Simbolon
Simbolon (Surat Batak: ᯘᯔᯪ᯲ᯅᯬᯞᯉᯬ᯲) adalah salah satu marga Batak Toba yang berasal dari Samosir. Marga ini merupakan salah satu keturunan dari Raja Nai Ambaton yang menyebar dari wilayah Samosir bagian barat,[1] seperti Pangururan, Palipi, dan Ronggur Nihuta. Latar belakangSilsilahMenurut literatur Batak Toba yang diterima secara umum, Raja Isumbaon memiliki tiga anak, yaitu Tuan Sori Mangaraja, Raja Asiasi, dan Sangkar Somalindang. Tuan Sorimangaraja juga mempunyai tiga anak, yakni Tuan Sorba Dijulu, Tuan Sorba Dijae, dan Tuan Sorba Dibanua. Tuan Sorba Dijulu memiliki dua keturunan, yakni Raja Nabolon dan Raja Sitempang. Beberapa literatur bertentangan tentang urutan keturunan Tuan Sorba Dijulu. Namun, semua sepakat bahwa baik Simbolon maupun Sitanggang merupakan keturunan Tuan Sorba Dijulu melalui anak yang berbeda. Raja Nabolon menurunkan lima orang anak, yaitu Bolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Munte Tua, dan Nahampun Tua. Marga Simbolon dimulai dari Bolon Tua yang memperistri perempuan boru Limbong. Bolon Tua dan Boru Limbong memiliki dua orang anak, yakni Suri Raja (dikenal juga sebagai Tunggul Sibisa) dan Martua Raja. Kedua keturunan Simbolon ini diakui oleh Punguan Simbolon (PSBI) sebagai pokok Si Pitu Sohe. Dari Marria Rudang Bako, Suri Raja menurunkan Simbolon Tuan Nahoda Raja I. Keturunan Tuan Nahoda Raja I yang bermukim di daerah Kalasan (Kelasen) menurunkan kelompok marga baru yang disebut sebagai Si Onom Hudon (enam periuk), yakni Tambun (Tinambunan), Tanggor (Tumanggor), Maharaja, Turutan, Pinayungan, dan Anakampun (Nahampun). Dari Leang Nagurasta, Suri Raja menurunkan Simbolon Tuan Juara Bulan. Beberapa literatur menyebut Simbolon Tuan Juara Bulan sebagai Simbolon Panihai. Namun, namanya yang disepakati oleh Punguan Simbolon (PSBI) sebagai bagian Si Pitu Sohe adalah Simbolon Tuan Juara Bulan. Baik Tuan Nahoda Raja I maupun Tuan Juara Bulan saling menggunakan nama "Tuan" dan keturunannya terkadang tidak ingin dipisahkan antara keduanya. Dari Boru Manurung, Suri Raja menurunkan Simbolon Pande Sahata dan Simbolon Altong Nabegu. Sementara, Martua Raja menikahi Boru Pasaribu dan menurunkan Simbolon Suhut Ni Huta, Simbolon Sirimbang, dan Simbolon Hapotan. Hubungan dengan marga lainSecara tradisional, marga Simbolon bersama dengan Sitanggang menjalin hubungan yang kuat dengan marga Naibaho di Pangururan.[2] Ketiganya berbagi batas tanah ulayat di Pangururan. Ketika banjir besar melanda Sabulan, marga-marga keturunan Raja Lontung yang mendiami tempat itu memilih untuk berpindah ke Urat. Dari Urat, empat kelompok marga tertua Lontung, yaitu Situmorang, Sinaga, Pandiangan, dan Nainggolan, mencoba untuk menyebar ke utara Samosir. Namun, mereka diusir oleh marga Simbolon dan Sitanggang. Sebagai bentuk perjanjian damai di antara kedua kelompok marga tersebut (keturunan Sumba dan keturunan Lontung), ditetapkan garis imajiner sebagai batas wilayah yang ditarik dari sebuah aliran air di pesisir barat Samosir hingga bongkah di tanjung pesisir timur pulau itu, tepat di bagian selatan Tomok. Garis imajiner ini diterima sebagai batas antara wilayah marga-marga keturunan Sumba dan Lontung di Pulau Samosir.[3] Tokoh![]() Beberapa tokoh yang bermarga Simbolon, di antaranya adalah: Referensi
Daftar pustaka
|