkatan Darat Jerman.[104][105][e] Menurut sejarawan Andrew Gordon, alasan utama kegagalan rencana invasi ini adalah keunggulan Angkatan Laut Britania, bukannya aksi RAF.[106] Pada 27 September 1940, persekutuan antara Jerman dengan Italia dan Jepang diperkuat dengan penandatanganan Pakta Tripartit di Berlin. Perjanjian ini mengatur persekutuan militer antara ketiga negara, mengakui "kepemimpinan" Jerman dan Italia di Eropa serta Jepang di Asia, dan menjanjikan bantuan jika salah satu dari mereka diserang Amerika Serikat (tanpa menyebutkan nama AS secara langsung).[107] Sekutu-sekutu Jerman lain selanjutnya bergabung dengan perjanjian ini: Bulgaria pada 17 November, Rumania dan Slowakia pada 23 November.[108][109][110] Jerman melibatkan kekuatan negara-negara tersebut dalam aksi militernya: kelak pada akhir 1942, terdapat 24 divisi tentara dari Rumania di Front Timur, 10 dari Italia, dan 10 dari Hungaria.[111] Pada bulan Februari 1941, Korps Afrika Jerman tiba di Libya untuk membantu Italia menghadapi Britania dalam Kampanye Afrika Utara.[112] Pada 6 April, Jerman melancarkan invasi ke Yugoslavia (setelah pemerintahan pro-Jerman di negara tersebut ditumbangkan dalam kudeta) dan Yunani (yang baru saja menghalau serangan sekutu Jerman yaitu Italia).[113][114] Yugoslavia dibagi-bagi antara Jerman, Hungaria, Italia, dan Bulgaria, dan sebuah negara boneka di Kroasia, sedangkan Yunani diduduki Jerman, Italia, dan Bulgaria.[115][116] Invasi Uni SovietPada 22 Juni 1941, sekitar 3,8 juta tentara Blok Poros menyerang Uni Soviet, sekalipun Jerman dan Uni Soviet terikat Pakta Non-Agresi Molotov–Ribbentrop.[117] Selain tujuan yang dinyatakan Hitler untuk memperluas Lebensraum, serangan berskala besar ini (yang diberi nama sandi Operasi Barbarossa) bertujuan menghancurkan Uni Soviet dan merebut sumber daya alamnya untuk keperluan perang melawan negara-negara Barat.[118] Reaksi di kalangan warga Jerman adalah terkejut dan khawatir mengenai perang yang tampaknya semakin berkepanjangan atau meragukan bahwa bahwa Jerman dapat memenangkan perang yang terjadi di dua front.[119] Invasi Jerman berhasil menaklukkan wilayah yang luas, termasuk negara-negara Baltik, Belarus, dan Ukraina barat. Setelah kemenangan Jerman dalam Pertempuran Smolensk pada bulan September 1941, Hitler memerintahkan Satuan Darat Grup Tengah agar berhenti mendekati Moskwa dan mengalihkan satuan-satuan Panzernya agar untuk sementara membantu pengepungan Leningrad dan Kiev.[120] Hal ini memberi jeda yang dimanfaatkan Angkatan Darat Soviet (Tentara Merah) untuk memobilisasi cadangan tentara baru. Serangan terhadap Moskwa dimulai lagi pada Oktober 1941, dan berakhir dengan kegagalan pada bulan Desember.[121] Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbor, Hawaii. Empat hari kemudian, Jerman menyatakan perang terhadap Amerika Serikat,[122] walaupun Pakta Tripaktit tidak mewajibkan hal ini karena Jepang adalah pihak yang memulai serangan.[123] Persediaan pangan menipis di wilayah Uni Soviet dan Polandia yang ditaklukkan Jerman karena saat dipukul mundur pasukan Soviet membakar habis banyak lahan pertanian dan sebagian besar sisanya dikirim ke Jerman.[124] Di Jerman sendiri, jatah makanan harus dikurangi pada tahun 1942. Sebagai pencanang Rencana Empat Tahun, Hermann Göring menuntut peningkatan pengiriman gandum dari Prancis dan ikan dari Norwegia. Panen tahun 1942 berjalan dengan baik, dan persediaan pangan tetap mencukupi di Eropa Barat.[125] ![]() Jerman dan seluruh Eropa hampir sepenuhnya bergantung pada impor minyak asing.[126] Jerman sendiri sangat bergantung pada ladang minyak di Ploieşti, Rumania.[127] Untuk membuka sumber minyak baru, pada bulan Juni 1942 Jerman meluncurkan Fall Blau ("Kasus Biru"), sebuah serangan terhadap ladang minyak di Kaukasus.[128] Pasukan Poros terus maju dan Tentara Keenam Wehrmacht berhasil mencapai Stalingrad di Sungai Volga. Pada bulan November, pasukan Jerman telah menguasai sebagian besar kota tersebut, tetapi posisinya rentan karena Tentara Keenam berada jauh di garis depan dan sayapnya hanya dijaga Tentara Ketiga dan Keempat Rumania yang relatif lemah.[129] Hal ini dimanfaatkan Tentara Merah untuk melancarkan serangan balasan (Operasi Uranus) pada 19 November, yang membelah posisi Blok Poros sehingga Stalingrad terkepung pada 23 November.[130][131] Göring meyakinkan Hitler bahwa Stalingrad dapat dipasok melalui udara, tetapi hal ini mustahil dilakukan.[132] Hitler menolak mengizinkan pasukannya mundur sehingga menyebabkan gugurnya 200.000 tentara Jerman dan Rumania; dari 91.000 tentara yang akhirnya menyerah di Stalingrad pada 31 Januari 1943, hanya 6.000 orang yang selamat kembali ke Jerman setelah perang.[133] Titik balik dan keruntuhanKekalahan Jerman terus meningkat setelah peristiwa Stalingrad, yang menyebabkan popularitas Partai Nazi menurun tajam dan memperburuk moral pasukan.[134] Tentara Soviet terus memukul Jerman ke arah barat setelah gagalnya serangan Jerman dalam Pertempuran Kursk pada musim panas 1943. Pada akhir 1943, Jerman kehilangan sebagian besar wilayah kekuasaannya di kawasan timur.[135] Di Mesir, Korps Afrika yang dikomandoi Marsekal Lapangan Erwin Rommel dikalahkan oleh pasukan Britania di bawah komando Marsekal Lapangan Bernard Montgomery pada Oktober 1942.[136] Sekutu mendarat di Sisilia pada bulan Juli 1943, pada bulan yang sama Mussolini digulingkan dan digantikan oleh Pietro Badoglio.[137] Pemerintahan Badoglio akhirnya menyerah pada Sekutu pada awal bulan September, sementara pasukan Sekutu mendarat di Italia Selatan dan wilayah Italia lainnya diduduki Jerman atau ditempatkan di bawah negara boneka Republik Sosial Italia.[138][139] Sementara itu, armada pengebom Amerika dan Britania yang memiliki pangkalan di Inggris mulai menggempur Jerman. Banyak serangan yang sengaja menyasar warga sipil dalam upaya menggoyahkan moral Jerman.[137] Produksi pesawat tempur Jerman tidak dapat mengimbangi jumlah pesawat yang hancur. Tanpa perlawanan angkatan udara Jerman, kampanye pengeboman Sekutu menjadi semakin dahsyat. Dengan menyasar kilang minyak dan pabrik, Sekutu melumpuhkan industri perang Jerman pada akhir 1944.[140] Pada tanggal 6 Juni 1944, pasukan Amerika, Britania, dan Kanada melakukan pendaratan D-Day di Normandia dan membentuk front baru melawan Jerman.[141] Pada 20 Juli 1944, Hitler selamat dari percobaan pembunuhan oleh sebuah komplotan anti-Nazi di kalangan pejabat militer.[142] Ia memerintahkan pembalasan keras, mengakibatkan ditangkapnya sekitar 7.000 penangkapan dan hukuman mati terhadap 4.900 orang.[143] Jerman melancarkan serangan balik di hutan Ardennes (16 Desember 1944 – 25 Januari 1945); ini menjadi serangan besar terakhir Jerman di front barat, sedangkan di timur pasukan Soviet memasuki Jerman pada 27 Januari.[144] Hitler menolak menyerah dan bersikeras bahwa Jerman harus berjuang hingga titik darah penghabisan. Alhasil, perang terus berkobar dan kematian serta kehancuran berlanjut hingga masa akhir perang.[145] Melalui Menteri Kehakiman Otto Georg Thierack, Hitler memerintahkan siapa pun yang tidak siap berperang harus diadili di pengadilan militer, dan ribuan orang dihukum mati.[146] Di banyak daerah, warga Jerman menyerah kepada Sekutu yang mendekat meskipun ada imbauan dari pemimpin setempat untuk terus berjuang. Hitler memerintahkan penghancuran sarana transportasi, jembatan, industri, dan infrastruktur lainnya (strategi bumi hangus), tetapi Menteri Persenjataan Albert Speer diam-diam mengusahakan agar perintah ini tidak dilaksanakan sepenuhnya.[145] Selama Pertempuran Berlin berkecamuk (16 April 1945 – 2 Mei 1945), Hitler dan stafnya tinggal di Führerbunker di bawah tanah sementara Tentara Merah terus mendekat.[147] Pada tanggal 30 April, ketika pasukan Soviet hanya berjarak dua blok dari Reichskanzlei, Hitler bersama kekasihnya Eva Braun melakukan bunuh diri.[148] Pada tanggal 2 Mei, Jenderal Helmuth Weidling menyerahkan Berlin tanpa syarat kepada Jenderal Soviet Vasily Chuikov.[149] Hitler digantikan oleh Laksamana Agung Karl Dönitz sebagai Presiden Reich dan Goebbels sebagai Kanselir.[150] Goebbels dan istrinya Magda bunuh diri pada hari berikutnya setelah membunuh enam anaknya.[151] Antara 4 dan 8 Mei 1945, sebagian besar tentara Jerman yang tersisa menyerah tanpa syarat. |