APEC Indonesia 1994
APEC Indonesia 1994 adalah pertemuan tahunan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (bahasa Inggris: Asia-Pacific Economic Cooperation; APEC) yang diselenggarakan di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15–16 November 1994. Pertemuan ini merupakan pertemuan APEC keenam dalam sejarah dan pertama kali diadakan di Indonesia.[1] Pertemuan APEC di Bogor ini menghasilkan sebuah deklarasi yang disebut sebagai Bogor Goals (secara harfiah Tujuan Bogor, disebut pula Deklarasi Bogor) yang bertujuan untuk menurunkan bea cukai hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020.[2][3] Sebelumnya, pada 11-12 November 1994 digelar Pertemuan Tingkat Menteri Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) keenam yang diadakan di Jakarta. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Hartarto Sastrosoenarto, Menteri Koordinator Bidang Produksi dan Distribusi Republik Indonesia. Dalam pidatonya, Hartarto menggarisbawahi bahwa Pertemuan Tingkat Menteri APEC Keenam di Indonesia diarahkan untuk mempromosikan perdagangan dan investasi yang lebih besar.[4] Pertemuan Pemimpin Ekonomi (Economic Leaders' Meeting)PesertaPertemuan ini merupakan pertemuan pertama bagi Perdana Menteri Jepang Tomiichi Murayama sejak memangku jabatan pada 30 Mei 1994, serta pertama kalinya Chili, Meksiko dan Papua Nugini mengirimkan delegasinya dalam pertemuan ini sejak diakui sebagai anggota APEC pada November 1993 (Meksiko, PNG) dan 1994 (Chili).[5] Ini merupakan pertemuan APEC terakhir bagi Perdana Menteri Thailand Chuan Leekpai. HasilPada pertemuan APEC di Bogor dihasilkan sebuah kesepakatan yang disebut sebagai Bogor Goals.[8] Deklarasi tersebut, menyatakan bahwa:
Penyataan ini juga menunjukkan bahwa, bagaimanapun, langkah untuk memulai proyek tersebut akan mempertimbangkan tingkat perkembangan berbagai ekonomi APEC. Negara yang sudah pada tingkat industrialisasi (negara-negara maju) akan mencapai sasaran perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka (liberalisasi) selambat-lambatnya pada tahun 2010, dan wilayah yang tingkat ekonominya sedang berkembang (negara berkembang) selambat-lambatnya pada tahun 2020.[9] Deklarasi tersebut menetapkan bahwa proses pembebasan dimulai saat tanggal dideklarasikan bersama pada 15 September.[10] Perdana Menteri Australia, Paul Keating, sangat gembira, dan menggambarkan hasil dari pertemuan itu sebagai "kemenangan total untuk Asia-Pasifik dan untuk perdagangan dunia." Presiden Suharto dari Indonesia juga menganggapnya sukses. Ia merupakan salah satu pendukung paling teguh untuk menetapkan tanggal untuk pembentukan zona perdagangan bebas.[5] Namun, masalah tanggal sangat kontroversial, karena Tiongkok dan Malaysia menolak menetapkan tenggat waktu.[11] Referensi
Bacaan lebih lanjut
Pranala luar
|