Bangunan stasiun merupakan bangunan utama dari stasiun kereta api penumpang. Bangunan stasiun dibangun untuk menyediakan semua fasilitas penumpang.[1][2][3] Bangunan stasiun merupakan komponen yang juga menyertakan jalur, peron, area penyeberangan antarperon, dan depot (depo) kereta.
Ukuran bangunan stasiun cukup beragam bergantung fasilitas yang akan diakomodasi, mulai dari bangunan sederhana dengan pelayanan sangat minimum hingga bangunan megah yang menyediakan bermacam-macam pelayanan. Proporsi dan gaya bangunan stasiun dapat bersifat monumental. Bahkan sampai era kereta cepat sekalipun, bangunan stasiun menjadi salah satu masterpiece di bidang arsitektur.
Biasanya stasiun memiliki hall yang berfungsi sebagai pintu keberangkatan, umumnya menghadap jalan atau lapangan/alun-alun kota. Saat masuk, penumpang akan diarahkan menuju loket, mesin tiket, dan cetak tiket (check-in). Saat penumpang sudah boarding, penumpang diarahkan menuju ruang tunggu, yang terkadang memiliki kelas VIP dan bahkan menyediakan fasilitas berupa sofa dan rak bagasi. Saat kereta api datang, penumpang akan diarahkan ke peron. Bangunan stasiun berukuran sedang hingga besar juga menyediakan ruang pegawai KA yang terlibat dalam manajemen dan pengoperasian kereta api. Terkadang stasiun yang berlokasi di wilayah pedesaan memiliki bangunan yang kecil atau bahkan tanpa bangunan sama sekali.[4]
Perlu memakan waktu berpuluh-puluh tahun untuk merancang arsitektur stasiun yang bisa dikenali dalam tata ruang kota, seperti halnya gereja dan balai kota. Bangunan pertama stasiun kurang menekankan segi fungsi, karena arsitektur awalnya justru mirip dengan rumah atau kantor. Hal ini akan sulit mengidentifikasi fungsinya sebagai bangunan stasiun, misalnya bangunan pertama Stasiun Terminus Manchester di Liverpool dan Manchester Railway.Seringkali bangunan stasiun pertama justru sederhana sehingga unsur utamanya adalah depo keretanya, misalnya stasiun pertama di Mannheim, Jerman.
Kemudian, sejumlah tim arsitek bangunan stasiun mulai mengembangkan karakteristik yang representatif. Mulanya menggunakan gaya arsitektur tradisional, misalnya bentuk-bentuk "gerbang", seperti portico, pelengkung kemenangan atau Propylaea. Namun tidak ada satupun dari ketiganya (kecuali mungkin pelengkung kemenangan) terbukti cocok untuk mengekspresikan fungsi stasiun kereta api. Salah satu idenya adalah menonjolkan portico bangunan stasiun untuk pintu keberangkatan dan memperbesar ukuran dominan fasad bangunan. Motif ini digunakan pada bangunan Stasiun Newcastle Central (1850), kemudian digunakan serentak di stasiun-stasiun lainnya di Britania Raya. Motif ini sangat menonjol pada abad ke-20, dan membentuk fasad stasiun kereta api besar Milano Centrale .
Di stasiun kereta api Britania Raya, tempat—berkat pergerakan kereta yang konstan—naik-turun penumpang sangat cepat, justru tidak menekankan ukuran bangunan stasiun yang besar. Hingga batas tertentu, bangunan hotel stasiun (atau kadang-kadang kantor pimpinan perusahaan KA) justru mendominasi fungsi stasiun. Namun struktur semacam ini tidak mengungkapkan ciri khas fasilitas stasiun kereta api. Fitur-fitur yang umum di banyak stasiun di seluruh dunia adalah kanopi di atas tempat turun umumnya terbuat dari besi (misalnya bagian dari bekas stasiun London Victoria di jalur LBSCR).
Dari semua ciri khas stasiun, akan sulit mengidentifikasi unsur-unsur stasiun selain dari jam stasiun. Mengingat tidak semua orang mengenakan jam tangan, jam stasiun wajib ada di bangunan stasiun. Penempatannya berada di luar dan dalam bangunan.
Di negara-negara yang tidak selalu menekankan arsitektur klasik, arsitek banyak memanfaatkan gaya menara jam, terilhami dari bangunan balai kota atau gereja. Tema tersebut cenderung mengedepankan nilai kegunaan bangunan—termasuk juga beberapa menara air. Menara jam menjadi sangat populer di sekitar awal abad ke-20. Bersama dengan jalan masuk tertutup, hal itu kelak menjadi ciri khas bangunan stasiun kereta api.
Seiring waktu, peningkatan kapasitas lintas yang makin besar mendorong pembangunan stasiun kereta api dalam jumlah besar. Banyaknya stasiun menggambarkan kekuatan citra dari sebuah kota, perusahaan KA, dan bahkan negara dengan jaringan kereta api sekalipun.
Sekitar awal abad ke-20, penggunaan gaya arsitektural klasik yang memerlukan ruang besar dan tinggi, biasanya dimodelkan menurut arsitektur Romawi kuno.
Tidak hanya bangunan utama stasiun, arsitektur stasiun melibatkan peron, kanopi (overcapping), atau depot kereta api, jika ada. Bahkan emperan stasiun juga memberikan wajah khas stasiun serta lebih dari sekadar nilai kegunaan.
Arsitek juga dapat merancang menara stasiun serta bangunan untuk mendukung peralatan persinyalan yang terkadang ditempatkan pada peron stasiun (ruang PPKA, rumah sinyal). Keberadaan objek-objek ini terkadang berisiko ketika teknologi keselamatan lalu lintas diperbarui.
^Meeks, Carroll L.V. The railroad station: An architectural history (1956).
^Middleton, William D., George M. Smerk, and Roberta L. Diehl, eds. Encyclopedia of North American Railroads. (Indiana University Press, 2007). pp 126-44
^Jeffrey Richards, and John M. MacKenzie. The Railway Station: A social History (1986).
^Middleton, Encyclopedia of North American Railroads. (2007). pp 126-44