Dana Moneter Internasional (DMI) adalah organisasi internasional beranggota 190 negara yang bertujuan mempererat kerja sama moneter global, memperkuat stabilitas keuangan, mendorong perdagangan internasional, memperluas lapangan pekerjaan sekaligus pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia. Organisasi ini berkantor pusat di Washington, D.C., Amerika Serikat.[1] Organisasi ini dibentuk pada tahun 1944 dalam Konferensi Bretton Woods, kemudian diresmikan tahun 1945 dengan 29 negara anggota. Sejak awal tujuan mereka adalah menata ulang sistem pembayaran internasional. Negara anggota menyumbangkan dana cadangan menggunakan sistem kuota. Dana cadangan tersebut dapat dipinjam oleh negara-negara yang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran. Pada tahun 2020, dana cadangan DMI mencapai HPK476,8 miliar, sekitar AS$755,7 miliar.[4]
Lewat dana ini, dibantu aktivitas lainnya seperti pencatatan statistik dan analisis, pengawasan ekonomi negara anggota dan tuntutan kebijakan tertentu,[5] DMI berupaya memperbaiki ekonomi negara-negara anggotanya.[6] Tujuan organisasi ini tercantum dalam Pasal Persetujuan,[7] yaitu mempererat kerja sama moneter internasional, mendorong perdagangan internasional, ketersediaan lapangan pekerjaan, stabilitas nilai tukar, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan menyalurkan sumber daya kepada negara anggota yang mengalami kesulitan keuangan.[8] yang terjadi akibat nya juga berdampak kepada negara indonesia
Fungsi
Menurut DMI sendiri, organisasi ini berusaha mendorong pertumbuhan dan kestabilan ekonomi global dengan mengeluarkan kebijakan, saran, dan dana kepada anggota serta bekerja sama dengan negara berkembang untuk membantu mereka mencapai kestabilan ekonomi makro dan mengurangi tingkat kemiskinan.[9] Alasannya adalah pasar modal swasta internasional tidak sempurna dan banyak negara yang tidak mampu mengakses pasar keuangan. Ketidaksempurnaan pasar dan pendanaan neraca pembayaran menjadi alasan pendanaan resmi. Tanpa pendanaan resmi, negara tersebut akan menerapkan kebijakan ekonomi yang buruk demi menutupi ketidakseimbangan neraca pembayarannya.[10] DMI menyediakan berbagai sumber alternatif dalam masalah keuangan.
Setelah DMI didirikan, tiga fungsi utamanya adalah mengawasi kesepakatan nilai tukar tetap antarnegara,[11] membantu pemerintah mengelola nilai tukarnya sehingga memungkinkan pertumbuhan ekonomi,[12] dan menyediakan modal jangka pendek untuk membantu neraca pembayaran.[11] Bantuan ini bertujuan mencegah penyebaran krisis ekonomi internasional. DMI juga bertujuan membantu memulihkan ekonomi internasional pasca-Depresi Besar dan Perang Dunia II.[12] Selain itu, DMI juga menyediakan investasi modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan proyek pembangunan seperti proyek infrastruktur.
Peran DMI berubah total setelah penerapan nilai tukar mengambang pasca-1971. Sejak saat itu DMI mulai mempelajari kebijakan ekonomi negara-negara peminjam dana untuk mengetahui apabila kelangkaan modal disebabkan oleh fluktuasi ekonomi atau kebijakan ekonomi. DMI juga mencari tahu jenis kebijakan pemerintah yang mampu memulihkan ekonomi.[13] Tantangan baru bagi DMI adalah mempromosikan dan menerapkan kebijakan yang mengurangi frekuensi krisis di negara-negara berkembang, khususnya negara berpendapatan menengah yang rentan mengalami arus modal keluar besar-besaran.[14] Alih-alih menjadi pengawas nilai tukar, DMI mulai menjadi pengawas seluruh kinerja ekonomi makro negara anggota. Peran mereka semakin besar karena DMI tidak hanya menangani nilai tukar, tetapi juga kebijakan ekonomi.
Selain itu, DMI merundingkan syarat pinjaman sesuai kebijakan kondisionalitas[11] yang ditetapkan tahun 1950-an.[12]Negara berpendapatan rendah boleh meminjam dalam jangka konsesi, artinya ada periode peminjaman tanpa bunga, melalui Extended Credit Facility (ECF), Standby Credit Facility (SCF), dan Rapid Credit Facility (RCF). Pinjaman non-konsesional yang mencakup bunga disalurkan melalui Stand-By Arrangements (SBA), Flexible Credit Line (FCL), Precautionary and Liquidity Line (PLL), dan Extended Fund Facility. DMI menyediakan bantuan darurat melalui Rapid Financing Instrument (RFI) untuk anggota yang perlu menyeimbangkan neraca pembayarannya sesegera mungkin.[15]
Pengawasan ekonomi global
DMI bertugas mengawasi sistem moneter dan keuangan internasional dan memantau kebijakan ekonomi dan keuangan negara-negara anggotanya.[16] Aktivitas ini dikenal dengan istilah pengawasan (surveillance) dan bertujuan memperkuat kerja sama internasional.[17] Sejak sistem nilai tukar tetap Bretton Woods diganti pada awal 1970-an, hanya prosedur pengawasannya yang berubah; tujuan organisasi tetap sama.[16] Tugasnya berubah dari pengawal kebijakan menjadi pemantau kebijakan negara anggota.
DMI biasanya menganalisis kelayakan setiap kebijakan ekonomi dan keuangan negara anggota demi menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teratur, dan menilai dampak kebijakan tersebut terhadap negara lain dan ekonomi global.[16]
Pada tahun 1995, Dana Moneter Internasional mulai menetapkan standar pembebasan data agar negara anggota DMI membuka data ekonomi dan keuangannya ke masyarakat umum. Komite Moneter dan Keuangan Internasional (IMFC) mengusulkan panduan standar pembebasan dalam dua bagian: Sistem Pembebasan Data Umum (GDDS General Data Dissemination Standard) dan Standar Pembebasan Data Khusus (SDDS; Special Data Dissemination Standard).
Dewan Eksekutif menyetujui SDDS dan GDDS masing-masing pada tahun 1996 dan 1997. Perubahan selanjutnya dicantumkan dalam Guide to the General Data Dissemination System. Sistem ini ditujukan kepada statistikawan dan bertujuan memperbaiki berbagai aspek sistem statistik di sebuah negara. Sistem ini merupakan bagian dari Tujuan Pembangunan Milenium dan Rencana Strategis Pengentasan Kemiskinan Bank Dunia.
Tujuan utama GDDS adalah mendorong negara anggota untuk membangun kerangka kerja perbaikan kualitas data dan pembangunan kapasitas statistik agar mampu menilai kebutuhan statistik, mengutamakan perbaikan ketepatan waktu, transparansi, keandalan, dan keterbukaan data keuangan dan ekonomi. Beberapa negara awalnya menggunakan GDDS, lalu beralih ke SDDS yang lebih mutakhir.
Beberapa lembaga non-anggota DMI juga memberi kontribusi data statistik untuk sistem ini:
Eurostat untuk seluruh UE – SDDS, memasok data dari Siprus (tanpa DDS sendiri) dan Malta (menggunakan GDDS sendiri)
Persyaratan pinjaman
Kondisionalitas (persyaratan) DMI adalah serangkaian kebijakan atau syarat yang diajukan DMI sebelum mencairkan pinjaman.[11] DMI perlu jaminan dari negara peminjam dan meminta pemerintah mencari bantuan untuk memperbaiki ketimpangan ekonomi makronya dalam bentuk reformasi kebijakan. Bila syarat tersebut tidak dipenuhi, DMI tidak mencairkan pinjaman.[11] Menurut beberapa pihak, kondisionalitas adalah salah satu aspek kebijakan DMI yang kontroversial.[19] Konsep kondisionalitas diperkenalkan lewat keputusan Dewan Eksekutif tahun 1952, lalu disertakan dalam Pasal Perjanjian DMI.
Kondisionalitas berkaitan dengan teori ekonomi dan penerapan mekanisme pelunasan utang. Kondisionalitas diturunkan dari pemikiran Jacques Polak. Menurutnya, dasar teoretis dari kondisionalitas adalah "pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran".[12]
Syarat pinjaman tersebut merupakan jaminan bahwa negara peminjam mampu melunasi utangnya kepada DMI dan negara tersebut tidak akan mengambil tindakan ceroboh yang mengacaukan ekonomi internasional untuk menyelesaikan masalah neraca pembayarannya.[20][21] Persoalan bahaya moral—ketika agen ekonomi memaksimalkan pemanfaatannya dengan mengabaikan pihak lain karena mereka tidak menanggung seluruh dampak yang dipicu tindakan mereka sendiri—dapat dicegah melalui syarat pinjaman alih-alih menyediakan jaminan; negara yang butuh pinjaman DMI biasanya memang tidak punya jaminan yang bernilai tinggi secara internasional.[21]
Kondisionalitas juga menguntungkan DMI karena dana yang dipinjamkan ke negara peminjam akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang ditentukan oleh Pasal Perjanjian dan menjadi jaminan bahwa negara tersebut akan mampu memperbaiki ekonomi makro dan ketimpangan strukturalnya.[21] Menurut DMI, pelaksanaan tindakan perbaikan atau kebijakan tertentu oleh negara peminjam memungkinkan negara tersebut melunasi utangnya kepada DMI. Utang yang lunas menjamin kecukupan dana cadangan DMI untuk membantu negara anggota lain.[19]
Hingga 2004[update], negara peminjam memiliki catatan utang baik karena melunasi utang lewat fasilitas pemberian pinjaman reguler DMI dengan bunga penuh sampai jatuh tempo. Ini berarti pinjaman DMI tidak membebani negara peminjam karena negara pemberi pinjaman menerima bunga sesuai nilai pasar berdasarkan kuota sumbangannya. Belum lagi dana sumbangannya dipinjamkan oleh DMI dan seluruh aset cadangan yang disumbangkan negara anggota kepada IMF.[10]
Sejarah
DMI awalnya didirikan sebagai bagian dari kesepakatan nilai tukar sistem Bretton Woods tahun 1944.[22] Semasa Depresi Besar, berbagai negara menerapkan hambatan perdagangan untuk memperbaiki ekonominya. Tindakan ini memicu devaluasi mata uang nasional dan anjloknya perdagangan dunia.[23]
Kerja sama moneter internasional butuh pengawasan. Perwakilan 45 negara bertemu dalam Konferensi Bretton Woods di Mount Washington Hotel di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, untuk membahas kerangka kerja sama ekonomi internasional pascaperang dan pembangunan Eropa pasca-Perang Dunia II.
Terdapat dua pandangan terhadap peran yang harus diambil DMI sebagai lembaga ekonomi global. Ekonom Britania Raya, John Maynard Keynes, membayangkan DMI sebagai dana koperasi yang dapat ditarik negara anggota untuk mempertahankan aktivitas ekonomi dan lapangan pekerjaannya pada masa-masa krisis. Pandangan ini menginginkan DMI yang membantu negara yang membutuhkan dan beroperasi layaknya New Deal Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Delegasi Amerika Serikat Harry Dexter White memandang DMI seperti bank yang nasabahnya wajib melunasi utang tepat waktu.[24] Sebagian besar pandangan White disertakan dalam peraturan terakhir yang disepakati di Bretton Woods.
DMI secara resmi berdiri tanggal 27 Desember 1945. 29 negara anggota pertamanya meratifikasi Pasal Perjanjian DMI.[25] Pada akhir 1946, keanggotaan DMI bertambah menjadi 39 negara.[26] Tanggal 1 Maret 1947, DMI memulai operasi keuangannya,[27] dan pada tanggal 8 Mei, Prancis menjadi negara pertama yang meminjam dana dari DMI.[26]
DMI adalah salah satu organisasi utama dalam sistem ekonomi internasional; rancangan organisasinya memungkinkan sistem ini menyeimbangkan penataan kembali kapitalisme internasional dengan pemanfaatan kedaulatan ekonomi nasional dan kesejahteraan manusia, biasa disebut liberalisme tertanam.[12] Pengaruh DMI dalam ekonomi global perlahan meningkat seiring bertambahnya anggota baru. Peningkatan pengaruh ini terjadi setelah beberapa negara Afrika merdeka dan pembubaran Uni Soviet tahun 1991 karena banyak negara di lingkup pengaruh Soviet yang dulunya tidak bergabung dengan DMI.[23]
Sistem Bretton Woods bertahan sampai tahun 1971, ketika pemerintah A.S. menghentikan ketertukaran (konvertibilitas) dolar Amerika Serikat (dan cadangan dolar yang dipegang negara lain) dengan emas. Keputusan tersebut dikenal sebagai Kejutan Nixon.[23]
Sejak 2000
Pada Mei 2010, dengan proporsi 3 banding 11, DMI terlibat dalam penalangan pertama Yunani senilai €110 miliar untuk menyelesaikan penumpukan utang pemerintah akibat defisit sektor publik. Pemerintah Yunani setuju untuk menerapkan pengetatan yang akan mengurangi defisit dari 11% pada tahun 2009 menjadi "di bawah 3%" pada tahun 2014.[28] Penalangan ini tidak mencakup tindakan restrukturisasi utang seperti haircut yang dipermasalahkan Direktur DMI dari Swiss, Brasil, India, Rusia, dan Argentina. Pemerintah Yunani sendiri (waktu itu dipimpin Perdana Menteri George Papandreou dan Menteri KEuangan Giorgos Papakonstantinou) tidak menyetujui haircut.[29]
Paket talangan kedua senilai lebih dari €100 miliar disetujui dalam kurun beberapa bulan sejak Oktober 2011; saat itu Papandreou dipaksa mengundurkan diri. Troika, termasuk DMI, adalah perancang program ini. Program tersebut disetujui oleh Direktur Eksekutif DMI pada tanggal 15 Maret 2012 dengan nilai SDR23,8 miliar.[30] Berdasarkan program tersebut, pemegang obligasi swasta mendapat haircut senilai 50%. Antara Mei 2010 dan Februari 2012, bank-bank swasta di Belanda, Prancis, dan Jerman menurunkan keterpaparannya terhadap utang Yunani dari €122 miliar menjadi €66 miliar.[29][31]
Restrukturisasi utang nasional diangkat oleh DMI pada April 2013 untuk pertama kalinya sejak 2005 dalam sebuah laporan berjudul "Sovereign Debt Restructuring: Recent Developments and Implications for the Fund’s Legal and Policy Framework".[37] Laporan yang dibahas oleh dewan pada tanggal 20 Mei ini[38] merangkum kasus Yunani, St Kitts dan Nevis, Belize, dan Jamaika. Wawancara dengan Wakil Direktur Hugh Bredenkamp diterbitkan beberapa hari kemudian[39] bersamaan dengan wawancara oleh Matina Stevis dari Wall Street Journal.[40]
Dalam Fiscal Monitor edisi Oktober 2013, DMI menyatakan bahwa penerapan pajak modal yang mampu mengurangi rasio utang negara Zona Euro hingga "angka akhir 2007" membutuhkan kenaikan pajak hingga 10%.[41]
Departemen Fiskal DMI, saat itu dipimpin Direktur Pelaksana Sanjeev GuptaDiarsipkan 2016-04-04 di Wayback Machine., menerbitkan laporan pada Januari 2014 berjudul "Fiscal Policy and Income Inequality". Laporan ini menyatakan bahwa "Pajak-pajak yang dibebankan pada kekayaan, khususnya aset tak bergerak, juga merupakan pilihan bagi negara-negara yang ingin menerapkan pajak progresif ... Pajak properti cenderung setara dan efisien, namun kurang dimanfaatkan di sejumlah negara. ... Ada rencana untuk memanfaatkan potensi pajak ini, baik sebagai sumber pendapatan dan instrumen redistribusi kekayaan."[42]
Pada akhir Maret 2014, DMI mengumpulkan dana talangan sebesar $18 miliar untuk pemerintahan sementara Ukraina setelah revolusi Ukraina 2014.[43][44]
Bekas anggota DMI meliputi Kuba (keluar tahun 1964)[49] dan Republik Tiongkok yang dikeluarkan dari PBB tahun 1980 setelah Presiden Jimmy Carter mencabut dukungannya dan digantikan oleh Republik Rakyat Tiongkok.[50] Namun demikian, "Provinsi Taiwan, Tiongkok" masih terdaftar di indeks resmi DMI.[51]
Bekas Cekoslowakia dikeluarkan tahun 1954 karena "tidak menyediakan data yang diperlukan" dan diterima kembali pada tahun 1990 setelah Revolusi Beludru. Polandia keluar tahun 1950—konon di bawah tekanan Uni Soviet—dan diterima kembali tahun 1986.[52]
Syarat
Negara manapun boleh mendaftar sebagai anggota DMI. Setelah DMI dibentuk tidak lama setelah Perang Dunia II, aturan keanggotaan DMI dibiarkan longgar. Anggota harus membayar sumbangan keanggotaan rutin sesuai kuotanya, tidak membatasi perdagangan mata uang tanpa seizin DMI, mematuhi aturan main yang tercantum dalam Pasal Persetujuan DMI, dan menyediakan informasi soal perekonomian nasional. Peraturan yang lebih ketat diterapkan kepada negara-negara yang mengajukan pinjaman kepada DMI.[12]
Negara yang bergabung dengan DMI antara tahun 1945 dan 1971 sepakat untuk mengamankan nilai tukarnya sehingga dapat disesuaikan atas persetujuan DMI apabila terjadi "ketimpangan mendasar" pada neraca pembayaran.[53]
Sejumlah anggota memiliki hubungan yang rumit dengan DMI. Meski sudah menjadi anggota, mereka tidak mau ekonominya diawasi DMI. Argentina, misalnya, menolak berpartisipasi dalam Konsultasi Pasal IV dengan DMI.[54]
Keuntungan
Negara anggota DMI memiliki akses informasi tentang kebijakan ekonomi semua negara anggota, serta kesempatan untuk memengaruhi kebijakan ekonomi negara anggota lain, bantuan teknis dalam perbankan, fiskal, dan nilai tukar, bantuan pendanaan pada masa-masa sulit, serta kesempatan perdagangan dan investasi yang luas.[55]
Kepemimpinan
Dewan Gubernur
Dewan Gubernur terdiri dari satu gubernur dan satu gubernur alternatif untuk setiap negara anggota. Setiap negara anggota menunjuk kedua gubernurnya. Dewan rapat sekali setiap tahun dan bertugas memilih atau menunjuk anggota Dewan Eksekutif. Meski Dewan Gubernur secara resmi bertugas menyetujui penambahan kuota, alokasi Hak Penarikan Khusus, penerimaan anggota baru, pengunduran diri anggota, dan perbaikan Pasal Persetujuan dan Peraturan Organisasi, Dewan Gubernur justru sering melimpahkan kekuasaannya ke Dewan Eksekutif DMI.[56]
Dewan Gubernur mendapat saran dari Komite Moneter dan Keuangan Internasional dan Komite Pembangunan Internasional. Komite Moneter dan Keuangan Internasional memiliki 24 anggota dan memantau perkembangan likuiditas global serta perpindahan sumber daya ke negara berkembang.[57] Komite Pembangunan memiliki 25 anggota dan memberi saran tentang isu pembangunan penting dan sumber dana yang dibutuhkan untuk mendorong pembangunan ekonomi di negara berkembang. Mereka juga memberi saran tentang isu perdagangan dan lingkungan.[57]
Dewan Eksekutif
Dewan Eksekutif terdiri dari 24 Direktur Eksekutif. Direktur Eksekutif mewakili ke-188 negara anggota secara bergilir sesuai kawasan dunia.[58] Negara yang ekonominya besar memiliki Direktur Eksekutifnya sendiri, namun banyak negara yang dikelompokkan dalam konstituensi empat negara atau lebih.[56]
Setelah 2008 Amendment on Voice and Participation diberlakukan bulan Maret 2011,[59] delapan negara berhak menunjuk seorang Direktur Eksekutif: Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Britania Raya, Tiongkok, Federasi Rusia, dan Arab Saudi.[58] 16 Direktur lainnya mewakili konstituensi yang terdiri dari 4 sampai 22 negara. Direktur Eksekutif mewakili konstituensi terbesar (22 negara) memiliki bobot suara 1,55%.[butuh rujukan] Dewan Eksekutif biasanya rapat beberapa kali setiap minggu.[60] Keanggotaan dan konstituensi Dewan ditinjau ulang setiap delapan tahun.[4]
DMI dipimpin oleh seorang Direktur Pelaksana yang bertugas sebagai kepala staf dan Ketua Dewan Eksekutif. Direktur Pelaksana dibantu oleh Wakil Direktur Pelaksana Pertama dan tiga Wakil Direktur Pelaksana lainnya.[56] Direktur Pelaksana DMI selalu dijabat oleh orang Eropa. Presiden Bank Dunia juga selalu dijabat oleh orang Amerika Serikat. Seiring waktu, tradisi jabatan ini mulai dipertanyakan. Bila kesempatan terbuka, dua jabatan tersebut dapat diperebutkan oleh sejumlah calon berkualitas tinggi dari berbagai belahan dunia.[61][62]
Pada tahun 2011, negara-negara berkembang terbesar di dunia, BRIC, mengeluarkan pernyataan bahwa tradisi memilih orang Eropa sebagai Direktur Pelaksana justru melemahkan legitimasi DMI dan menuntut pemilihan Direktur Pelaksana berdasarkan keahliannya.[61][63]
Direktur Pelaksana sebelumnya, Dominique Strauss-Kahn, ditahan terkait pelecehan seksual tamu hotel di New York dan mundur pada tanggal 18 Mei.[64] Tanggal 28 Juni 2011, Christine Lagarde dipilih sebagai Direktur Pelaksana DMI dengan masa jabatan lima tahun terhitung sejak 5 Juli 2011.[65][66] Pada tahun 2012, Lagarde digaji US$467.940 bebas pajak; nilainya otomatis bertambah tiap tahun mengikuti inflasi. Selain itu, Direktur Pelaksana mendapat tunjangan sebesar US$83.760 dan tunjangan hiburan tambahan.[67]
Hak suara
Hak suara di DMI didasarkan pada sistem kuota. Setiap anggota memiliki sejumlah suara dasar (suara dasar setiap anggota setara dengan 5,502% suara total),[68] plus satu suara tambahan untuk setiap 100.000 Hak Penarikan Khusus (SDR) dari kuota negara anggota.[69]Hak Penarikan Khusus adalah satuan hitungan DMI yang mewakili klaim mata uang. SDR didasarkan pada beberapa mata uang internasional yang kuat. Suara dasar didominasi negara-negara kecil, tetapi suara tambahan yang ditentukan oleh SDR mengimbangi dominasi tersebut.[69]
Tabel berikut menampilkan kuota dan hak suara anggota DMI[70]
Pada Desember 2015, Kongres Amerika Serikat mengesahkan undang-undang terkait Reformasi Kuota dan Tata Kelola Pemerintahan 2010. Hasilnya:
kuota seluruh 188 anggota DMI naik dari SDR238,5 miliar menjadi SDR477 miliar, sedangkan porsi kuota dan hak suara negara anggota termiskin di DMI akan dilindungi.
lebih dari 6 persen porsi kuota berpindah ke negara berkembang dan negara pasar berkembang yang dinamis dan negara berkembang; porsi kuota tersebut juga berpindah dari anggota yang sangat terwakili suaranya ke anggota yang kurang terwakili.
empat negara pasar berkembang (Brasil, Tiongkok, India, dan Rusia) akan berada di antara sepuluh anggota terbesar DMI. Anggota terbesar lainnya adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Britania Raya, dan Italia.[71]
Dampak sistem kuota
Sistem kuota DMI dirancang untuk mengumpulkan dana cadangan agar dapat dipinjamkan.[12] Setiap negara anggota DMI diberi kuota atau jumlah sumbangan yang disesuaikan dengan ukuran negara tersebut dalam perekonomian global. Setiap kuota anggota juga menentukan besaran hak suaranya. Sumbangan uang dari negara anggota menentukan besaran hak suaranya di organisasi ini.[69]
Sistem ini mengikuti logika organisasi pemegang saham, artinya negara kaya memiliki andil dalam pembuatan dan perubahan aturan.[12] Karena pengambilan keputusan di DMI mewakili setiap posisi ekonomi negara anggota di dunia, negara kaya yang sumbangannya lebih besar memiliki pengaruh lebih besar daripada negara miskin yang sumbangannya sedikit. Walau demikian, DMI terus mengupayakan redistribusi.[69]
Negara berkembang
Normalnya, kuota ditinjau ulang setiap lima tahun dan dapat dinaikkan bila dirasa perlu oleh Dewan Gubernur. Saat ini muncul usulan soal reformasi perwakilan negara berkembang di DMI.[69] Ekonomi negara-negara ini memegang porsi besar dalam sistem ekonomi global, tetapi tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan DMI karena terhambat sistem kuota. Joseph Stiglitz berpendapat, "DMI perlu memberi hak suara dan perwakilan yang lebih efektif bagi negara-negara berkembang; porsi ekonomi dunia mereka sudah berkembang besar sejak 1944, tahun berdirinya DMI."[72] Pada tahun 2008, beberapa reformasi kuota disahkan, termasuk perpindahan 6% porsi kuota ke negara pasar berkembang dinamis dan negara berkembang.[73]
Kesenjangan peminjam/kreditur
Keanggotaan DMI dibagi berdasarkan pendapatan. Negara-negara tertentu memberi sumber pendanaan, sedangkan negara lainnya memanfaatkan sumber tersebut. Baik "kreditur" dari negara maju dan "peminjam" dari negara berkembang adalah anggota DMI. Negara maju memberi sumber dana, namun jarang terlibat dalam perjanjian pinjaman DMI; biasanya mereka memberi pinjaman. Sebaliknya, negara berkembang memanfaatkan sumber pendanaan, namun menyumbang sedikit dana karena kuotanya lebih kecil; biasanya mereka meminjam. Perselisihan pun muncul dalam hal tata kelola organisasi karena kedua kubu ini, kreditur dan peminjam, memiliki kepentingan yang sangat berbeda.[69]
DMI dikritik karena sistem pembagian hak suara berdasarkan kuota malah membiarkan subordinasi peminjam dan dominasi kreditur. Kesenjangan antara peminjam dan non-peminjam di DMI membangkitkan kontroversi seputar kondisionalitas karena negara peminjam ingin memperluas akses pinjaman, sedangkan negara pemberi pinjaman ingin jaminan pelunasan.[74]
DMI dan globalisasi
Globalisasi mencakup tiga lembaga: pasar keuangan global dan perusahaan transnasional, pemerintah yang saling terhubung lewat kerja sama ekonomi dan militer pimpinan Amerika Serikat, dan kemunculan "pemerintahan global" seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), DMI, dan Bank Dunia.[75] Dalam buku People Before Profit, Charles Derber berpendapat, "Ketiga lembaga yang saling berinteraksi ini menciptakan sistem kekuasaan global baru. Dalam sistem ini, kedaulatan terglobalisasikan, kekuasaan dan kewenangan konstitusi tercerabut dari setiap negara dan beralih ke pasar global dan lembaga internasional".[75] Titus Alexander berpendapat bahwa sistem ini memperlebar kesenjangan global antara negara-negara barat dan sisanya dalam proses apartheid global. Ia menganggap DMI sebagai pilar utama apartheid global.[76]
Pembentukan lembaga ekonomi global merupakan pemicu dan pendorong globalisasi. Perkembangan Bank Dunia, bank pembangunan kawasan DMI seperti Bank Rekonstruksi dan Pembangunan Eropa (EBRD), dan lembaga perdagangan multilateral seperti WTO menandai perlaihan dari dominasi negara sebagai satuan analisis eksklusif dalam hubungan internasional. Globalisasi benar-benar mengubah konsep kedaulatan negara.[77]
Setelah kampanye deregulasi keuangan besar-besaran oleh Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, pada tahun 1990-an, para pendukung globalisasi menghapus batasan kepemilikan asing terhadap bank-banknya, memperlonggar pertukaran mata uang, dan melenyapkan batas penarikan uang oleh investor asing.[75]
Menurut laporan DMI bulan Mei 2015, pemerintahan di seluruh dunia secara tidak langsung menyubsidi perusahaan bahan bakar fosil sebesar $5,3 triliun (£3,4 triliun) per tahun. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak terkena dampak pembakaran batu bara, minyak, dan gas: polusi udara, masalah kesehatan, banjir, kekeringan, dan badai akibat perubahan iklim.[78]
Life and Debt, film dokumenter tentang pengaruh kebijakan DMI terhadap ekonomi Jamaika dari sudut pandang kritis.
Debtocracy, film dokumenter independen Yunani tahun 2011 yang mengkritik DMI.
Album FMI (1982) karya musisi Portugal José Mário Branco terinspirasi oleh intervensi DMI di Portugal melalui program stabilisasi terpimpin tahun 1977–78.
^ There is no world-wide consensus on the status of the Republic of Kosovo: it is recognised as independent by 110 countries, while others consider it an autonomous province of Serbia. See: International recognition of Kosovo.
Referensi
^ abc"About the IMF". Dana Moneter Internasional. Diakses tanggal 14 Oktober 2012.
^ abcdeJensen, Nathan (April 2004). "Crisis, Conditions, and Capital: The Effect of the IMF on Direct Foreign Investment". Journal of Conflict Resolution. 48 (48): 194. doi:10.1177/0022002703262860.
^ abcdefghChorev, Nistan; Sarah Babb (2009). "The crisis of neoliberalism and the future of international institutions: a comparison of the IMF and the WTO". Theory and Society. 38: 459–484. doi:10.1007/s11186-009-9093-5.
^Jensen, Nathan (April 2004). "Crisis, Conditions, and Capital: The Effect of the IMF on Foreign Direct Foreign Investment". Journal of Conflict Resolution. 48 (48): 194. doi:10.1177/0022002703262860.
^Fischer, Stanley (March 2003). "Financial Crises and Reform of the International Financial System". Review of World Economics. Springer Publications.
^"Factsheet: IMF Lending". About the IMF. International Monetary Fund. Diakses tanggal 8 April 2012.
^"Republic of Kosovo is now officially a member of the IMF and the World Bank". The Kosovo Times. 29 June 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-02. Diakses tanggal 29 June 2009. Kosovo signed the Articles of Agreement of the International Monetary Fund (IMF) and the International Bank for Reconstruction and Development (the World Bank) on behalf of Kosovo at the State Department in Washington.
^"Brazil calls for Cuba to be allowed into IMF". Caribbean Net News. 27 April 2009. Diakses tanggal 7 May 2009. Cuba was a member of the IMF until 1964, when it left under revolutionary leader Fidel Castro following his confrontation with the United States.
^Andrews, Nick; Bob Davis (7 May 2009). "Kosovo Wins Acceptance to IMF". The Wall Street Journal. Diakses tanggal 7 May 2009. Taiwan was booted out of the IMF in 1980 when China was admitted, and it hasn't applied to return since.
^"Obligations and Benefits of IMF Membership". Money Matters: An IMF Exhibit --The Importance of Global Cooperation.Tidak memiliki atau membutuhkan |url= (bantuan)
^Stiglitz and Members of a UN Commission on Financial Experts, Joseph E. (2010). The Stiglitz Report: Reforming the International Monetary and Financial Systems in the Wake of the Global Crisis. New York: The New Press.
^Kafka, Alejandre. "Some IMF Problems after the Committee of Twenty". International Financial Policy: Essays in honour of Jaques J. Polack.Tidak memiliki atau membutuhkan |url= (bantuan)
^ abcDerber, Charles (2002). People Before Profit. New York: Picador.
Breen, Michael (2013). The Politics of IMF Lending. International Political Economy Series. Basingstoke and New York, NY: Palgrave Macmillan. ISBN978-1-137-26380-3.
Vreeland, James Raymond (2007). The International Monetary Fund: Politics of Conditional Lending. Abingdon and New York, NY: Routledge. ISBN978-0-415-37462-0.
Woods, Ngaire (2003). "The United States and the International Financial Institutions: Power and Influence Within the World Bank and the IMF". In Rosemary Foot, S. Neil MacFarlane, and Michael Mastanduno, eds., US Hegemony and International Organizations, pp. 92–114. Oxford and New York, NY: Oxford University Press. ISBN978-0-199-26142-0.
Bacaan lanjutan
Bordo, M. D. "The Bretton Woods International Monetary System: A Historical Overview", in A Retrospective on the Bretton Woods System, edited by M. D. Bordo and B. Eichengreen. London:1993;
James, H. International Monetary Cooperation since Bretton Woods, Oxford, 1996.