Drama adalah genre (jenis) karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia dengan gerak.[1][2][3] Drama menggambarkan realita kehidupan, watak, serta tingkah laku manusia melalui peran dan dialog yang dipentaskan.[1] Kisah dan cerita dalam drama memuat konflik dan emosi yang secara khusus ditujukan untuk pementasan teater.[1] Naskah drama dibuat sedemikian rupa sehingga nantinya dapat dipentaskan untuk dapat dinikmati oleh penonton.[4] Drama memerlukan kualitas komunikasi, situasi dan aksi.[5] Kualitas tersebut dapat dilihat dari bagaimana sebuah konflik atau masalah dapat disajikan secara utuh dan dalam pada sebuah pementasan drama.[5]
Pengertian
Istilah untuk drama pada masa penjajahan Belanda di Indonesia disebut dengan istilah tonil.[5] Tonil kemudian berkembang diganti dengan istilah sandiwara oleh P.K.G Mangkunegara VII.[5] Sandiwara berasal dari kata dalam bahasa Jawa sandi dan wara.[5] Sandi artinya rahasia, sedangkan wara (warah) artinya pengajaran.[5] Maka istilah sandiwara mengandung makna pengajaran yang dilakukan dengan perlambang.[5] Sementara itu, pengertian drama modern dan tradisional harus dibedakan. Dalam drama modern, aktivitas drama menggunakan naskah dialog, sedangkan drama tradisional menggunakan improvisasi dalam dialognya.[6]
Struktur
Drama merupakan sebuah karya yang memuat nilai artistik yang tinggi.[4] Sebuah drama mengikuti struktur alur yang tertata.[4] Struktur yang tertata akan membantu penonton menikmati sebuah drama yang dipentaskan. Struktur drama memuat babak, adegan, dialog, prolog dan epilog.[4]
Babak merupakan istilah lain dari episode.[4] Setiap babak memuat satu keutuhan kisah kecil yang menjadi keseluruhan drama.[4] Dengan kata lain, babak merupakan bagian dari naskah drama yang merangkum sebuah peristiwa yang terjadi di suatu tempat dengan urutan waktu tertentu.[4]
Adegan merupakan bagian dari drama yang menunjukkan perubahan peristiwa.[4] Perubahan peristiwa ini ditandai dengan pergantian tokoh atau setting tempat dan waktu.[4] Misalnya, dalam adegan pertama terdapat tokoh A sedang berbicara dengan tokoh B.[4] Kemudian mereka berjalan ke tempat lain lalu bertemu dengan tokoh C, maka terdapat perubahan adegan di dalamnya.[4]
Dialog merupakan bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu tokoh dengan tokoh yang lain.[4] Dialog adalah bagian yang paling dominan dalam drama.[4] Dialog adalah hal yang membedakan antara drama dengan jenis karya sastra yang lain.[4]
Prolog dan epilog merupakan bingkai dari sebuah drama.[4] Prolog merupakan pengantar untuk masuk ke dalam sebuah drama.[4] Isinya adalah gambaran umum mengenai drama yang akan dimainkan.[4] Sementara epilog adalah bagian terakhir dari pementasan drama.[4] Isinya merupakan kesimpulan dari drama yang dimainkan. Epilog biasanya memuat makna dan pesan dari drama yang dimainkan.[4]
unsur-unsur
Ada tiga unsur penting dalam drama, diantaranya:
Tokoh, pelaku yang mempunyai peran yang lebih dibandingkan pelaku-pelaku lain, biasanya dikategorikan dalam sifat protagonis atau antagonis.
Wawacang, dialog atau percakapan yang harus diucapkan oleh tokoh cerita.[7]
Kramagung, petunjuk perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung dituliskan dalam tanda kurung (biasanya dicetak miring).[8]
Jenis
Drama tragedi
Drama tragedi adalah drama yang menceritakan kisah-kisah sedih dari para tokoh mulia. Kisah di dalam drama tragedi adalah perjuangan tokoh mulia yang menjadi pahlawan untuk menentang berbagai perlawanan terhadap dirinya. Penentangan ini bersifat tidak adil karena adanya perbedaan kekuatan. Cerita di dalam drama tragedi sangat serius sehingga menimbulkan rasa kasihan dan rasa takut.[9]
Drama komedi
Drama komedi adalah drama yang menampilkan cerita-cerita yang tidak terlalu serius tetapi lucu. Cerita berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang kemungkinan terjadi di dalam drama. Hal-hal lucu timbul dari kelakuan para tokoh dan tidak berkaitan dengan situasi cerita. Kelakuan yang lucu juga mengandung kebijaksanaan para tokoh.[9]
Melodrama
Melodrama memiliki kisah yang sangat serius. Dalam penceritaannya, muncul berbagai kejadian secara kebetulan. Cerita di dalam melodrama memunculkan rasa kasihan yang membuat penontonnya terbawa suasana.[9] Unsur-unsur seperti cinta yang terhalang, pengkhianatan, dan ketidakadilan sosial sering menjadi pusat cerita dalam melodrama.[10]
Rujukan
^ abc Depdiknas (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. hlm. 342-343. ISBN978-979-22-3841-9.
^ Rene Wellek dan Austin Warren (2013). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN978-602-03-0126-6.
^ Tetti Melawati (2011). "Peningkatan Kemampuan Memahami Drama dan Menulis Teks Drama melalui Model Pembelajaran SAVI". UPI.
^Suherli, dkk. (2017). Bahasa Indonesia Kelas XI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN978-602-427-098-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)