Suatu kendaraan dinas, atau kendaraan perusahaan adalah suatu kendaraan yang dimiliki atau disewa oleh suatu perusahaan atau organisasi, dan dapat digunakan oleh pegawainya untuk keperluan pekerjaan maupun pribadi.[1]
Ada tiga alasan utama mengapa penggunaan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi sebagai manfaat dapat menarik bagi pegawai maupun perusahaan. Alasan pertama adalah perusahaan dapat menyediakan manfaat bagi pegawai yang mungkin tidak dapat dibeli oleh pegawai itu sendiri. Kedua, sistem pajak yang ada saat ini memperkuat penggunaan mobil sebagai manfaat, daripada remunerasi keuangan. Ketiga, perusahaan mungkin ingin pegawai untuk mengemudikan kendaraannya dalam waktu tertentu atau memiliki akses ke kendaraan tertentu setiap saat.[1] Perusahaan pun dapat diuntungkan apabila ada iklan yang dipasang di kendaraan, karena pegawainya dapat membawa kendaraan ini di malam hari / akhir pekan, sehingga dapat mengiklankan produknya di ruang publik.
Kendaraan dinas pun sangat mudah ditemui di beberapa kawasan. Contohnya, entitas bisnis menyumbangkan sekitar 50% dari total penjualan mobil di Uni Eropa. Mayoritas karena peraturan perpajakan memberikan dorongan besar terhadap penggunaan kendaraan sebagai manfaat pegawai.[1] Praktek ini pun dikritik oleh sejumlah kelompok karena mereka menganggap bahwa manfaat ini mendorong penggunaan kendaraan pribadi (sehingga meningkatkan emisi CO2), mengurangi pendapatan pajak, mendistorsi kompetisi ekonomi, serta menghambat program kerja dan tujuan pemerintah.[1][2]
Penggunaan oleh polisi
Polisi merupakan salah satu lembaga yang menerapkan kebijakan kendaraan dinas, sehingga memungkinkan pegawainya membawa pulang mobil polisi yang dipakai saat bertugas. Hal ini juga dianggap sebagai salah satu bentuk manfaat pegawai.[3] Hal ini pun dianggap oleh sejumlah kepolisian sebagai alat melawan kriminal, terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan.[4]
Isu dengan kendaraan dinas
Saat mulai diberlakukan oleh lembaga pemerintah, kritik mulai datang dari masyarakat, karena pajaklah yang digunakan untuk membiayai kendaraan dinas tersebut. Hal ini pun membuat sejumlah kota mengurangi jumlah pegawai yang dapat menikmati fasilitas kendaraan dinas.
Di Sacramento, California, kebijakan kendaraan dinas menuai polemik karena kota tersebut sedang mengalami defisit anggaran.[5]
Di Kota Baltimore, penggunaan kendaraan dinas oleh pegawai dikritik karena jauhnya jarak antara rumah pegawai dengan kantornya. Diperkirakan bahwa dua-pertiga dari total pegawai mengemudikan kendaraannya hingga ke luar kota, bahkan ada yang rumahnya berjarak lebih dari 100 mil (160 km) dari kota, sementara semua biayanya ditanggung oleh wajib pajak.[6] Mantan wali kota Baltimore, Sheila Dixon juga dikritik karena memiliki tiga kendaraan dinas. Ia berargumen bahwa kendaraan tersebut sengaja disiapkan untuk mengantisipasi keadaan darurat.[7]
Sementara Kota Dallas masih bermasalah dalam mengumpulkan data untuk menentukan biaya kendaraan dinas yang harus ditanggung oleh para wajib pajak.[8]
Kota Los Angeles pun dikritik karena memberi kendaraan dinas kepada pegawai, sekaligus menaikkan tarif layanan. Pemerintah kota berargumen bahwa kenaikan tarif ini tidak berhubungan dengan pemberian kendaraan dinas.[9]
Kota Evansville, Indiana pun mengurangi jumlah kendaraan dinas, namun tetap memperbolehkan petugas keamanan menggunakan kendaraan dinas.[10]
Referensi
^ abcdNæss-Schmidt, Sigurd; Marcin Winiarczyk (May 2010). "Company car taxation"(PDF). Taxation Papers. European Commission: Taxation and Customs Union DG (22). doi:10.2778/13821. ISSN1725-7557. Diakses tanggal 24 May 2012.