Produksi jagung di Indonesia sebagian besar dilakukan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sedangkan sebagian kecilnya diproduksi di Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Faktor produksi jagung di Indonesia adalah ketersediaan air hujan dan kebijakan pembangunan nasional dari Pemerintah Indonesia.
Pola tanam untuk produksi jagung di Indonesia adalah penanaman secara bergiliran. Lahan penanaman jagung yang utama adalah lahan tegakan dan sawah. Produktivitas produksi jagung di Indonesia baru mulai mengalami peningkatan pada akhir abad ke-20 dan berlanjut hingga awal abad ke 21.
Wilayah produksi
Produksi jagung di Indonesia sebagian besar dilakukan di Pulau Jawa dengan persentase sebesar 66%. Sementara 34% sisanya diproduksi di luar Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, provinsi dengan produksi terbanyak yaitu Jawa Timur dengan persentase sebesar 62%. Sedangkan provinsi penghasil jagung di luar Pulau Jawa yaitu Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.[1]
Pada tahun 1981, wilayah produksi jagung di Indonesia yang terbesar adalah Jawa Timur (43%). Kemudian diikuti oleh Jawa Tengah (22%), Sulawesi Selatan (11%), Nusa Tenggara Timur (6%), Lampung (2%) dan Sumatera Utara (1%). Kemudian terjadi pergeseran sentra produksi jagung di Indonesia. Pergeseran ini dipengaruhi oleh perkembangan industri pakan. Industri pakan mulai berpusat di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Utara. Sehingga pada tahun 2005, wilayah produksi jagung di Indonesia yang terbesar adalah Jawa Timur (35%). Kemudian diikuti oleh Jawa Tengah (17%), Lampung (11%), Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan (masing-masing 6%) dan Nusa Tenggara Timur (5%).[2]
Pola tanam
Pola tanam komoditas jagung di Indonesia memperhatikan curah hujan karena wilayahnya beriklim tropis. Perencanaan pola tanam dilakukan dalam kurun waktu 1 tahun. Pada wilayah yang sepenuhnya bergantung kepada hujan, pola tanam disesuaikan dengan ketersediaan air hujan dan curah hujan. Pola tanam yang umum diterapkan dalam perkebunan jagung di Indonesia yaitu tanaman bersisipan, tanaman campuran, tumpang sari dan tumpang gilir.[3]
Lahan pertanaman
Pertanaman jagung di Indonesia dilakukan di lahan tegalan dan sawah. Di Pulau Jawa, 77% penanaman jagung dilakukan di lahan tegalan dan 33% pada sawah. Sementara di luar Pulau Jawa, sebesar 97% penanaman jagung dilakukan di lahan tegalan.[1] Daerah-daerah penghasil jagung dengan penanaman di sawah, memulai penanaman pada awal musim kemarau. Jagung ditanam setelah padi dipanen.[1]
Luas lahan pertanaman jagung di Indonesia pada periode 2001–2006 rata-rata 3,35 juta ha/tahun. Peningkatan luas lahan pertanaman jagung selama periode tersebut sebesar 0,95% per tahun. Pada periode tersebut, luas lahan pertanaman jagung merupakan yang terbesar kedua setelah lahan persawahan untuk padi.[4]
Produktivitas
Produksi jagung di Indonesia mulai mengalami peningkatan sejak tahun 1984. Peningkatan ini merupakan dampak dari kebijakan pembangunan mengenai swasembada beras sejak akhir 1960-an. Kebijakan tersebut diatur dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun yang ketiga dan keempat. Pemerintah ssat itu menetapkan diversifikasi pertanian setelah tercapainya swasembada beras.
Rata-rata produksi jagung di Indonesia pada periode tahun 1990–2006 sebesar 9,1 juta ton. Laju pertumbuhan produksinya meningkat rata-rata 4,17% tiap tahunnya. Pada tahun 2006, produksi jagung di Indonesia telah mencapai 3,47 ton/ha.[4] Kemudian pada periode 2005–2014, produksi jagung di Indonesia meningkat dengan persentase rata-rata 5,21% per tahun.[5]
Referensi