RRI Padang
Radio Republik Indonesia Padang (RRI Padang) adalah lembaga penyiaran radio milik LPP Radio Republik Indonesia di Padang, Sumatera Barat. Stasiun ini mengoperasikan tiga programa lokal berfrekuensi FM serta satu programa nasional yang dipancarluaskan dari Jakarta. Mulai mengudara pada tahun 1938 sebagai Amateurs Radio Omroep Padang,[1] RRI Padang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 12, Sawahan, Kecamatan Padang Timur, Padang, Sumatera Barat.[2] Bersama dengan RRI Bukittinggi, RRI Padang adalah satu dari dua stasiun RRI yang menjangkau wilayah Sumatera Barat.[3] SejarahAwal berdiri dan masa perang kemerdekaanSejarah berkembangnya radio di Padang sekaligus menjadi cikal bakal RRI Padang berawal dari berdirinya Amateurs Radio Omroep Padang (AROP; Organisasi Penyiaran Radio Amatir Padang) pada tahun 1938 atas prakarsa dari Ir. Zeipkunst dan kawan-kawan. Pada awalnya radio yang didirikan tersebut hanya diperuntukkan untuk kalangan bangsawan Belanda. Begitu tentara Kekaisaran Jepang mendarat di Padang pada 17 Maret 1942, AROP terpaksa berhenti beroperasi. Demi memenangkan peperangan negara mereka dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang mendirikan cabang Hoso Kyoku di kota tersebut yang bernama Padang Hoso Kyoku yang berlokasi di lahan yang pada saat itu juga dipakai sebagai Kompleks KODAM III/ 17 Agustus (kini Jalan Jenderal Sudirman).[4] Setelah menyerahnya Jepang kepada sekutu, pemancar-pemancar yang mereka gunakan untuk siaran selama ini diambil dan direbut oleh bangsa Indonesia yang tergantung dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia. Sejak saat itu para pegawai radio di Padang tergabung dengan pemuda PTT dalam satu organisasi yang dinamakan Pemuda PTT dan Radio (PPTTR).[4] Salah satu dari pemancar yang ada dipergunakan untuk siaran melalui gelombang 41 meter dengan call sign yang berbunyi
. Siaran ini diselenggarakan dengan mengambil tempat di ruang belakang gedung yang kini menjadi bekas gedung Postel Padang.[4] Berkat bekerja sama dengan para telegrafis PTT yang sepanjang hari memonitor hubungan telegrafi NICA di kamp Muaro Padang, dapat disiarkan berita-berita yang sangat besar artinya bagi perjuangan pemuda dan rakyat pada waktu itu. Akibatnya siaran ini menjadi incaran pihak NICA. Seiring situasi yang semakin gawat, pemancar RRI dipindahkan ke luar pusat kota Padang (kini di Kompleks Semen Padang Indarung) dan hanya digunakan untuk komunikasi telegrafi dengan panggilan YDL-6 yang terhubung dengan Bukittinggi dan Pematang Siantar. Praktis pada pertengahan tahun 1946 tidak lagi mengadakan siaran-siaran dalam kota Padang. Sebelum itu, para karyawan radio memindahkan alat-alat perlengkapan teknik ke Sawahlunto, dalam rangka mempersiapakan pembuatan pemancar yang lebih besar lagi. Di bawah pimpinan R. Soepardi, yang sebelumnya adalah seorang ahli teknik PTT di Padang, rencana pembuatan pemancar ini tidak rampung, karena adanya peristiwa yang mengakibatkan beliau menjadi korban, sejak saat itu pula siaran RRI dipusatkan di Bukittinggi.[4] Ketika kota Padang jatuh ke tangan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) pada masa Revolusi Nasional Indonesia, Dients Leger Contacten mendirikan sebuah stasiun radio propaganda bernama Strijdkrachten Programma di Padang dengan sasaran pendengarnya anggota pasukan tentara mereka di bawah pimpinan Letnan Mooyman dan menggunakan dua buah pemancar kecil dengan kekuatan dibawah 500 watt.[5] Personilnya sebagian besar terdiri dari anggota militer Belanda dan tiga orang tenaga pembantu sipil, yaitu Sjarief Sjaf, Awaluddin Gindo, dan Anisah Kadir yang mana masing-masing diantaranya bertugas di bidang teknik, tata usaha, dan penyiar. Tepat pada hari terbentuknya Republik Indonesia Serikat tanggal 27 Desember 1949 pukul 09.00 pagi, Strijdkrachten Programma Padang diserahkan pimpinannya dari Letnan Mooyman kepada Sjarief Sjokoer yang sebelumnya adalah pegawai Radio Indonesia Studio Jakarta. Sjarif Sjoekoer melaksanakan tugas tersebut atas nama panitia Persiapan Nasioanl Urusan Radio yang diketuai Maladi dengan surat Kuasa No. 11/U.R./49 tertanggal 25 Desember 1949. Secara otomatis call sign dari stasiun tersebut berganti menjadi "Inilah Radio Republik Indonesia Serikat Padang". Setelah itu, Sjarif Sjoekoer bertemu dengan pimpinan tentara Belanda di Padang Letkol J.C.C. Van Erp demi menegaskan bahwa Strijdkrachten Programma Padang menjadi milik RIS. Dikarenakan terbatasnya sumber daya manusia pribumi Indonesia ketika itu, maka siaran pun hanya dilaksanakan pada siang hingga malam hari dengan materi siaran sebagian besar acara-acara hiburan lagu-lagu Indonesia dan daerah dalam bentuk piring hitam dan rekaman sendiri kiriman dari Studio RRI Jakarta. Di masa itu, lagu pembuka Mars Jakarta aransemen Iskandar dan lagu penutup Love Ambon ciptaan Tilman sudah diperkenalkan, dan bahasa pengantar siaran sudah memakai bahasa Indonesia.[4] Pasca-perang kemerdekaanPasca-perang kemerdekaan di tahun 1950, RRI Padang mulai berbenah diri dalam membangun siarannya. RRI Padang yang pada waktu itu bertempat di Jalan Sawahan Nomor 51 Padang, mempunyai pemancar type BC 610 berkekuatan 750 watt dengan call sign “RRIS Studio Padang“ pada gelombang 91 meter. Pimpinan studio RRI Padang dari Sjarif Sjoekoer diserahterimakan kepada Kamarsyah yang ditunjuk Mohamad Arief. Pada tahun 1951, pasca RIS kembali menjadi Negara Kesatuan, call sign stasiun radio ini berganti menjadi "Radio Republik Indonesia Studio Padang" dengan kepala studio Letnan Soetan Toenaro. Pada pertengahan tahun yang sama, RRI Padang dan Pusat Perhubungan TNI Brigade “BENTENG“ menyepakati penukaran gedung RRI di Jalan Sawahan Nomor 51 dengan gedung Loge Matahari di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 12. Hal ini membuat pemancar RRI ditambah dengan X-mitter binaan pusat yang berkekuatan 300 watt. Pada tahun 1955 RRI Padang mendapat tambahan pemancar GATES berkekuatan 1 kilowatt dengan gelombang 75 meter yang dibangun di Rimbo Kaluang, Padang. Secara bertahap pula studio yang di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 12 dibangun dan direhabilitasi. Pada tahun 1956 RRI Padang mendapat cobaan yang sangat berat dikarenakan situasi daerah Sumatera Barat dengan pergolakan Dewan Banteng, kemudian pada akhir bulan September 1957 terjadi kebakaran di Gedung RRI yang baru direhabilitasi.[4] Pada 15 Februari 1958, RRI Bukittinggi menjadi saksi dimana Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dideklarasikan oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein,[6] dan deklarasi tersebut mempengaruhi eksistensi RRI Padang, dimana pemancar 1 kilowatt dan 10 kilowatt beserta perlengkapannya diperintahkan dibawa keluar kota. Pada tanggal 17 April 1958 satu tim dari RRI Pusat mendarat di Padang bersama dengan pasukan Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani. Tim ini mulai membangun Studio darurat RRI Padang yang kembali mengudara dengan kekuatan pemancar "GATES" 1 kilowatt dengan gelombang 75 meter. Setelah pemancar tersebut selesai diperbaiki RRI Padang bersiaran di gelombang-gelombang 48, 43 meter dan 75, 76 meter. Masa Orde BaruPada masa Orde Baru, terjadi perubahan dalam struktur organisasi dan pemrograman RRI, yang mengalami perubahan paradigma dari radio perjuangan menjadi radio "corong pemerintah". Di era tersebut diperkenalkan "Siaran Pedesaan" yang mengudara pertama kali pada 24 September 1969. Awalnya siaran ini hanya disiarkan di 30 stasiun RRI dengan jam tayang yang terbatas, namun seiring dengan waktu seluruh stasiun RRI ikut menyiarkan dan menyebarluaskan siaran pedesaan. Di era Orde Baru, RRI Padang memiliki jumlah karyawan sebanyak 67 orang terdiri dari 57 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Kemudian, jumlah karyawan RRI Padang bertambah secara perlahan menjadi 91 orang pada 1975–1980, 142 orang pada 1980–1983, dan meningkat kembali menjadi 157 orang pada tahun 1983. Pada masa ini juga RRI Padang menerima bantuan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berupa sebuah mobil dinas untuk menunjang operasional siaran pedesaan. Pada tahun 1987 dibawah pimpinan Syamsul Muin Harahap, pemancar RRI bertambah satu buah yaitu pemancar FM dengan frekuensi 89 Mhz. Dan acara musik tradisional dihidupkan kembali. Kemudian pada tahun 1989 di masa Syair Siak, RRI Padang merehabilitasi dua buah studio dan menambah dua set peralatan studio/pemancar dan AC Sentral 10 ton. Era reformasi hingga kiniRRI Padang memasuki era reformasi dimana pada awal masa tersebut merupakan masa yang sangat labil, terjadi perubahan total pada visi dan misi, reorientasi dari sebelumnya lembaga corong pemerintah menjadi lembaga penyiaran publik, reposisi organisasi, bahkan status dari RRI sendiri berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2000.[7] Dengan demikian, RRI Padang beralih status menjadi RRI Cabang Muda Padang. Pada bulan Juli 2002, Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Sumatera Barat memutus aliran listrik RRI Cabang Muda Padang karena menunggak pembayaran rekening listrik selama dua bulan.[8] Pada tahun 2005, terdapat penambahan programa di RRI Cabang Muda Padang menjadi tiga, yaitu Pro 1 (97.5 FM), Pro 2 (90.8 FM), dan Pro 3 (88.4 FM).[4] Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia yang merubah status RRI dari sebelumnya Perusahaan Jawatan (Perjan) menjadi Lembaga Penyiaran Publik.[9] Hal ini berdampak pada status RRI Padang yang sebelumnya bernama RRI Cabang Muda Padang, maka sejak tahun 2006 menjadi LPP RRI Padang dengan status Tipe C berdasarkan Peraturan Direksi RRI Nomor 002/PER/DIREKSI/2006 dan tergabung dalam Korwil Angkasa I Medan hingga tahun 2008 sebelum menjadi bagian dari Korwil Angkasa X Pedang Prabu (kini Korwil Nusantara XV).[10] Pada 30 September 2009, gempa bumi berkekuatan 7,6 Skala Richter mengguncang Sumatera Barat, akan tetapi kantor RRI Padang tetap kokoh berdiri dan menjadi posko pengungsian korban gempa sekaligus pusat informasi dan komando pencarian orang hilang.[11] Kala itu, melalui RRI Padang, Wali Kota Padang Fauzi Bahar menyampaikan informasi mengenai situasi wilayahnya pasca-gempa dan memfokuskan diri untuk menghilangkan kekhawatiran masyarakat setempat akan gempa susulan.[12] Dampaknya, suara Fauzi Bahar menggema ke seluruh lapisan masyarakat setempat.[13] Pada 11 September 2014, bertepatan dengan HUT RRI ke-69, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Surat Keputusan MenPAN-RB/3280/2014 yang meningkatkan status Satuan Kerja (Satker) RRI di beberapa daerah termasuk Padang dari Tipe C (eselon III) ke Tipe B (eselon II), yang dibacakan secara langsung oleh Direktur Utama RRI Rosarita Niken Widiastuti.[14] Perubahan ini berdampak pada diharuskannya stasiun tersebut untuk menyediakan "Programa 4" yang ditujukan khusus menyajikan konten kebudayaan lokal serta adat istiadat masyarakat setempat, dalam hal ini di Sumatera Barat Pro 4 Padang berfokus pada kebudayaan Minang. StasiunSebagai satuan kerja Tipe B, RRI Padang memiliki empat programa yang secara keseluruhan berfrekuensi FM, dimana salah satu di antaranya merelai RRI Programa 3 yang dipancarluaskan secara nasional dari Jakarta. Programa yang dimiliki oleh stasiun radio tersebut antara lain:
Galeri logo
Logo lama programa
Lihat juga
Referensi
Pranala luar
|