"Republik Tiongkok" dan "Republik China" dialihkan ke halaman ini. Untuk periode saat mereka menguasai Tiongkok daratan, lihat Republik Tiongkok (1912–1949). Untuk Republik Rakyat Tiongkok, lihat Tiongkok.
Pemerintah pusat Republik Tiongkok dipindahkan dari Nanjing, Tiongkok Daratan ke Taipei, Pulau Formosa di mana mereka terus mengklaim sepihak bahwa dirinya adalah pemerintah tunggal seluruh negara Tiongkok yang sah. Karena Republik Tiongkok tidak sepenuhnya dikalahkan, maka Republik Tiongkok kini disebut negara sisa (Kawasan bebas Republik Tiongkok). Namun pada masa yang sama, pemerintahan komunis di tanah daratan mengklaim menjadi negara pengganti Republik Tiongkok di seluruh negara Tiongkok dan menganggap pemerintahan nasionalis di Pulau Formosa dan pulau sekitarnya tidak sah.
Dari pendiriannya di Tiongkok Daratan dan Mongolia hingga pemindahannya ke Pulau Formosa, Republik Tiongkok telah dikatakan sebagai suatu produk Partai Nasionalis, sebuah partai politik yang muncul sebagai hasil revolusi yang telah mendirikan negara republik, sekalipun partai itu kini menjadi yang terbesar kedua di Republik Tiongkok.
Pemerintah Republik Tiongkok kini telah mengukuhkan kedudukannya di Pulau Formosa. Oleh sebab itu, mereka tidak lagi menuntut hak pemerintahan di Tiongkok Daratan. Dewan Undangan Nasional juga telah meluluskan perubahan konstitusi untuk memberikan penduduk Formosa, Penghu, Kinmen, dan Lienchiang satu-satunya hak memerintah republik melalui pemilu, melantik presiden dan keseluruhan anggota legislatif serta bersama dalam pemilu mengesahkan amendemen konstitusi Republik Tiongkok. Ini menandakan bahwa pemerintah Republik Tiongkok mengakui bahwa hak pemerintahannya terbatas pada kawasan sisanya saja. Reformasi yang dimulai oleh Republik Tiongkok di Pulau Formosa pada tahun 1980-an dan tahun 1990-an ini telah mengubah Republik Tiongkok dari negara otokrasi ke suatu negara demokrasi.
Pulau Formosa
Pulau Formosa pernah diduduki oleh Belanda pada tahun 1624, kemudian diambil alih oleh Cheng Cheng-Kung (Koxinga) pada tahun 1662, seorang loyalis Dinasti Ming ketika Dinasti Ming mengalami kekalahan di Daratan Tiongkok dan digantikan oleh Dinasti Qing, dan mendirikan pemerintahan baru dengan nama Kerajaan Tungning di Pulau Formosa pada 1662 dengan ibu kota Tainan. Kerajaan Tungning melakukan serangkaian operasi militer dan upaya untuk kembali merebut Tiongkok Daratan yang sudah dikuasai oleh Dinasti Qing. Dinasti Qing akhirnya merebut pulau ini (Pulau Formosa) dari tangan Kerajaan Tungning di bawah pimpinan Admiral Shi Lang sampai Jepang kemudian menduduki pulau ini pada 1895.
Wilayah Pulau Formosa dan pulau sekitarnya yang secara resmi merupakan wilayah Republik Tiongkok pernah menjadi jajahan Jepang setelah peperangan Tiongkok-Jepang pada 1894-1895, ketika Daratan Tiongkok masih berada di bawah Dinasti Qing dari Manchuria yang berbuah kekalahan Tiongkok dan Perjanjian Shimonoseki pada 1895, sampai berakhirnya masa Perang Dunia II dan Pulau Formosa dan pulau sekitarnya diambil alih oleh pemerintahan Republik Tiongkok.
Akhir Dinasti Qing
Republik Tiongkok didirikan pada tahun 1912 menyusul revolusi yang dilancarkan oleh Sun Yat-sen, pemimpin pertama Republik Tiongkok, melawan pemerintahan Dinasti Qing. Di kemudian hari, sesuai dengan tradisi pemerintahan di Tiongkok, tahun pemerintahan diganti menjadi tahun 1 Republik untuk tahun 1912 Masehi. Republik Tiongkok beribu kota di Nanjing.
Selepas kekalahan yang dialami Jepang pada Perang Dunia II, Pulau Formosa dan pulau sekitarnya telah diberikan kepada Republik Tiongkok. Republik Tiongkok khususnya di Pulau Formosa diperintah oleh pemerintahan militer yang korup, lantas terjerumus ke dalam keadaan kalang-kabut yang mencapai puncaknya pada Peristiwa 228. Keadaan darurat telah dihadirkan pada tahun 1948.[butuh rujukan]
Setelah Perang Saudara Tiongkok
Pada tahun 1949, Republik Tiongkok dipimpin oleh Chiang Kai Shek yang berhaluan nasionalis kalah dari perang saudara dengan Partai Komunis Tiongkok pimpinan Mao Zedong dan pemerintah pusat Republik Tiongkok dipindahkan dari Nanjing, Tiongkok Daratan ke Taipei, Pulau Formosa. Mao Zedong kemudian memproklamirkan berdirinya negara baru Republik Rakyat Tiongkok di Beiping, yang kemudian diubah namanya menjadi Beijing dan ditetapkan sebagai ibu kota negara baru tersebut.
Semasa era Perang Dingin, Republik Tiongkok dicap sebagai "Tiongkok Demokrasi", dan merupakan suatu bentuk penentangan terhadap komunisme, sedangkan Republik Rakyat Tiongkok dipandang sebagai "Tiongkok Merah" atau "Tiongkok Komunisme". Pemerintahan Republik Tiongkok yang sudah berdiri sejak tahun 1912 diakui sebagai satu-satunya pemerintah seluruh Tiongkok Daratan, Mongolia, dan Pulau Formosa & pulau sekitarnya yang sah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kebanyakan negara hingga tahun 1970-an.
Republik Tiongkok terus berada di bawah pemerintahan darurat seperti yang dinyatakan di dalam "Undang-Undang Darurat Selama Pemberontakan Komunis", dan pemerintahan satu partai hingga empat dekade dari tahun 1948 hingga 1987, saat Presiden Chiang Ching-kuo dan Lee Teng-hui, yaitu presiden pertama merupakan keturunan penduduk asli setempat, secara berangsur-angsur meliberalisasi dan mendemokrasi sistem pemerintahan.
Pada tahun 2000, Chen Shui-bian dari Partai Progresif Demokrat memenangi pemilu presiden dan menjadi presiden pertama Republik Tiongkok yang bukan berasal dari Partai Kuomintang. Dalam pemilihan presiden yang berlangsung pada tahun 2004, setelah Insiden 319 yang terjadi satu hari sebelum hari pemilu. Chen dan wakil presiden Annete Lu ditembak sewaktu berpawai dalam satu kampanye di kota Tainan. Chen dilantik kembali sebagai presiden Republik Tiongkok dengan kemenangan tipis 0,2%. Partai pimpinan Chen juga gagal menguasai dewan majelis dengan memenangkan mayoritas kursi, dan kalah atas Partai Nasionalis yang menginginkan penyatuan kembali dengan Tiongkok Daratan pada tahun 2005. Namun, Partai Progresif Demokrat berhasil menguasai Dewan Nasional Republik Tiongkok.
Ketika pemerintahan Partai Nasionalis/Partai Kuomintang (KMT) berpindah dari Tiongkok Daratan ke Pulau Formosa dan pulau sekitarnya karena kalah perang saudara, maka Chiang Kai Shek menerapkan sistem pemerintahan darurat dengan asas tunggal satu Partai Nasionalis/Partai Kuomintang (KMT). Keadaan darurat ini guna mempersiapkan diri dalam merebut kembali Daratan Tiongkok. Dalam situasi ini, terjadi pembatasan kegiatan pers politik dan pembungkaman kaum oposisi yang justru banyak berpengaruh di kalangan penduduk Pulau Formosa dan pulau sekitarnya. Keadaan ini berlaku sampai Chiang Kai Shek wafat.
Era Chiang Ching Kuo dan Lee Teng Hui
Pemerintahan kepresidenan digantikan oleh putranya Chiang Ching Kuo sampai dia wafat pada tahun 1980-an akhir. Pada masa ini kebebasan pers, politik dan mengemukakan pendapat dibuka secara perlahan-lahan. Meskipun masih terobsesi dengan upaya menguasai kembali Tiongkok daratan, Chiang Ching Kuo berusaha bersikap realistis dengan situasi yang ada. Dia tidak ingin mewarisi pemerintahan yang otoriter. Pada pemilu yang pertama, terpilihlah Lee Teng Hui yang juga dari kalangan Partai Nasionalis/Partai Kuomintang (KMT).
Pada masa pemerintahan Lee Teng Hui, hubungan dengan Republik Rakyat Tiongkok mulai memanas. Selain itu ia menggalang dukungan dari kalangan internasional, juga memantapkan dukungan dari negara-negara yang masih menjalin dukungan dengan Republik Tiongkok yang saat itu berjumlah 30 negara. Namun kekalahan diplomatik diperoleh Republik Tiongkok ketika akhirnya Afrika Selatan akhirnya memindahkan hubungan diplomatiknya ke Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1997.
Era Chen Shui-bian
Presiden selanjutnya dijabat oleh Chen Shui-bian dari kalangan partai oposisi Partai Progresif Demokrat yang juga putra asli Pulau Formosa dan pulau sekitarnya di Republik Tiongkok. Republik Rakyat Tiongkok memprovokasinya dengan mengadakan latihan militer dan pengadaan persenjataan baik impor maupun swadaya. Pemilihan umum 2004 menghasilkan kemenangan tipis Chen Shui-bian terhadap lawannya Lien Chan dari partai oposisi sekarang, Partai Kuomintang yang menjadikannya menjabat presiden kedua kalinya. Akan tetapi partai Chen, Partai Progresif Demokrat (DPP) kalah dalam perolehan suara di Parlemen oleh Partai Kuomintang (KMT). Lien Chan juga kalangan oposisi lainnya James Soong justru melakukan pendekatan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok.
Pada masa pemerintahan Chen Shui-bian, juga diupayakan penggalangan internasional agar Republik Tiongkok kembali menjadi anggota PBB karena sebelumnya digantikan oleh Republik Rakyat Tiongkok. Karena itu diupayakan dengan alasan kekuatan ekonomi dan keberadaannya secara resmi dan berdaulat yang juga diakui 29 negara-negara kecil atau negara dunia ketiga yang tidak memiliki banyak suara di kancah internasional.
Republik Tiongkok menikmati hubungan khusus dengan Amerika Serikat sejak kunjungan presiden Richard Nixon ke Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1970-an. Pada masa pemerintahan George W. Bush, Republik Tiongkok kembali dianggap penting oleh Amerika Serikat dalam usahanya membendung pengaruh Republik Rakyat Tiongkok khususnya dalam bidang perdagangan.
Hubungan diplomatik dengan negara-negara lain umumnya menggunakan jalur ekonomi dan perdagangan, sekaligus menjadi saluran hubungan diplomatik tidak resmi karena Republik Tiongkok masih merupakan kekuatan ekonomi Asia secara signifikan dan merupakan pintu gerbang para investor untuk melakukan investasi di kawasan ini selain Hong Kong dan Singapura.
Republik Rakyat Tiongkok berusaha melunakkan tawaran dengan memberikan kelonggaran kepada Republik Tiongkok dengan semboyan Satu Negara Dua Sistem (Republik Tiongkok-Republik Rakyat Tiongkok) seperti penerapan sistem itu di Hong Kong dan Makau ditambah dengan komunikasi politik dengan tokoh oposisi Republik Tiongkok dan rekonsiliasi politik antara Partai Komunis Tiongkok dengan Partai Nasionalis Tiongkok (Partai Kuomintang) yang pernah berseteru pada tahun 1930-1940-an itu. Namun perkembangan politik di Hong Kong, mundurnya ketua daerah otoritas khusus Hong Kong Tung Chee-Hwa atas desakan Republik Rakyat Tiongkok, naiknya Donald Tsang, tokoh moderat yang masih terhubung secara politik dengan Republik Rakyat Tiongkok dan sering terjadinya gejolak politik terutama dengan aktivis prodemokrasi membuat rakyat dan pemerintah Republik Tiongkok menolak proposal Republik Rakyat Tiongkok.[butuh rujukan]
Satu masalah utama adalah terkait rapat dengan status politik Republik Tiongkok/Taiwan itu sendiri. Dengan keadaan iklim politik dunia yang berubah ke arah pengakuan Republik Rakyat Tiongkok pada era tahun 1970-an dan 80-an, keinginan untuk mengambil kembali Tiongkok Daratan semakin pudar dan semangat nasionalisme cinta terhadap wilayah sisanya yaitu Pulau Formosa dan pulau sekitarnya itu sendiri semakin kukuh. Hubungan antara Republik Rakyat Tiongkok di Tiongkok Daratan terus mendominasi politik di Republik Tiongkok/Taiwan.
Skenario politik Republik Tiongkok/Taiwan di Pulau Formosa sekarang terbagi antara dua pihak dengan pihak Pan-Biru diketuai Partai Kuomintang (KMT) dan dianggotai Partai Rakyat Utama (PFP) dan Partai Baru (NP) yang berpendirian pro-penyatuan semula dengan Tiongkok Daratan sementara pihak Pan-Hijau diketuai Partai Progresif Demokrat (DPP) dan dianggotai Serikat Solidaritas Taiwan (TSU) yang berpendirian pro-kemerdekaan.
Pada masa yang sama, pihak Pan-Biru menginginkan penyatuan semula dengan Tiongkok Daratan menyokong konsep Republik Tiongkok/Taiwan sebagai satu simbol terkait dengan Tiongkok. Penyatuan kembali dengan Tiongkok Daratan sebagai satu negara dianggap akan terjadi pada masa depan yang dekat, dan hingga itu status quo kini, di mana Republik Tiongkok/Taiwan tidak merdeka secara formal, lebih disenangi. Dalam lawatannya ke Tiongkok pada bulan April 2005, ketua Partai Kuomintang (KMT) Lien Chan telah menggariskan kepercayaan partainya dalam konsep Satu Tiongkok yang mencakup keseluruhan Tiongkok Daratan termasuk Pulau Formosa dan pulau sekitarnya. Ketua Partai Rakyat Utama (PFP) James Soong juga menyatakan sentimen yang sama semasa lawatannya ke Tiongkok pada bulan Mei.
Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok di Tiongkok Daratan menyatakan pendiriannya bahawa konsep Republik Tiongkok/Taiwan lebih mudah diterima dibandingkan suatu negara bebas "Republik Taiwan". Pemerintah RRT juga menganggap Taiwan sebagai entitas tidak sah, dan ia telah mengancam tindakan apa pun untuk memerdekakan Taiwan akan dijawab dengan suatu pernyataan perang.[butuh rujukan]
Republik Tiongkok/Taiwan yang didirikan di Tiongkok Daratan pada mulanya diakui oleh dunia kendati pemerintahannya. Sekarang, Republik Tiongkok/Taiwan hanya diakui oleh 12 negara (per 12 Maret 2023) yang kebanyakan adalah negara kecil di Amerika Selatan dan Oseania serta pemerintah Vatikan di Roma.
Republik Rakyat Tiongkok mengadakan suatu kebijakan untuk tidak mengadakan hubungan diplomatik dengan negara mana pun yang mengakui Republik Tiongkok/Taiwan dan memaksa mereka mengeluarkan pernyataan mendukung tuntutan mereka terhadap Republik Tiongkok/Taiwan. Akan tetapi realitasnya adalah kebanyakan negara masih menjalin hubungan diplomatik dengan Republik Tiongkok/Taiwan walaupun secara tidak resmi. Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok membolehkan kenyataan ini dengan pemahaman bahwa ini merupakan suatu yang perlu tetapi sementara.
Di negara-negara yang tidak mengakui Republik Tiongkok/Taiwan secara resmi, sering kali terdapat perwakilan Republik Tiongkok/Taiwan yang menggunakan nama Kantor Perwakilan Perdagangan dan Kebudayaan Taipei atau "Kantor Perwakilan Taipei" sebagai singkatan. Kantor ini memberi layanan membuat visa dan lain-lain perihal yang biasanya dikaitkan dengan Kantor Kedutaan. Negara-negara ini juga mempunyai perwakilan di Republik Tiongkok/Taiwan di bawah nama seperti Institut Amerika di Republik Tiongkok/Taiwan yang merupakan kantor perwakilan de facto Amerika Serikat di Republik Tiongkok/Taiwan.
Hubungan dengan Indonesia
Ada usul agar beberapa konten dari artikel ini dipisahkan menjadi artikel baru. (Diskusikan)
Untuk melindungi dan menjalankan kepentingannya, pemerintah Indonesia juga mempunyai perwakilan non-pemerintah yang bersifat ekonomi di Taipei. Diawali sejak 1967 dengan penempatan petugas intelijen dari BAKIN sampai pada tahun 1994 dengan dibentuknya Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Kantor ini merupakan perwakilan pemerintah yang mempunyai misi menjalankan kepentingan ekonomi dan imigrasi di Taipei.
Hubungan dengan PBB
Republik Tiongkok/Taiwan (RT) adalah salah satu pendiri badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan memegang kursi negara sebagai perwakilan Tiongkok di PBB hingga digantikan oleh RRT oleh Resolusi PPB nomor 2758 dan diganti dalam semua organ dalam organisasi itu oleh RRT. Usaha Republik Tiongkok/Taiwan untuk masuk kembali ke badan dunia itu ditolak sekalipun telah dicoba berkali-kali.
Hubungan dengan Mongolia
Bersama dengan masalah dengan Pulau Formosa berkenaan Tiongkok Daratan, Republik Tiongkok/Taiwan juga menghadapi hubungan yang kontroversial dengan Mongolia. Hingga tahun 1945, Republik Tiongkok/Taiwan menuntuk hak memerintah Mongolia akan tetapi desakan Uni Soviet memaksanya mengakui kemerdekaan Mongolia. Sejurus setelah itu, Republik Tiongkok/Taiwan telah berpaling dan menuntut kembali wilayah Mongolia hingga tahun 1990-an. Tindakan Republik Tiongkok/Taiwan membatalkan penuntutannya terhadap wilayah Mongolia sekarang amat rumit karena pemerintah Republik Rakyat Tiongkok akan menginterpretasikannya sebagai upaya untuk merdeka.
Struktur politik
Kepala pemerintahan Republik Tiongkok/Taiwan adalah Presiden, yang dipilih untuk masa jabatan 4 tahun dengan tiket bersama Wakil Presiden. Presiden mempunyai kekuasaan atas 4 cabang (Yuan) yaitu Yuan Eksekutif, Yuan Perwakilan, Yuan Kehakiman, dan Yuan Pengawas. Presiden melantik anggota Yuan Eksekutif sebagai anggota kabinetnya termasuk Perdana Menteri yang bertanggungjawab terhadap polisi dan pengendalian ketertiban.
Badan utama perwakilan merupakan Dewan Perwakilan Rakyat dengan 225 kursi dimana 168 darinya diisi oleh anggota hasil pemilu. Sisanya dibagikan secara proporsional antara keseluruhan yang diterima partai (41 kursi), wilayah seberang lautan 8 kursi) dan kursi khusus penduduk asli Formosa (8 kursi). Para anggota dewan ini memiliki masa jabatan 3 tahun. Pada awalnya Dewan Konstituante Nasional, sebagai badan konstitusi dan wakil rakyat umumnya, mempunyai sedikit kekuasaan legislatif, akan tetapi dewan ini telah dihapuskan pada tahun 2005 dan kekuasaan untuk merancang konstitusi diserahkan kepada Yuan Perwakilan dan pemilih dari kalangan rakyat.
Pembagian pemerintahan lokal
Organisasi politik Republik Tiongkok/Taiwan pada awalnya didasarkan atas konstitusi yang ditulis pada tahun 1947 di Tiongkok Daratan dan Mongolia sebelum jatuhnya Tiongkok Daratan dan Mongolia ke tangan komunis Tiongkok dan Mongolia. Dengan itu, pembagian utama di bawah pemerintahan adalah dengan provinsi Formosa dan sebagian provinsi Fujian yang dalam kenyataannya diperuntukkan bagi provinsi lain di negara Tiongkok yang tidak dapat digunakan. Namun, status kota Taipei dan Kaohsiung telah ditetapkan menjadi wilayah yang mempunyai status sama seperti provinsi di bawah langsung pemerintahan pusat. Fungsi pemerintahan provinsi Formosa dan Fujian dialihkan antara pemeintahan pusat dan pemerintah daerah Formosa.
Republik Tiongkok/Taiwan juga memiliki Kepulauan Dongsha dan Pulau Taiping yang terdiri dari Kepulauan Laut Tiongkok Selatan yang hak miliknya dipertikaikan oleh negara lain. Di bawah perbatasan resmi Republik Tiongkok/Taiwan, mereka merupakan bagian wilayah pulau Hainan.
Tambahan pula, walaupun Republik Tiongkok/Taiwan tidak membatalkan tuntutannya terhadap Tiongkok Daratan (termasuk Tibet), Mongolia dan Tuva pada tahun 1991 pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok di kawasan-kawasan tersebut diakui, dan ini telah menimbulkan kebimbangan bahwa Republik Tiongkok/Taiwan bersiap untuk tidak lagi menuntuk wilayah-wilayah berkenaan. Satu sebab kenapa Republik Tiongkok/Taiwan tidak pernah secara resmi membubarkan tuntutan mereka terhadap wilayah-wilayah ini adalah karena rasa takut kepada ancaman pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk menyerang Republik Tiongkok/Taiwan atas persiapan apapun untuk merdeka.
Pemerintahan Partai Progresif Demokrat (DPP) di bawah Chen Shui-bian tidak menghiraukan tuntutan-tuntutan lama ini dengan mendirikan kantor perwakilan Republik Tiongkok/Taiwan di ibu negara Mongolia, Ulan Bator. Peta-peta resmi masih menampakkan 35 provinsi di tanah besar dan bukannnya 23 seperti yang ditunjukkan oleh peta Republik Rakyat Tiongkok yang merupakan realitas masa kini. Partai pemerintah DPP telah menghapuskan syarat yang mewajibkan pembuat peta Republik Tiongkok/Taiwan menunjukkan perbatasan resmi Republik Tiongkok/Taiwan.
Kependudukan
Penduduk Republik Tiongkok/Taiwan umumnya beretnis Tionghoa terutama memiliki hubungan erat dengan wilayah Tiongkok di daerah Fujian dengan sub etnis Hokkien, sub etnis yang juga terdapat di negara-negara kawasan Asia Tenggara yang umumnya hidup dari sektor perdagangan, bahkan secara riil adalah penggerak roda ekonomi di kawasan itu. Selain itu juga imigran dari Tiongkok Daratan dan Mongolia terutama sejak Perang Dunia II dan Perang saudara di Tiongkok daratan pada tahun 1940-an itu. Juga ada penduduk Formosa asli (juga disebut suku asli/aborijin Taiwan yang berbahasa Austronesia), para imigran dari India, Filipina dan Indonesia baik yang tinggal menetap menjadi warganegara Republik Tiongkok/Taiwan atau yang menjadi pekerja migran.
Ekonomi Republik Tiongkok/Taiwan sebelum abad ke-20 hampir keseluruhannya berbentuk pertanian. Namun pertanian kini hanya menyumbang 2% PDB, kurang dari 35% pada tahun 1952. Industri-industri yang dahulunya dijalankan buruh kini diambil alih oleh keuangan dan teknologi yang intensif. Republik Tiongkok/Taiwan telah menjadi mitra beberapa negara seperti Amerika Serikat, Britania Raya, Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan termasuk di Tiongkok Daratan dan Mongolia; kini terdapat 50.000 perusahaan Republik Tiongkok/Taiwan di negara Republik Rakyat Tiongkok.
Semasa penjajahan Jepang (1895-1945), industrinya mulai dibangun, dengan orang Jepang membangun sebagian besar infrustruktur yang menolong ekonomi Pulau Formosa dengan pesat. Contohnya landasan kereta api yang menghubungkan utara dan selatan Pulau Formosa. Berbeda dengan keadaan politik Republik Tiongkok/Taiwan yang selalu bergejolak baik karena kepentingan partai politik di Republik Tiongkok/Taiwan, juga karena pengaruh tekanan dan kepentingan Republik Rakyat Tiongkok, di sektor ekonomi Republik Tiongkok/Taiwan tumbuh dengan pesat, khususnya di bidang industri dan perdagangan selain sektor pertanian dan pariwisata.
Republik Tiongkok/Taiwan modern mempunyai ekonomi kapitalis yang dinamis dengan berkurangnya keterlibatan pemerintah dalam pekerjaan dan perdagangan asing. Di samping ini, beberapa bank dan perusahaan umum milik republik juga telah diswastanisasikan. Pertumbuhan PDB sekitar 8% dalam tiga dekade yang telah berlalu dengan ekspor yang banyak membantu. Jurang surplus perdagangan juga agak banyak, dan simpanan mata uang asing menjadi yang ketiga terbesar di dunia.
Saat ini, ekonomi Republik Tiongkok/Taiwan bergerak dibidang industri jasa konstruksi, perbankan, industri elektronika, komputer serta semikonduktor yang sudah diakui kualitasnya di pasar internasional, perkapalan, jasa penerbangan dan transportasi. Sebelumnya, industri di Republik Tiongkok/Taiwan bergerak di bidang barang-barang domestik dan rumah tangga bahkan pada masa lalu, Republik Tiongkok/Taiwan dikenal sebagai penghasil barang-barang tiruan dari produk Jepang dengan kualitas di bawah kualitas produk made in Japan khususnya dikalangan pasar Indonesia, produk made in Taiwan berkonotasi produk tiruan dari produk Jepang.
Republik Tiongkok/Taiwan memiliki pertumbuhan ekonomi dan ketahanan ekonomi yang cukup kuat di kawasan ini. Karena itu, bersama-sama dengan Korea Selatan, Singapura dan Hong Kong, Republik Tiongkok/Taiwan dimasukkan dalam daftar negara-negara Industri Baru yang sudah menunjukkan ketangguhannya terutama dalam menghadapi krisis 1997.
Republik Tiongkok/Taiwan memiliki pusat jasa di bidang pelayaran, kargo dan penerbangan yang memiliki reputasi cukup baik dan cukup kuat. Pelabuhan Kaohsiung merupakan pelabuhan kargo yang melayani arus barang ekspor impor dari dan menuju berbagai kawasan di dunia, sebagaimana pelabuhan Singapura dan Rotterdam di Eropa.
Republik Tiongkok/Taiwan juga merupakan pintu gerbang investasi ekonomi di kawasan ini selain Hong Kong dan Singapura. Investasi dan pertumbuhan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok juga melalui negeri ini sekalipun sering terjadi pergesekan di bidang politik.
Disebabkan pendekatannya yang konservatif kepada keuangan dan semangat kewirausahaannya yang tinggi, ekonomi Republik Tiongkok/Taiwan tidak banyak terpengaruh dibandingkan negara-negara tetangganya pada krisis moneter 1997 di Asia. Akan tetapi, ekonomi dunia yang perlahan dan kebijakan yang tidak cakap telah memungkinkan ekonomi Republik Tiongkok/Taiwan terpuruk pada tahun 2001 yang lalu, yang pertama semenjak 1947. Disebabkan sumber tenaga buruh didatangkan dari Tiongkok Daratan, pengangguran juga bertambah buruk dan dijadikan isu semasa Pemilu tahun 2004 lalu.
Namun Republik Tiongkok/Taiwan mengalami pukulan ekonomi sejak berjangkitnya wabah SARS dan Flu burung (Avian flu) di wilayah ini, bersama-sama dengan Republik Rakyat Tiongkok dan Singapura pada tahun 2003. Sekalipun wabah ini sudah bisa diatasi, pemerintah Republik Tiongkok/Taiwan sangat berhati-hati untuk mencegah terulang kembali wabah penyakit ini yang juga menyebabkan terhentinya pertumbuhan ekonomi terutama di sektor perdagangan dan pariwisata.
Karena Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok membantah Republik Tiongkok/Taiwan mempunyai perhubungan resmi dengan negara-negara lain, Republik Tiongkok/Taiwan sering kali menyertai badan ekonomi dunia di bawah nama yang agak pelik seperti Wilayah Bebas Cukai Asing Formosa, Penghu, Kinmen dan Matsu (台灣、澎湖、金門及馬祖個別關稅領域) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia, dan Tionghoa Taipei di bawah APEC.
Budaya Taiwan masa kini mengalami transformasi yang besar hasil pemisahannya dengan Tiongkok Daratan dan Mongolia yang telah mencecah lebih dari 100 tahun. Taiwan kini mempunyai budaya tersendiri dengan bersumberkan budaya Tiongkok, budaya Jepang dan budaya Amerika Serikat, terutama dalam politik dan arsitektur. Penduduk asli Taiwan juga mempunyai budaya mereka sendiri. Kesenian, tradisi nenek moyang, dan budaya pop merangkumi corak pelbagai motif berdasarkan Asia dan Barat.
Setelah pemerintah pusat dipindahkan dari Tiongkok Daratan dan Mongolia ke Pulau Formosa, pemerintah Partai Kuomintang (KMT) bertindak melestarikan budaya Tionghoa.[butuh rujukan] Pemerintah melaksanakan pelbagai gerakan kaligrafi, lukisan, seni dan opera Tionghoa. Salah satu daya tarik kota Taipei adalah Museum Nasional Tiongkok yang mempunyai lebih dari 650.000 koleksi perunggu, giok (jade), kaligrafi, lukisan dan porselen Tiongkok. KMT di bawah Chiang Kai-Shek telah memindahkan koleksi ini dari Beijing pada tahun 1949 semasa melarikan diri ke Pulau Formosa. Koleksi ini dipercaya menjadi sebagian harta budaya Tionghoa, dan hanya 1% yang dipamerkan pada setiap periode masa.
Berkaraoke merupakan salah satu aktivitas yang degemari di Taiwan, hasil pengaruh Jepang. Suatu lagi contoh adalah Panchinko.
Minuman Taiwan juga telah berhasil dikenali merata di seluruh dunia. Teh berbuih dan teh susu merupakan minuman Taiwan yang terkenal di Malaysia, Eropa, Kanada dan Amerika Serikat.
Kira-kira 80% orang Taiwan merupakan bangsa etnik Han dan bisa bercakap bahasa kebangsaan, yaitu Bahasa Mandarin sekali dengan Bahasa Hokkian yang berasal dari selatan sungai Min di provinsi Fujian di Tiongkok Daratan. Bahasa Hokkian ini yang dikenali sebagai Taiyu di Taiwan merupakan bahasa yang sama yang dituturkan oleh kebanyakan orang Tionghoa-Indonesia. Golongan pro-Merdeka di Taiwan telah mempromosikan bahasa ini sejak tahun 1990-an, tanpa menyadari bahwa bahasa ini hanya sekadar salah satu dialek yang dituturkan di Tiongkok Daratan. Terdapat lagi 10% penduduk Taiwan yang menggunakan bahasa Hakka. Golongan penduduk asli, walaupun mempunyai bahasa sendiri, juga bisa bertutur dalam bahasa Mandarin dan Hokkian.
Gerakan Setempat Taiwan terus menjadi sumber berkembangnya budaya Pulau Formosa dan pulau sekitarnya yang berbeda daripada Tiongkok Daratan dan Mongolia, sebagai suatu reaksi terhadap pemerintahan tangan besi Partai Kuomintang (KMT) dan permusuhan Republik Rakyat Tiongkok. Politik identitas dengan lebih 100 tahun pemisahan Taiwan dengan tanah besar dengan 50 tahun daripadanya di bawah pemerintahan Jepang, terus mnjadi isu dan mewujudkan perbedaan budaya dengan Tiongkok di tanah besar dalam pelbagai bidang, antara lain masakan, film, fotografi, opera dan musik.
Menuruti tradisi kekaisaran menggunakan nama kaisar Tiongkok sebagai rujukan era dan tahun pemerintahan, dokumen-dokumen resmi Republik Tiongkok/Taiwan dan kebanyakan orang Republik Tiongkok/Taiwan masih mengguna Min Guo (Bahasa Tionghoa: 民國, pinyin: míngúo, yang berarti: "Negara Rakyat" atau dalam hal ini, "Republik") sistem mennomorkan tahun diri tahun 1912 sebagai tahun pendirian Republik Tiongkok/Taiwan. Seperti contoh, tahun 2006 adalah tahun ke-95 'Min Guo' ataupun tahun ke-95 Republik Tiongkok/Taiwan (jiu shiwu) nian" (民國九十五年) dalam bahasa Tionghoa. Pada kebiasaannya nama era Tiongkok berkarekter dua, Min Guo adalah singkatan nama panjang ini. Kalender Juche yang digunakan di Korea Utara yang bermula dengan kelahiran Kim Il Sung pada tahun 1912 juga menggunakan sistem yang sama.
Saat ini Republik Tiongkok/Taiwan mempunyai angkatan bersenjata yang besar dengan tujuan menentang Republik Rakyat Tiongkok di Daratan Tiongkok dan Mongolia yang masih memerangi Republik Tiongkok/Taiwan. Dari pemindahan pemerintahan pusat Republik Tiongkok/Taiwan dari Tiongkok Daratan pada tahun 1949 hingga tahun 1970-an, misi utama militer adalah 'mengambil kembali tanah daratan'. Dengan keadaannya sekarang, militer Republik Tiongkok/Taiwan lebih berfokus pada Angkatan Udara dan Angkatan Laut daripada Angkatan Darat.
Republik Tiongkok/Taiwan, memiliki kekuatan militer yang mencakup Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan lain-lain. Sejak kepindahan pemerintahan pusat ke Pulau Formosa setelah kekalahannya dengan pihak komunis (1949), Republik Tiongkok/Taiwan memperoleh bantuan persenjataan dari Amerika Serikat dan Eropa Barat dalam usaha membendung kekuatan komunis ke selatan. Republik Tiongkok/Taiwan memanfaatkan hubungan tersebut dengan memperoleh bantuan teknik dari sistem persenjataan barat sehingga Republik Tiongkok/Taiwan memiliki industri militer sendiri yang juga diekspor (meskipun terbatas pada persenjataan ringan seperti amunisi dan senapan otomatis).
Pada tahun 1970-1980-an ketika hubungan diplomatik antara Republik Tiongkok/Taiwan dengan Amerika Serikat putus, Republik Tiongkok/Taiwan masih tetap mendapatkan persenjataan dan hubungan militer dengan AS meskipun ditentang oleh Republik Rakyat Tiongkok. Namun Republik Tiongkok/Taiwan khawatir hubungan tersebut sewaktu waktu terganggu, sehingga untuk menghadapi Republik Rakyat Tiongkok, Republik Tiongkok/Taiwan berusaha untuk memenuhi kebutuhan militernya sendiri didukung dengan kemampuan industri teknologi tinggi yang dimilikinya. Sebagai contoh Angkatan Udara Republik Tiongkok/Taiwan mampu memenuhi kebutuhannya dengan memproduksi pesawat tempur buatan sendiri (sekalipun dengan bantuan teknis kontraktor militer Amerika Serikat seperti General Dynamics) IDF (Indigenous Defense Fighter) Ching Kuo (diambil dari nama presiden Republik Tiongkok/Taiwan Chiang Ching Kuo) selain pasokan F-16 dari Amerika Serikat dan Mirage-2000D dari Prancis. Kementerian Pertahanan juga telah merencanakan memesan kapal selam diesel dan baterai anti-peluru dari Amerika Serikat untuk pertahanan, tetapi telah dihalangi pihak Pan-Biru (oposisi Yuan Perwakilan) pada 2005. Terdapat banyak peralatan perang yang telah dibeli oleh Republik Tiongkok/Taiwan dari Amerika Serikat di bawah UU Hubungan Republik Tiongkok/Taiwan. Pada masa lalu, Republik Tiongkok/Taiwan juga telah membeli peralatan pertahanan dari negara Prancis dan Belanda.
Republik Tiongkok/Taiwan telah melaksanakan program mengurangi anggotanya dari sekitar 430.000 orang pada tahun 1990-an mengikuti kemajuan alat perangnya.[butuh rujukan] Umur minimal untuk menjadi prajurit militer republik ini adalah 18 tahun. Tetapi sebagian program pengurangan anggota ini menunjukkan bahwa sebagian anggota dipindahkan ke badan pemerintahan lain atau industri yang relevan dengan militer. Salah satu rencana sekarang adalah memodernkan militer menjadi tentara profesional pada dekade yang akan datang dan membatasi Wajib Militer menjadi 3 bulan.
Republik Tiongkok/Taiwan juga memiliki hubungan militer dengan Singapura. Singapura menempatkan personel militernya di tempat itu karena keterbatasan wilayah yang dimilikinya terutama untuk kepentingan latihan militer. Bahkan pemerintah Singapura pada masa PM Goh Chok Tong pernah meminta Republik Rakyat Tiongkok agar memberitahukan Singapura terlebih dahulu apabila Republik Rakyat Tiongkok menyerang Republik Tiongkok/Taiwan.
Catatan
^"行政院第3251次院會決議". ey.gov.tw (dalam bahasa Tionghoa). December 2011. Diakses tanggal 25 May 2021.
^2018中華民國人類發展指數(HDI)(Excel) (dalam bahasa Tionghoa). Directorate General of Budget, Accounting and Statistics, Executive Yuan, R.O.C. 2018. Diakses tanggal 2018-11-12.
^Bilik, Naran (2015), "Reconstructing China beyond Homogeneity", Patriotism in East Asia, Political Theories in East Asian Context, Abingdon: Routledge, hlm. 105
^ abcdTidak ditunjuk tetapi memenuhi definisi hukum.
^Dalam percakapan sehari-hari dikenal sebagai "bahasa Taiwan", bahasa ini dianggap sebagai varietas dari bahasa Hokkien.
^Bahasa nasional di Taiwan secara hukum didefinisikan sebagai "bahasa alami yang digunakan oleh grup masyarakat asli di Taiwan dan Bahasa Isyarat Taiwan".[4]
^Keturunan campuran pribumi-Han dihitung sebagai Han Taiwan.
^PBB tidak mempertimbangkan Republik Tiongkok (Taiwan) sebagai negara berdaulat. Laporan HDI tidak memasukkan Taiwan sebagai bagian dari Republik Rakyat Tiongkok ketika menghitung angka-angka Cina.[11] Pemerintah Taiwan menghitung HDI-nya menjadi 0.907 berdasarkan metodologi UNDP 2010, yang akan menempati urutan ke-21, antara Austria dan Luksemburg dalam daftar PBB tertanggal 14 September 2018.[12][13]