Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Silaban

Silaban
Aksara Batakᯘᯪᯞᯅᯉ᯲
(Surat Batak Toba)
Nama margaSilaban
Nama/
penulisan
alternatif
Sihombing Silaban
Artisi + laba + an
(yang diuntungkan; yang dilabakan)
Silsilah
Jarak
generasi
dengan
Siraja Batak
1Si Raja Batak
2Raja Isumbaon
3Tuan Sorimangaraja
4Tuan Sorbadibanua
(Nai Suanon)
5Raja Sumba
6Toga Sihombing
7Borsak Jungjungan
(Silaban)
Nama lengkap
tokoh
Borsak Jungjungan Silaban
Nama istriBoru Situmorang
Nama anakOmpu Ratus
Kekerabatan
Induk margaSihombing
Persatuan
marga
Toga Sihombing
Kerabat
marga
Turunan
  • Datu Bira
    (Sitio)
  • Datu Mangambe
    (Siponjot)
  • Datu Guluan
Matani ari
binsar
Sinaga
PadanHutabarat
Asal
SukuBatak
EtnisBatak Toba
Daerah asalTipang, Baktiraja

Silaban (Surat Batak: ᯘᯪᯞᯅᯉ᯲) adalah salah satu marga Batak Toba yang berasal dari Tipang, Baktiraja, Humbang Hasundutan. Leluhur marga Silaban adalah Borsak Jungjungan, putra sulung dari Toga Sihombing.[1]

Asal

Leluhur marga Silaban adalah Borsak Jungjungan, putra sulung Toga Sihombing. Keturunan lainnya berturut-turut yang merupakan adik-adiknya antara lain yaitu Borsak Sirumonggur (Lumbantoruan), Borsak Mangatasi (Nababan), dan Borsak Bimbinan (Hutasoit).

Silaban, termasuk keturunan Sihombing yang lain (Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit), bersaudara dengan keturunan marga Simamora yaitu Purba, Manalu, dan Simamora Debataraja (Rambe tidak termasuk karena beda ibu). Karena yang melahirkan mereka adalah Siboru Panggabean Boru Lontung, sehingga mereka disebut sebagai Pitu Saina (artinya Tujuh Satu Ibu).

Dalam tarombo Silaban sendiri, terdapat semacam kesepakatan tak tertulis di antara para keturunan (pinompar) Borsak Jungjungan bahwa penomoran silsilah (tarombo) Marga Silaban tidak lagi dimulai dari Borsak Jungjungan namun dari Datu. Hal ini disebabkan hilangnya data dan adanya kesimpangsiuran silsilah di urutan atas sehingga Datu Bira (Silaban Sitio), Datu Mangambe (Silaban Siponjot) dan Datu Guluan dianggap sebagai urutan silsilah pertama.

Sebagaimana orang-orang Batak lainnya, maka para marga Silaban ini pun hidup tersebar di berbagai tempat baik di kampung halaman (bona pasogit) maupun didaerah perantauan (luat sileban).

Di bona pasogit sendiri, terdapat beberapa area atau kampung (huta) yang mayoritas penduduknya adalah marga Silaban. Huta tersebut antara lain adalah Silaban-Dolok Sanggul, Bonan Dolok-Sijama Polang, Sijabat, Pangratusan-Parmonangan, Tipang-Bakkara dan Sitapean-Lintong ni Huta yang kesemuanya ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.

Turiturian (Legenda) Marga Silaban

Pada awalnya, anak-anak dari Ompu Raja Diomaoma, yaitu Datu Bira, Datu Mangambe, dan Datu Guluan tumbuh besar di rumah tulang-nya (paman), yaitu marga Sinaga di Pulau Samosir. Hampir setiap hari mereka bertiga belajar dan berlatih ilmu mossak hadatuon (sakti) hingga mereka benar-benar mahir sehingga kemahiran dan kepandaian mereka bertiga menjadi tersiar kemana-mana. Dari antara mereka bertiga, Datu Bira, si putra sulung yang paling mahir dan menurut ceritanya belum ada yang bisa mengalahkan kemahirannya.

Kemudian pada saat itu, hiduplah seorang anak gadis yang merupakan keturunan dari marga Sinaga Ompu Ratus dan yang juga merupakan pariban dari ketiga putra Ompu Raja Diomaoma. Ia terkenal dengan parasnya yang cantik sehingga banyak laki-laki yang ingin mendekati dan berusaha untuk meraih hatinya. Namun pada akhirnya Boru Sinaga tersebut memilih Datu Bira sebagai pasangannya, dan kemudian akhirnya mereka berdua resmi menjadi pasangan suami istri.

Namun meskipun mereka berdua telah resmi menikah, ternyata ada seorang bermarga Simbolon yang benar-benar terobsesi dengan Boru Sinaga, walaupun istri dari Datu Bira tersebut sedang mengandung. Seorang bermarga Simbolon tersebut selalu ingin merebut Boru Sinaga tersebut, namun selalu berujung gagal karena ia selalu kalah bertanding dengan Datu Bira. Ia selalu mencari kelemahan dari Datu Bira namun ia tidak pernah menemukannya.

Kemudian marga Simbolon tersebut berkumpul dengan saudara-saudaranya dan menyusun rencana, yaitu menyuruh salah satu boru (perempuan) dari keluarga mereka untuk mendekati dan mengambil hati Datu Guluan, adik dari Datu Bira, yang mana taktik ini digunakan untuk mengetahui kelemahan dari Datu Bira. Mereka menggunakan cara ini karena adalah kebiasaan pada saat itu bahwa sesama kakak beradik saling mengetahui rahasia satu sama lain, apalagi Datu Bira dan kedua saudaranya belajar dan berlatih di perguruan yang sama.

Kemudian Datu Guluan luluh dan resmi menikahi Boru Simbolon tersebut. Dari sinilah rencana mereka makin berjalan dengan mulus dan setelah Datu Guluan dan Boru Simbolon tersebut sudah lama berumah tangga, akhirnya Boru Simbolon tersebut mengetahui rahasia kelemahan dari Datu Bira. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Datu Guluan termakan hasutan dari Boru Simbolon sehingga ia membocorkannya. Rahasia kesaktian dari Datu Bira adalah ia harus rutin memakan ikan tertentu (tidak diketahui dengan jelas jenis ikannya) supaya kesaktian yang telah ia dapat tidak hilang. Setelah pihak marga Simbolon mengetahui hal tersebut, kemudian mereka merencanakan suatu rencana jahat.

Kemudian pada suatu hari Datu Bira mengingatkan istrinya Boru Sinaga untuk tidak lupa membeli ikan kesukaanya yang tidak lain merupakan rahasia kesaktiannya. Kebetulan pada saat itu Boru Sinaga telah melahirkan seorang putra yang bernama Sangkar Toba dan putra tersebut sudah mulai tumbuh besar. Namun ketika Boru Sinaga tersebut pergi berbelanja ke pasar, ikan tersebut telah habis terjual dan hal ini tidak lain dikarenakan marga Simbolon tersebut telah membeli semua ikan tersebut pada setiap pedagang di pasar. Hal ini terjadi selama berminggu-minggu sampai akhirnya terjadi pertengkaran di antara Datu Bira dan Boru Sinaga, dan Boru Sinaga itu kabur dan pulang ke rumah orang tuanya. Akhirnya, Datu Bira melemah dan sekarat karena ia benar-benar membutuhkan ikan tersebut dan kemudian ia memutuskan untuk berwasiat kepada adiknya, yaitu Datu Mangambe.

Di saat-saat terakhir Datu Bira, Datu Bira mengadakan perjanjian dengan Datu Mangambe dengan menyerahkan anaknya, Sangkar Toba kepada adiknya tersebut dan berpesan supaya Datu Mangambe jangan menikah sebelum Sangkar Toba benar-benar dewasa dan mandiri. Setelah Datu Bira dan Datu Mangambe berjanji, Datu Bira pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Setelah itu, Datu Mangambe kabur dan pergi bersama Sangkar Toba menuju ke wilayah seberang, yang kemungkinan besar adalah Negeri Silaban sekarang, karena mereka telah diburu dan dikejar oleh seorang bermarga Simbolon. Akhirnya Datu Mangambe dan Sangkar Toba tinggal dan bermukim di sana, serta wilayah tersebut yang menjadi bona pasogit dari marga Silaban. Mengenai nasib dan status dari Boru Sinaga yang merupakan istri dari Datu Bira, sampai sekarang tidak diketahui secara jelas, apakah ia menjadi terbunuh juga dan mati bersama Datu Bira atau ia berhasil direbut marga Simbolon, sampai sekarang tidak ada kejelasan.

Kemudian pada saat itu juga, sang bungsu yaitu Datu Guluan dikutuk oleh saudaranya, Datu Mangambe di saat ia bersama Sangkar Toba kabur dan bunyi kutukan tersebut adalah: "Na so jadi lobi sian tolu pulu rumatangga ma pinompar ni Datu Guluan. Molo adong na manambai (tubu), ingkon adong na mangorui (monding)" (Keturunan dari Datu Guluan tidak akan lebih dari tiga puluh keluarga. Jika ada yang menambahkan (lahir), maka harus ada yang mengurangi (meninggal)). Hal inilah yang membuat keturunan Datu Guluan sangatlah sedikit dan jarang sekali ditemukan.

Namun menurut beberapa pihak, kutukan ini hanya berlaku di daerah Tipang, yang mana pada akhirnya Datu Guluan melanjutkan sisa hidupnya di sana dan ia terus merasa bersalah karena ia telah membuat kakak-kakaknya yaitu Datu Bira terbunuh dan Datu Mangambe diburu.

Tarombo (Silsilah)

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, garis keturunan dari Borsak Jungjungan sampai kepada Datu Bira, Datu Mangambe, dan Datu Guluan hingga saat ini masih simpang siur dan menjadi polemik tersendiri bagi keturunan marga Silaban sampai sekarang. Namun berikut adalah versi tarombo yang paling umum beredar.

Toga Sihombing
Boru Lontung
Borsak Jungjungan (Silaban)
Boru Situmorang
Borsak Sirumonggur (Lumbantoruan)Borsak Mangatasi (Nababan)Borsak Bimbinan (Hutasoit)
Ompu Ratus
Boru Sinaga
Ama ni Ratus
Boru Sinaga
Ompu Raja Diomaoma
Boru Sinaga
Datu Bira
(Silaban Sitio)
Boru Sinaga
Datu Mangambe
(Silaban Siponjot)
1. Boru Nainggolan
2. Boru Sianturi
3. Boru Manurung
4. Boru Simanjuntak
Datu Guluan
Boru Simbolon
Sangkar Toba
Boru Pasaribu
Raja ItobaTunggul Bauta
Boru Sinaga
Ulubalang TampakSitanom Bakkar (Ompu Manat)Ompu HasibuanOmpu Toga Lontung
Martiang Omas
Boru Tambunan
Tuan Sampulu
Boru Siregar
Guru Sinaongan
Tuan Datu SahalanaOmpu Sotangguon
Boru Pohan
Ompu DoniaOmpu ParluhutanAma ni Raja Nainggal
1. Boru Silalahi
2. Boru Siahaan
Badia PorhasOmpu Niaten
Ompu SomanaramGuru SotadingonRaja Nainggal
Boru Manalu
Guru Niapoan
Boru Pasaribu
Toga Natorop
Boru Purba
Tuan Namonang
Boru Siahaan
Ompu HaroOmpu LegatOmpu Niotar

Borsak Jungjungan yang merupakan leluhur marga Silaban merupakan putra sulung dari Toga Sihombing yang dilahirkan oleh Siboru Panggabean, putri semata wayang dari Siraja Lontung. Borsak Jungjungan menikah dengan Boru Situmorang dan memperoleh seorang putra yang bernama Ompu Ratus, kemudian Ompu Ratus menikahi Boru Sinaga dan memiliki seorang putra yang bernama Ama ni Ratus, lalu Ama ni Ratus menikahi Boru Sinaga dan memperoleh seorang putra yang bernama Ompu Raja Diomaoma. Adapun Ompu Raja Diomaoma juga menikahi Boru Sinaga dan memiliki tiga orang putra yang kemudian ketiga putra ini mewakili ketiga kelompok marga Silaban, yaitu:

  1. Datu Bira (Silaban Sitio)
  2. Datu Mangambe (Silaban Siponjot)
  3. Datu Guluan

Datu Bira (Silaban Sitio)

Datu Bira menikah dengan Ratus Pintaomas Boru Sinaga dan melahirkan seorang putra yang bernama Sangkar Toba, kemudian Sangkar Toba menikahi Boru Pasaribu dan memiliki dua orang putra, yaitu Martiang Omas dan Tuan Sampulu. Adapun Martiang Omas menikahi Boru Tambunan dan memperoleh empat orang putra, yaitu (1) Tuan Datu Sahalana, (2) Ompu Sotangguon, (3) Ompu Donia, dan (4) Ompu Parluhutan. Tuan Datu Sahalana kemudian memperoleh tiga orang putra, yaitu (1) Ompu Boksa yang menikahi Boru Matondang, (2) Ompu Raja Godang, dan (3) Ompu Maruhur. Kemudian Ompu Sotangguon menikahi Boru Pohan dan memperoleh dua orang putra, yaitu Ompu Somanaram dan Guru Sotadingon. Ompu Somanaram kemudian memperoleh dua orang putra, yaitu Guru Mardupang yang menikahi Boru Ompusunggu dan Ompu Raja Urik. Lalu Guru Sotadingon memperoleh empat orang putra, yaitu (1) Guru Manguluhon, (2) Raja Natangkang yang menikahi Boru Pohan, (3) Raja Nasanggam, dan (4) Raja Napantang yang menikahi Boru Simamora. Adapun untuk Ompu Donia dan Ompu Parluhutan, hingga saat ini tidak diketahui kabarnya dan dimana keturunannya.

Tuan Sampulu menikah dengan Boru Siregar dan memperoleh dua orang putra, yaitu Ama ni Raja Nainggal dan Badia Porhas. Ama ni Raja Nainggal sendiri menikahi Boru Silalahi dan Boru Siahaan serta memperoleh enam orang putra, yaitu (1) Raja Nainggal yang menikahi Boru Manalu, (2) Guru Niapoan yang menikahi Boru Pasaribu, (3) Toga Natorop yang menikahi Boru Purba, (4) Tuan Namonang yang menikahi Boru Siahaan, (5) Ompu Haro, dan (6) Ompu Legat. Kemudian Badia Porhas memperoleh dua orang putra yaitu Ompu Dimpuan dan Ompu Mangaek Raja, kemudian Ompu Dimpuan memperoleh tiga orang putra, yaitu (1) Ompu Halisung, (2) Ompu Lobu, dan (3) Ompu Toga Robean.

Datu Mangambe (Silaban Siponjot)

Datu Mangambe menikah dengan keempat istrinya, yaitu (1) Mangiring Mas Boru Nainggolan, (2) Siboru Naniulosan Boru Sianturi, (3) Pintaomas Boru Manurung, dan (4) Siboru Tailan Nauli Boru Simanjuntak serta memperoleh empat orang putra yang masing-masing adalah putra yang dilahirkan oleh keempat istrinya, yaitu (1) Raja Itoba yang dilahirkan Boru Sianturi; (2) Tunggul Bauta yang dilahirkan Boru Nainggolan; (3) Ulubalang Tampak yang dilahirkan Boru Manurung; dan (4) Sitanom Bakkar/Ompu Manat yang dilahirkan Boru Simanjuntak.

Adapun Raja Itoba memperoleh dua orang putra, yaitu Ompu Sualon dan Ompu Moma. Kemudian Tunggul Bauta menikahi Boru Sinaga dan memperoleh dua orang putra, yaitu Namora Soritaon dan Ompu Lombing. Lalu Ulubalang Tampak memiliki dua orang putra, yaitu Ompu Rumatap dan Ompu Rigop.

Datu Guluan

Datu Guluan menikah dengan Boru Simbolon dan memiliki dua orang putra, yaitu Ompu Hasibuan dan Ompu Toga Lontung. Kemudian Ompu Toga Lontung memperoleh seorang putra yang bernama Guru Sinaongan, lalu Guru Sinaongan memperoleh seorang putra yang bernama Ompu Niaten, dan Ompu Niaten memperoleh seorang putra yang bernama Ompu Niotar.

Parpadanan (Perjanjian) Silaban dan Hutabarat

Sesuai dengan perjanjian yang telah diadakan oleh Datu Bira dan Datu Mangambe, Sangkar Toba yang merupakan putra semata wayang dari Datu Bira kemudian dibesarkan oleh amanguda-nya (adik laki-laki ayah) tersebut yang kemudian dianggapnya sebagai ayah sendiri.

Kemudian setelah Sangkar Toba mulai tumbuh besar, Datu Mangambe menjelaskan kepada Sangkar Toba bahwa ia dahulu telah berjanji kepada ayahnya bahwa ia tidak akan menikah sebelum Sangkar Toba benar-benar dewasa dan mandiri. Kemudian karena Datu Mangambe merasa bahwa Sangkar Toba telah cukup dewasa dan berilmu, Datu Mangambe pun menyuruh Sangkar Toba untuk merantau dan menguji ilmunya serta berpesan untuk tidak kembali sebelum ia benar-benar berhasil dalam perantauannya.

Kemudian Sangkar Toba memulai perkelanaannya untuk menguji ilmu dan akhirnya ia sampai ke suatu kampung yang tidak diketahui namanya, namun kemungkinan besar berada di daerah Silindung karena kampung tersebut dihuni marga Hutabarat. Di sana ia bertemu dengan seorang wanita yang sedang mengandung sedang menangis dan berkeluh kesah. Lalu Sangkar Toba mendekatinya dan menanyakan alasan wanita tersebut menangis. Si wanita tersebut mengatakan bahwa suaminya yang bermarga Hutabarat telah tewas dimakan aili (babi hutan). Kemudian Sangkar Toba pun menawarkan bantuan dengan cara memburu dan membunuh aili tersebut dan kemudian wanita tersebut meminta supaya Sangkar Toba mau membawa dia kemanapun. Kemudian Sangkar Toba meminta supaya wanita tersebut terlebih dahulu meminta persetujuan kepada pihak marga Hutabarat. Adapun wanita tersebut Boru Pasaribu.

Kemudian wanita tersebut meminta izin dan memberitahukan rencananya bersama Sangkar Toba kepada pihak keluarga suaminya atau pihak marga Hutabarat dan mereka akhirnya menyetujuinya. Kemudian Sangkar Toba meminta hujur (tombak) untuk digunakan dalam memburu aili tersebut. Kemudian setelah sekian lama bergumul dengan aili tersebut, akhirnya aili tersebut berhasil terbunuh dan kemudian Sangkar Toba membawa dan memberikan keempat kaki dari aili tersebut kepada pihak marga Hutabarat sebagai bukti bahwa ia telah membunuh aili tersebut. Kemudian pihak Hutabarat pun memastikan hal tersebut dengan cara mendapatkan bangkai dari aili itu dan kemudian perutnya dibelah dan mereka menemukan cincin dari perut aili itu. Wanita tersebut pun menangis karena ternyata cincin itu merupakan cincin dari mendiang suaminya.

Setelah itu, wanita tersebut (Boru Pasaribu) resmi dinikahi oleh Sangkar Toba dan melalui hal ini Sangkar Toba meresmikan suatu parpadanan (perjanjian) dengan pihak marga Hutabarat bahwa mereka tidak boleh saling menikahi karena mereka telah disahkan sebagai saudara serahim/satu ibu (dongan saboltok). Kemudian pada saat itu pusaka dibagikan kepada kedua belah pihak, yang mana rantai aili diberikan kepada pihak Hutabarat, kemudian taring aili dan tombak untuk membunuh aili itu diberikan kepada pihak Silaban (Sangkar Toba). Kemudian Sangkar Toba tinggal di kampung tersebut lalu Boru Pasaribu tersebut melahirkan dua putra baginya, yaitu Martiang Omas dan Tuan Sampulu.

Kemudian setelah kedua putra Sangkar Toba tersebut mulai tumbuh besar, Sangkar Toba membawa istrinya dan kedua putranya tersebut pulang ke kampungnya di Negeri Silaban, menemui amanguda-nya, Datu Mangambe. Pada saat itu, Sangkar Toba juga membawa anak yang merupakan anak dari marga Hutabarat, yaitu yang bernama Sangkar Pangururan. Datu Mangambe pun menyambut kedatangan mereka dengan rasa terkejut sekaligus gembira lalu mengadakan pesta besar karena akhirnya ia benar-benar menyelesaikan perjanjiannya dengan kakaknya, Datu Bira.

Kemudian setelah itu, Datu Mangambe pun segera menikah dan pada saat itu, ia telah berumur sekitar tujuh puluh tahun, sedangkan kakaknya, Datu Bira melalui Sangkar Toba telah memiliki dua cucu yang juga telah tumbuh besar dan sebentar lagi telah memasuki usia layak menikah dan berketurunan. Hal inilah yang membuat keturunan Datu Bira dan Datu Mangambe biasanya memiliki selisih tiga sampai empat nomor generasinya sampai saat ini. Yang mana keturunan Datu Bira saat ini biasanya generasi kelima belas sampai kedelapan belas, sedangkan keturunan Datu Mangambe saat ini biasanya generasi keduabelas sampai kelima belas.

Untuk mengejar ketertinggalan dari Datu Bira, Datu Mangambe segera menikah bahkan sampai empat kali, yaitu dengan (1) Boru Nainggolan, (2) Boru Sianturi, (3) Boru Manurung, dan (4) Boru Simanjuntak, dan ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa Datu Mangambe menikah enam kali, yaitu menikah juga dengan Boru Sihite dan Boru Simanjuntak yang lain.

Tokoh

Beberapa tokoh yang bermarga Silaban adalah:

Referensi

  1. ^ Vergouwen, J. C. (Jacob Cornelis) (1964). The social organisation and customary law of the Toba-Batak of northern Sumatra. Internet Archive. The Hague, M. Nijhoff.


Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya