Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Narada

Narada
Resi pengelana,
Utusan para dewa
Nama lainWinapani
Dewanagariनारद
AfiliasiDewaresi, awatara Wisnu
KediamanBrahmaloka
Waikunta
Keluarga
Orang tua
SaudaraHimawan, Jembawan

Narada (Dewanagari: नारद; ,IASTNārada, नारद) atau Narada Muni adalah seseorang yang bijaksana dalam tradisi Hindu, yang memegang peranan penting dalam kisah-kisah Purana, khususnya Bhagawatapurana. Narada digambarkan sebagai pendeta yang suka mengembara dan memiliki kemampuan untuk mengunjungi planet-planet dan dunia yang jauh.

Dia selalu membawa alat musik yang dikenal sebagai veena dan khartal, yang pada mulanya dipakai oleh Narada untuk mengantarkan lagu pujian, doa-doa, dan mantra-mantra sebagai rasa bakti terhadap Wisnu atau Kresna.[3][4] Dalam tradisi Waisnawa, dia memiliki rasa hormat yang istimewa dalam menyanyikan nama Hari dan Narayana dan proses pelayanan didasari rasa bakti yang diperlihatkannya, dikenal sebagai bhaktiyoga seperti yang dijelaskan dalam kitab yang merujuk kepadanya, yang dikenal sebagai Narad Bhakti Sutra.

Putra Brahma

Menurut legenda, Narada dipandang sebagai Manasputra, merujuk kepada kelahirannya 'dari pikiran Dewa Brahma', atau makhluk hidup pertama seperti yang digambarkan dalam alam semesta menurut Purana. Ia dihormati sebagai Triloka sanchaari, atau pengembara sejati yang mengarungi tiga dunia yaitu Swargaloka (surga), Mrityuloka (bumi) dan Patalloka (alam bawah). Ia melakukannya untuk menemukan sesuatu mengenai kehidupan dan kemakmuran orang. Ia orang pertama yang melakukan Natya Yoga.

Narada Muni memiliki posisi penting yang istimewa di antara tradisi Waisnawa. Dalam kitab-kitab Purana, ia termasuk salah satu dari dua belas Mahajana, atau 'pemuja besar' Dewa Wisnu. Karena ia adalah gandharva dalam kehidupan dahulu sebelum ia menjadi Resi, ia berada dalam kategori Dewaresi.

Pencerahan

Lukisan Resi Narada dalam jurnal The Modern Review volume 3 (1908), koleksi Perpustakaan Nasional India.

Bhagawatapurana menceritakan pencerahan spiritual yang dialami Narada: Dalam kehidupannya yang dulu, Narada adalah gandarwa (sejenis malaikat) yang dikutuk agar lahir di planet bumi karena melanggar sesuatu. Maka ia kemudian lahir sebagai putera seorang pelayan yang khusus melayani pendeta suci (Brahmana). Para pendeta yang berkenan dengan pelayanan Narada dan ibunya, memberkahinya dengan mengizinkannya memakan sisa makanan mereka (prasadam) yang sebelumnya dipersembahkan kepada dewa mereka, yaitu Wisnu.

Perlahan-lahan Narada menerima berkah dan berkah lagi dari para pendeta tersebut, dan mendengarkan mereka memperbincangkan banyak topik mengenai spiritual. Lalu pada suatu hari, ibunya meninggal karena digigit ular, dan karena menganggap itu adalah perbuatan Dewa (Wisnu), ia memutuskan untuk pergi ke hutan demi mencari pencerahan agar memahami 'Kebenaran yang paling mutlak'.

Ketika di dalam hutan, Narada menemukan tempat yang tenang, dan setelah melepaskan dahaga dari sungai terdekat, ia duduk di bawah pohon dan bermeditasi (yoga), berkonsentrasi kepada wujud paramatma Wisnu di dalam hatinya, seperti yang pernah diajarkan oleh para pendeta yang pernah dilayaninya. Setelah beberapa lama, Narada melihat sebuah penampakan, dimana Narayana (Wisnu) muncul di depannya, tersenyum, dan berkata bahwa 'meskipun ia memiliki anugerah untuk melihat wujud tersebut pada saat itu juga, Narada tidak akan dapat melihat wujudnya (Wisnu) lagi sampai ia mati'. Narayana kemudian menjelaskan bahwa kesempatan yang diberikan agar Narada dapat melihat wujudnya disebabkan oleh keindahan dan rasa cintanya, dan akan menjadi sumber inspirasi dan membakar keinginannya yang terlelap untuk bersama sang dewa lagi. Setelah memberi tahu Narada dengan cara tersebut, Wisnu kemudian menghilang dari pandangannya. Narada bangun dari meditasinya dengan terharu sekaligus kecewa.

Selama sisa hidupnya Narada memusatkan rasa baktinya, bermeditasi, dan menyembah Wisnu. Setelah kematiannya, Wisnu menganugerahinya dengan wujud spiritual "Narada", yang kemudian dikenal banyak orang. Dalam beberapa susastra Hindu, Narada dianggap sebagai penjelmaan (awatara) dewa, dan berkuasa untuk melakukan tugas-tugas yang ajaib atas nama Wisnu.

Pewayangan Jawa

Wayang Narada bergaya Surakarta.

Pada masa penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara, tokoh Narada dalam kepercayaan Hindu juga diadaptasi ke dalam tradisi pewayangan sebagai media pengajaran agama. Dalam tradisi pewayangan yang berkembang di Jawa, dia diwujudkan sebagai sosok bertubuh cebol bulat, berwajah tua, dengan kepala menengadah ke atas. Dalam versi ini, Narada menduduki jabatan penting dalam kahyangan, yaitu sebagai penasihat dan "tangan kanan" Batara Guru, raja kahyangan versi Jawa.

Menurut naskah Paramayoga, Batara Narada adalah putra Sanghyang Caturkaneka. Ayahnya adalah sepupu Sanghyang Tunggal, ayah dari Batara Guru. Pada mulanya Narada berwujud tampan. Ia bertapa di tengah samudera sambil memegang pusaka pemberian ayahnya, bernama cupu Linggamanik. Hawa panas yang dipancarkan Narada sempat membuat kahyangan geger. Batara Guru mengirim putra-putranya untuk membangunkan Narada dari tapanya. Akan tetapi, tidak satu dewa pun yang mampu memenuhi perintah tersebut. Mereka terpaksa kembali dengan tangan hampa. Batara Guru memutuskan berangkat sendiri untuk menghentikan tapa Narada. Narada pun terbangun. Kemudian mereka terlibat dalam perdebatan seru. Batara Guru yang merasa kalah pandai akhirnya marah dan mengutuk Narada sehingga berubah wujud menjadi jelek. Sebaliknya, karena Narada telah dikutuk tanpa penyebab yang jelas, Batara Guru pun menderita cacad berlengan empat. Ia pun sadar bahwa Narada memang lebih pandai darinya. Maka, ia pun memohon maaf dan meminta Narada supaya sudi tinggal di kahyangan sebagai penasihatnya.

Dalam pentas pedalangan, tempat tinggal Batara Narada disebut dengan nama Kahyangan Sidiudal-udal atau Sidik pangudal udal.

Galeri

Referensi

  1. ^ Novetzke, Christian Lee (2003). "Divining an Author: The Idea of Authorship in an Indian Religious Tradition". History of Religions. 42 (3): 213–242. doi:10.1086/375037. JSTOR 10.1086/375037. S2CID 144687005.
  2. ^ James G. Lochtefeld (2002). The Illustrated Encyclopedia of Hinduism: N-Z. The Rosen Publishing Group. hlm. 461. ISBN 978-0-8239-3180-4.
  3. ^ Guy, Randor (31 July 2010). "Bhaktha Naradar 1942". The Hindu. Diarsipkan dari asli tanggal 20 August 2010. Diakses tanggal 9 October 2011.
  4. ^ "Srimad Bhagavatam 1.5.1". Bhaktivedanta VedaBase. Diarsipkan dari asli tanggal 29 Agustus 2022. Diakses tanggal 27 Januari 2023.

Pranala luar

Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya