Osman II adalah putra Sultan Ahmed I (1603–17) dan permaisurinya Sultan Mâhfirûze yang berdarah Yunani.[1] Di usia muda, ibundanya memperhatikan pendidikannya, sebagai akibatnya Osman II menjadi penyair terkenal dan menguasai banyak bahasa, termasuk bahasa Arab, Persia, Yunani, Latin dan Italia. Ia naik tahta pada usia 14 sebagai akibat kudeta terhadap pamandanya Mustafa I (1617–18, 1622–23). Walaupun muda, Osman II sefera mencoba menampakkan diri sebagai penguasa, dan setelah mengamankan perbatasan timur khilafah dengan menandatangani perjanjian damai dengan Safavid, secara pribadi ia memimpin serangan atas Polandia selama Peperangan Jago-jago Moldova. Dipaksa menandatangani perjanjian damain dengan Polandia setelah Pertempuran Chotin (Chocim) (yang nyatanya, pengepungan Chotin yang dipertahankan oleh Jan Chodkiewicz) antara September-Oktober 1621, Osman II kembali ke Istanbul dengan rasa malu, menyalahkan pasukan Yeniceri dan ketidakcukupan para negarawannya atas penghinaannya.
Barangkali sultan pertama yang mengenali Yenisari sebagai lembaga yang lebih banyak membahayakan, Osman II menutup toko kopi mereka (tempat bertemu untuk merencanakan konspirasi terhadap pemerintahan) dan mulai merencanakan pasukan etnisTurki yang baru dan setia, terdiri atas orang TurkiAnatolia, Suriah, dan Mesir beserta orang Turkmen. Hal ini mengakibatkan pemberontakan Yenissari, yang mencoba memenjarakan sultan yang masih muda itu. Saat seorang algojo dikirim untuk mencekiknya, Osman II menolak menyerah dan mulai bergulat dengan lelaki itu dan bisa diatasi saat ia dihantam di punggung dengan kapak oleh salah satu tahanan. Setelah itu ia dicekik. Kemungkinan lain, pelancong Turki Evliya Çelebi mencatat bahwa setelah putting up a desperate struggle, Osman II dihukum mati dengan tali atas perintah Wazir Agung Kara Davut Pasha setelah dibuat tidak berdaya oleh prajurit kavaleri dengan 'mengompres zakarnya'.
Osman II adalah sultan yang amat progresif, namun kurangnya calon profesional dan berkemauan keras menyebabkan reformasi yang dilaksanakannya menyebabkan kejatuhannya. Sebagai penguasa ia cerdik dan energik. Tak seperti kebanyakan pendahulunya ia tampil lebih baik. Kekurangan terburuknya sebagai politikus kemungkinan ia terlalu banyak mencoba terlalu awal.
Catatan
^History of the Ottoman Empire and Modern Turkey, Stanford Jay Shaw, Cambridge University Press, hal. 191
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Osman II.