Tenggelamnya RMS Titanic
Tenggelamnya RMS Titanic terjadi pada dini hari tanggal 15 April 1912 di Samudra Atlantik Utara, empat hari setelah pelayaran perdananya dari Southampton menuju New York City. Titanic merupakan kapal samudra terbesar yang beroperasi pada masa itu, yang mengangkut kurang lebih 2.224 penumpang ketika menabrak gunung es kira-kira pukul 23.40 (waktu kapal)[a] pada hari Minggu, 14 April 1912. Kapal tersebut tenggelam dua jam empat puluh menit kemudian pada pukul 02.20 waktu kapal (05:18 GMT) hari Senin, 15 April, mengakibatkan lebih dari 1.500 penumpang dan awak tewas, menjadikannya salah satu bencana maritim masa damai paling mematikan dalam sejarah. Titanic menerima enam peringatan bahaya es laut pada tanggal 14 April, tetapi sedang melaju dengan kecepatan 22 knot (41 km/h) ketika pengintai melihat keberadaan gunung es. Kapal tidak bisa berbelok dengan cukup cepat dan menabrak gunung es, yang melekukkan sisi kanan kapal dan melubangi enam dari enam belas kompartemennya. Titanic dirancang untuk tetap mengapung jika empat kompartemennya bocor, dan para awak segera menyadari bahwa kapal akan tenggelam. Mereka menggunakan suar mara bahaya dan pesan radio nirkabel untuk meminta bantuan selagi penumpang diungsikan ke sekoci. Sesuai dengan praktik keselamatan pada masa itu, sistem sekoci Titanic dirancang untuk mengangkut penumpang ke kapal penyelamat terdekat, bukan untuk menampung seluruh penumpang secara bersamaan. Oleh sebab itu, dikarenakan kapal tenggelam dengan cepat sementara datangnya bantuan masih beberapa jam lagi, tidak ada sarana penyelamatan yang aman bagi kebanyakan penumpang dan awak dengan jumlah sekoci yang tidak mencukupi. Persiapan dan pengelolaan evakuasi yang buruk menyebabkan banyak sekoci diluncurkan dalam keadaan setengah penuh. Titanic tenggelam bersama lebih dari seribu penumpang dan awak di dalamnya. Hampir semua orang yang melompat atau jatuh ke laut tenggelam atau tewas dalam hitungan menit akibat serangan jantung dan syok karena kedinginan. RMS Carpathia tiba kira-kira satu setengah jam setelah Titanic tenggelam dan menyelamatkan 710 penumpang dan awak pada pukul 09.15 tanggal 15 April, kurang lebih sembilan setengah jam setelah kapal menabrak gunung es. Musibah tersebut mengejutkan dunia dan menimbulkan kemarahan besar karena kurangnya sekoci, pengaturan keselamatan yang teledor, dan perlakuan tidak setara terhadap penumpang kelas tiga saat proses evakuasi. Penyelidikan lanjutan terhadap musibah ini menganjurkan perubahan besar pada peraturan maritim, yang berujung ditetapkannya Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) pada tahun 1914, yang masih mengatur mengenai keselamatan maritim sampai saat ini. Latar belakang![]() Ketika mulai beroperasi pada tanggal 2 April 1912, Titanic merupakan kapal kedua dari tiga[b] kapal samudra kelas Olympic, dan menjadi kapal termegah di dunia pada masa itu. Volume Titanic dan RMS Olympic satu setengah tonase bruto terdaftar lebih besar dari RMS Lusitania dan RMS Mauretania, kapal samudra milik Cunard Line pemegang rekor sebelumnya, dan kira-kira 30 meter lebih panjang dari kedua kapal tersebut.[2] Titanic mampu mengangkut 3.547 penumpang dengan cepat dan nyaman,[3] serta dibangun dalam skala yang belum pernah diperhitungkan sebelumnya. Motor bakar torak yang dimiliki Titanic merupakan mesin kapal terbesar yang pernah diciptakan, berukuran sepanjang 40 kaki (12 m) dengan diameter tabung 9 kaki (2,7 m), yang membutuhkan pembakaran 600 ton panjang (610 t) batu bara per hari.[3] Akomodasi penumpang, terkhusus bagian kelas satu, dikatakan "memiliki kelegaan dan kemegahan yang tidak tertandingi",[4] yang ditunjukkan melalui harga tiket yang ditawarkan oleh akomodasi kelas satu. Suite Parlour (suite termahal dan termewah di kapal tersebut) dilengkapi dengan geladak pejalan kaki pribadi bertarif lebih dari $4.350 (setara dengan $113.000 saat ini)[5] untuk satu kali perjalanan melintasi atlantik. Kelas tiga, kendati kurang mewah jika dibandingkan dengan kelas satu dan dua, masih teramat nyaman menurut standar kontemporer. Penumpang kelas tiga disuguhi makanan lezat dalam jumlah banyak dengan kondisi lebih baik daripada yang mereka alami di rumah sendiri.[4] Pelayaran perdana Titanic dimulai tepat tengah hari pada tanggal 10 April 1912, tatkala kapal tersebut berangkat dari Southampton menuju New York.[6] Sebuah kecelakaan nyaris terjadi beberapa menit setelah kapal tersebut berlayar, saat Titanic melewati SS City of New York milik American Line dan Oceanic milik White Star Line yang tengah berlabuh. Benaman raksasa Titanic mengakibatkan kedua kapal kecil tersebut terangkat oleh sapuan air dan kemudian jatuh ke lembah gelombang. Kabel tambat New York tidak sanggup menahan tegangan mendadak dan putus, sehingga buritan kapal tersebut berayun ke arah Titanic lebih dulu. Kapal tunda di dekatnya, Vulcan, berupaya menghela New York dan kapten Titanic memerintahkan agar mesin Titanic "dimundurkan penuh".[7] Kedua kapal terhindar dari tabrakan dengan beda jarak sekitar 4 kaki (1,2 m). Insiden ini, serta perhentian berikutnya untuk menurunkan beberapa awak yang tersesat dengan kapal tunda, menunda keberangkatan Titanic selama tiga perempat jam, sementara New York yang hanyut berhasil dikendalikan.[8] Beberapa jam kemudian, Titanic singgah di Pelabuhan Cherbourg di Prancis barat laut setelah menempuh perjalanan sejauh 80 mil laut (148 km; 92 mi). Di pelabuhan ini, Titanic menaikkan sejumlah penumpang.[9] Persinggahan berikutnya adalah Queenstown (sekarang Cobh) di Irlandia, tiba kira-kira tengah hari tanggal 11 April.[10] Titanic kemudian berangkat pada sore hari setelah menaikkan lebih banyak penumpang dan barang.[11] Pada saat Titanic berlayar ke arah barat menyusuri Atlantik, kapal ini mengangkut 892 awak dan 1.320 penumpang. Jumlah tersebut hanya setengah dari kapasitas penumpang penuhnya sebanyak 2.435 orang.[12] Hal demikian dikarenakan saat itu sedang musim sepi dan jadwal pelayaran dari Britania Raya terganggu oleh aksi pemogokan penambang batu bara.[13] Penumpang Titanic berasal dari beragam masyarakat era Edward, mulai dari kalangan miliarder seperti John Jacob Astor dan Benjamin Guggenheim,[14] hingga para emigran miskin dari negara Armenia, Irlandia, Italia, Swedia, Suriah, dan Rusia, yang mencari penghidupan baru di Amerika Serikat.[15] ![]() Titanic dinakhodai oleh Kapten Edward Smith yang berusia 62 tahun, kapten paling senior di White Star Line. Smith memiliki pengalaman berlayar selama empat dekade dan menjabat sebagai kapten RMS Olympic sebelum dipindahkan ke Titanic.[16] Sebagian besar awak yang bertugas bukanlah pelaut terlatih, melainkan teknisi, pemadam kebakaran atau juru api yang bertugas memelihara mesin, serta awak kabin dan staf dapur yang bertugas melayani penumpang. Terdapat enam petugas pengintai dan 39 kelasi terampil, atau hanya lima persen dari keseluruhan awak kapal.[12] Sebagian besar awak direkrut di Southampton, sehingga tidak punya cukup waktu untuk membiasakan diri dengan kapal.[17] Kebakaran telah terjadi di salah satu tempat penyimpanan batu bara Titanic kira-kira 10 hari sebelum kapal berangkat. Api terus menyala selama beberapa hari ketika kapal berlayar, dan akhirnya padam pada tanggal 14 April.[18][19] Kondisi cuaca membaik secara signifikan sepanjang hari. Angin kencang dan laut bergejolak pada pagi hari berubah menjadi cerah dan tenang pada malam hari karena rute kapal melewati wilayah bertekanan tinggi Arktik.[20] Kondisi es saat itu dipengaruhi oleh musim dingin ringan yang mengakibatkan sekumpulan besar gunung es bergeser ke arah barat lepas pantai Greenland.[21] 14 April 1912Peringatan gunung es![]() Pada tanggal 14 April 1912, operator radio Titanic menerima enam pesan dari kapal lain yang memperingatkan mengenai bahaya es hanyut. Keberadaan es ini mulai terlihat oleh para penumpang Titanic pada sore hari. Kondisi es terburuk di Atlantik Utara dalam 50 tahun terakhir umumnya terjadi pada bulan April. Pesan-pesan tersebut tidak kesemuanya diteruskan oleh operator radio kepada kapten kapal. Ketika itu, markonis di kapal samudra merupakan karyawan Marconi's Wireless Telegraph Company dan bukan awak tetap kapal. Tanggung jawab utama mereka adalah mengirimkan pesan kepada para penumpang, dan laporan cuaca dikesampingkan sebagai tanggung jawab tambahan.[22] Peringatan pertama diterima pada pukul 09.00 dari RMS Caronia, melaporkan keberadaan "gunung, bongkahan[c] dan ladang es".[23] Kapten Smith mengakui telah menerima pesan tersebut. Pada pukul 13.42, RMS Baltik meneruskan pesan dari kapal Yunani Athenia bahwa kapal tersebut telah "melewati gunung es dan ladang es berukuran besar".[23] Pesan tersebut juga diterima oleh Smith, yang lantas meneruskan laporan tersebut kepada J. Bruce Ismay, pimpinan White Star Line yang berada di Titanic dalam pelayaran perdananya.[23] Smith memerintahkan agar kapal menempuh rute baru yang lebih jauh ke selatan.[24] Pada pukul 13.45, kapal Jerman SS Amerika yang berlayar tidak jauh di selatan melaporkan telah "melewati dua gunung es besar".[25] Pesan tersebut tidak pernah sampai kepada Kapten Smith atau kelasi lainnya di anjungan Titanic. Tidak diketahui alasannya, bisa jadi terlupakan karena operator radio sibuk memperbaiki peralatan yang rusak.[25] SS Californian melaporkan adanya "tiga gunung es besar" pada pukul 19.30, dan kapal uap Mesaba melaporkan telah "melihat banyak bongkahan es yang berat dan sekumpulan gunung es besar. Juga ladang es" pada pukul 21.40.[26] Pesan tersebut juga tidak pernah keluar dari ruang radio Titanic. Operator radio Titanic, Jack Phillips, diduga gagal memahami betapa pentingnya pesan tersebut karena ia sibuk mengirimkan pesan untuk para penumpang melalui stasiun relai di Cape Race, Newfoundland. Perangkat radio mengalami kerusakan sehari sebelumnya, mengakibatkan menumpuknya pesan yang berupaya dikosongkan oleh operator radio.[25] Peringatan terakhir diterima pada pukul 22.30 dari operator Californian bernama Cyril Evans, yang berhenti tidak jauh dari ladang es pada malam itu, tetapi Phillips memotong pesannya dan menjawab: "Diam! Diam! Saya sedang berkomunikasi dengan Cape Race."[26] Meskipun para awak menyadari bahaya es di sekitar Titanic, mereka tidak mengurangi kecepatan kapal, melainkan terus melaju dengan kecepatan 22 knot (41 km/h; 25 mph), hanya kurang 2 knot (3,7 km/h; 2,3 mph) dari kecepatan maksimumnya.[25][d] Kecepatan tinggi yang ditempuh Titanic di lokasi es dilaporkan berada kelak dikritik sebagai tindakan sembrono, kendati hal tersebut merupakan praktik maritim standar pada saat itu. Menurut Opsir Kelima Harold Lowe, sudah menjadi kebiasaan untuk "terus melaju dan bergantung pada pengintaian di menara intai dan penglihatan di anjungan untuk menghindari es tepat waktu agar tidak menabraknya".[28] Kapal samudra Atlantik Utara mengutamakan ketepatan waktu, berpegang teguh pada jadwal demi menjamin kedatangan kapal tepat waktu sesuai dengan yang diiklankan. Kapal-kapal tersebut sering kali dipacu dengan kecepatan penuh, menganggap peringatan bahaya hanyalah anjuran, bukannya panggilan untuk bertindak. Secara umum dipercayai bahwa es hanya menimbulkan risiko kecil. Peringatan jarak dekat sangatlah jarang, dan tabrakan langsung tidak dianggap sebagai mara bahaya. Pada tahun 1907, kapal Jerman SS Kronprinz Wilhelm menabrak gunung es dan mengalami patah haluan, tetapi masih sanggup menyelesaikan pelayarannya. Pada tahun yang sama, calon nakhoda Titanic, Edward Smith, menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia tidak bisa "membayangkan kondisi apa pun yang akan mengakibatkan kapal tenggelam. Pembuatan kapal modern sudah mengatasi segalanya."[29] "Gunung es, tepat di depan!"Menjelang tabrakanMenjelang Titanic menabrak gunung es, sebagian besar penumpang sudah terlelap, dan komando anjungan telah beralih dari Opsir Kedua Charles Lightoller ke Opsir Pertama William Murdoch. Petugas pengintai Frederick Fleet dan Reginald Lee berada di menara intai setinggi 29 meter (95 ft) dari geladak atas. Suhu udara turun nyaris mendekati titik beku, dan lautan teramat tenang. Kolonel Archibald Gracie, salah seorang penyintas musibah ini, kelak mengungkapkan bahwa "laut seperti kaca, begitu halus sehingga bintang-bintang terpantul dengan jelas."[30] Kemudian diketahui bahwa kondisi air laut yang tenang sebagaimana saat itu adalah pertanda adanya hanyutan es di sekitarnya.[31] Meskipun udara cerah, tidak ada penampakan bulan. Dengan kondisi laut yang begitu tenang, sulit untuk mengamati posisi gunung es terdekat; seandainya laut lebih bergelora, niscaya ombak yang menghantam gunung es akan membuat keberadaannya lebih terlihat.[32] Akibat ketergesaan di Southampton, pengintai tidak memiliki teropong, meskipun teropong juga tidak begitu berguna dalam kegelapan total, yang hanya disinari cahaya bintang dan lampu kapal.[33] Petugas pengintai tetap mewaspadai bahaya es, karena Lightoller telah memerintahkan mereka dan awak lainnya agar "terus mengawasi es, terutama es kecil dan bongkahan es".[34] Pada pukul 23.30, Fleet dan Lee melihat sebersit kabut di cakrawala di hadapan mereka, tetapi tidak melakukan apa-apa. Beberapa pakar meyakini bahwa kabut tersebut sebenarnya adalah fatamorgana yang disebabkan oleh pertemuan antara air dingin dengan udara hangat selagi Titanic melewati Lorong Gunung Es, mirip dengan fatamorgana air di padang gurun. Fenomena tersebut menyebabkan cakrawala terlihat cembung, sehingga pengintai tidak bisa melihat apa pun di kejauhan.[35][36] Tabrakan![]() Jalur ditempuh oleh haluan Jalur ditempuh oleh buritan ![]() Sembilan menit kemudian, Fleet melihat gunung es di jalur Titanic pada pukul 23.39. Ia membunyikan bel di menara intai tiga kali dan menelepon anjungan untuk memberi tahu Opsir Keenam James Moody. Fleet bertanya, "Apakah ada orang di sana?" Moody menjawab, "Ya, apa yang kau lihat?" Fleet menjawab, "Gunung es, tepat di depan!".[37] Setelah berterima kasih kepada Fleet, Moody meneruskan pesan tersebut kepada Murdoch, yang memerintahkan Intendans Robert Hichens untuk mengubah arah kapal.[38] Murdoch diyakini memberikan perintah agar kapal "berbelok patah ke kanan", yang mengakibatkan kemudi kapal diputar penuh ke sisi kanan dalam upaya membelokkan kapal ke sisi kiri.[33] Pembalikan arah ini, jika dibandingkan dengan praktik pada kapal laut modern, biasa terjadi pada kapal laut Britania pada masa itu. Murdoch juga membunyikan sinyal "mesin mundur penuh" pada telegraf kapal.[24] Menurut keterangan Opsir Keempat Joseph Boxhall, Murdoch memberi tahu Kapten Smith bahwa ia berupaya "berbelok tajam ke kiri [gunung es]", membuktikan ia mencoba melakukan manuver "berbelok ke kiri" dengan mengayunkan haluan di sekitar gunung es, kemudian mengayunkan buritan agar kedua ujung kapal tidak menabrak gunung es. Perintah ini dilakukan terlambat, cara kerja kemudi bertenaga uap memerlukan waktu hingga 30 detik untuk memutar kemudi kapal,[24] dan tugas rumit untuk menyetel mesin ke posisi mundur juga tidak bisa langsung dilakukan.[39] Turbin tengah dan baling-baling tidak bisa diputar ke arah berlawanan, sehingga keduanya berhenti ketika kapal dimundurkan. Hal ini mengurangi keefektifan kemudi, dengan demikian memperlambat pula kemampuan berbelok kapal. Seandainya Murdoch membelokkan kapal sembari mempertahankan kecepatan majunya, Titanic mungkin bisa menghindari gunung es dengan jarak beberapa meter.[40] Terdapat bukti bahwa Murdoch hanya memberi isyarat agar kapal berhenti, bukannya dimundurkan. Kepala Juru Api Frederick Barrett bersaksi bahwa lampu berhenti sempat menyala, tetapi perintah tersebut belum terlaksana menjelang tabrakan.[41] Haluan Titanic berhasil berbelok tepat pada waktunya untuk menghindari tabrakan langsung, tetapi perubahan arah mendadak menyebabkan kapal menabrak gunung es dengan hantaman sekilas. Kendati demikian, sebuah taji es di bawah air menggarit sisi kanan kapal selama kira-kira tujuh detik, bongkahan es yang rontok dari bagian atas gunung es jatuh ke geladak depan.[42] Kira-kira lima menit setelah tabrakan, seluruh mesin Titanic dimatikan, dengan haluan menghadap ke utara dan kapal perlahan hanyut terbawa Arus Labrador ke selatan.[43] Dampak tabrakan![]() Sekian lama, tabrakan dengan gunung es diduga sebagai penyebab munculnya robekan besar di lambung Titanic. Panjang robekan ini "kurang lebih 300 kaki (91 m), 10 kaki (3 m) di atas permukaan lunas", sebagaimana diutarakan oleh seorang penulis.[44] Di kala Britania Raya menyelidiki penyebab kecelakaan, Edward Wilding (kepala arsitek galangan Harland and Wolff) menghitung volume air yang membanjiri kompartemen empat puluh menit setelah tabrakan. Menurut perhitungannya, area lambung robek kira-kira sepanjang 12 square feet (1,1 m2)".[45] Wilding juga mengungkapkan, "Saya yakin robekan tersebut pasti terjadi di beberapa tempat, bukan robekan yang saling bersambungan", tetapi dengan memperhitungkan banjir di beberapa kompartemen, robekan lain pastilah meluas ke sekeliling lambung kapal.[45] Temuan lain membuktikan bahwa robekan meluas sepanjang 90 meter, dan kebanyakan pakar menyepakati pernyataan ini. Peninjauan ultrasonografi modern terhadap bangkai kapal menemukan bahwa kerusakan yang terjadi pada lambung kapal selaras dengan pernyataan Wilding, memiliki enam robekan sempit kira-kira sepanjang 12 hingga 13 square feet (1,1 hingga 1,2 m2). Menurut perhitungan Paul K. Matthias, kerusakan lambung kapal berupa "serangkaian deformasi di sisi kanan yang berawal dan berujung di sepanjang lambung ... kira-kira 10 kaki (3 m) dari dasar kapal".[46] Ukuran robekan, yang terpanjang berukuran kira-kira 39 kaki (12 m), diperkirakan mengikuti garis pelat lambung. Hal ini menunjukkan bahwa paku keling besi di sepanjang lapisan pelat yang terlepas atau tercabut akibat tabrakan telah menciptakan celah sempit pada lambung tempat air masuk membanjiri kapal. Wilding mengutarakan teorinya ini dalam penyelidikan British Wreck Commissioner selepas musibah tersebut, tetapi pandangannya ini diabaikan.[46] Penemu bangkai Titanic, Robert Ballard, berpendapat bahwa dugaan kapal mengalami kerusakan parah hanyalah "produk mistik Titanic". Sebaliknya, tidak seorang pun percaya bahwa kapal raksasa tersebut tenggelam akibat robekan kecil di lambungnya.[47] Kebocoran di lambung kapal diduga menjadi faktor penyebabnya. Potongan pelat lambung Titanic yang kelak ditemukan tampaknya hancur akibat benturan dengan gunung es tanpa mengalami lekukan.[48] Pelat di bagian tengah lambung Titanic (kira-kira 60 persen dari keseluruhan lambung) dipasang menyatu dengan menggunakan tiga baris paku keling baja ringan, tetapi pelat di haluan dan buritan disatukan dengan dua baris paku keling besi tempa yang diduga hampir mendekati batas tegangan menjelang kapal menabrak gunung es.[49][50] Paku keling besi memiliki inklusi terak yang tinggi, menjadikannya lebih rapuh daripada paku keling baja dan lebih rentan patah saat berada di bawah tekanan, terutama ketika cuaca sangat dingin.[51][52] Tom McCluskie, seorang pensiunan pengarsip Harland & Wolff, mengungkapkan bahwa RMS Olympic, kapal saudari Titanic, dipaku dengan menggunakan besi yang sama dan beroperasi tanpa insiden selama hampir 25 tahun, selamat dari beberapa tabrakan besar, termasuk ketika ditabrak oleh sebuah kapal penjelajah Britania.[53] Di kala Olympic menabrak dan menenggelamkan U-boot SM U-103 dengan haluannya, stemnya terpelintir dan pelat lambung di sisi kanan kapal tertekuk tanpa merusak kebersatuan lambung.[53][54] Di permukaan, hanya timbul sedikit bukti tabrakan. Para awak kabin di ruang makan kelas satu merasakan getaran, yang mereka pikir disebabkan oleh baling-baling kapal yang terlepas. Banyak penumpang merasakan benturan atau getaran, "seolah-olah kita berjalan melewati kira-kira seribu kelereng",[55] tutur salah seorang penyintas, tetapi mereka tidak mengetahui persis apa yang telah terjadi.[56] Orang-orang yang berada di geladak terendah, lokasi terdekat dengan pusat tabrakan, lebih merasakan getarannya. Juru minyak Walter Hurst mengenang ia "terbangun oleh benturan keras di sepanjang sisi kanan kapal. Tidak ada kekhawatiran tetapi kami tahu kapal telah menabrak sesuatu."[57] Juru api George Kemish mendengar "gedebuk keras dan suara robekan" dari lambung kanan.[58] ![]() Kapal mulai kebanjiran dengan cepat. Kecepatan air yang masuk diperkirakan 7 ton panjang (7,1 t) per detik, lima belas kali lebih cepat daripada air yang sanggup dipompa keluar.[59] Teknisi J. H. Hesketh dan kepala juru api Frederick Barrett terkena semburan air es di ruang ketel No. 6 dan berhasil lolos tepat sebelum pintu kedap air ruangan ditutup.[60] Situasi demikian teramat berbahaya bagi staf mesin. Ketel masih dipenuhi uap panas bertekanan tinggi dan berisiko besar ketel tersebut akan meledak jika bersentuhan dengan air laut dingin yang membanjiri ruang ketel. Para stoker dan juru api diperintahkan untuk mengurangi pembakaran dan memadamkan ketel, yang menghantarkan uap dalam jumlah besar melalui pipa ventilasi ke cerobong kapal. Ruang ketel digenangi air es setinggi pinggang saat para awak bekerja.[61] Geladak bawah Titanic dibagi menjadi enam belas kompartemen. Setiap kompartemen dipisahkan oleh sekat kedap air yang membentang selebar kapal, keseluruhannya berjumlah lima belas sekat. Tiap-tiap sekat memanjang ke bagian bawah Dek E selebar satu dek, atau sekitar 11 kaki (3,4 m) di atas garis air. Dua sekat yang paling dekat dengan haluan dan enam sekat paling dekat dengan buritan letaknya satu geladak lebih tinggi.[62] Masing-masing sekat ditutup dengan pintu kedap air. Ruang mesin dan ruang ketel yang berada di geladak di atas tangki memiliki pintu penutup vertikal yang dapat dikontrol jarak jauh dari anjungan. Pintu ini bisa diturunkan secara otomatis jika digenangi air, atau ditutup secara manual oleh awak. Tindakan menutup pintu ini memerlukan waktu sekitar 30 detik. Bel peringatan dan rute pelarian alternatif tersedia agar awak tidak terperangkap di pintu. Di atas ruang tangki, di Geladak Orlop, Dek F, dan Dek E, pintu ditutup secara horizontal dan dioperasikan secara manual. Pintu bisa ditutup sendiri atau pun dari dek di atas.[62] Kendati sekat kedap air berada jauh di atas garis air, sekat ini tidak tertutup sampai bagian atas. Sekiranya terlalu banyak kompartemen yang kebanjiran, haluan kapal akan tenggelam lebih dalam, dan air akan meluap dari satu kompartemen ke kompartemen di sebelahnya secara berurutan, serupa dengan air yang tumpah di atas baki es batu. Hal demikian terjadi pada Titanic, yang mengalami kerusakan pada tangki bagian depan, tiga palka depan, ruang ketel No. 6, dan sebagian kecil ruang ketel No. 5 – total enam kompartemen yang digenangi air. Titanic dirancang untuk mengapung jika hanya dua kompartemen digenangi air, tetapi bisa tetap mengapung jika tiga atau bahkan empat kompartemen mengalami kebocoran. Namun, jika lima atau lebih kompartemen bocor, bagian atas sekat yang tidak tertutup akan dimasuki air dan kapal akan terus-menerus kebanjiran.[62][63] ![]() Kapten Smith merasakan tabrakan di kabinnya dan bergegas menuju anjungan. Setelah diberitahu mengenai situasi tersebut, ia memanggil Thomas Andrews, perancang Titanic, yang merupakan salah seorang rekayasawan Harland and Wolff yang ikut serta mengamati pelayaran perdana Titanic.[64] Kapal miring lima derajat ke arah kanan dan dua derajat ke arah depan beberapa menit setelah tabrakan.[65] Smith dan Andrews menuju ke geladak bawah dan menemukan bahwa ruang kargo depan, ruang surat, dan lapangan skuas telah kebanjiran, sedangkan ruang ketel No. 6 sudah tergenang air sedalam 14 kaki (4,3 m). Air meluap ke ruang ketel No. 5,[65] dan para awak di sana berupaya memompa air keluar.[66] Dalam waktu 45 menit setelah tabrakan, setidaknya 13.500 ton panjang (13.700 t) air telah membanjiri kapal. Hal demikian terlalu berat untuk ditangani oleh pompa balas dan lambung. Total kapasitas pemompaan dari keseluruhan pompa hanya 1.700 ton panjang (1.700 t) per jam.[67] Andrews memberi tahu nakhoda bahwa lima kompartemen telah kebanjiran, dan dengan demikian Titanic akan tenggelam. Andrews secara akurat memperkirakan bahwa kapal bisa tetap mengapung tidak lebih dari dua jam.[68] Dari mulai tabrakan sampai tenggelam, setidaknya 35.000 ton panjang (36.000 t) air membanjiri Titanic, mengakibatkan daya benamnya naik hampir dua kali lipat dari 48.300 ton panjang (49.100 t) menjadi lebih dari 83.000 ton panjang (84.000 t).[69] Pembanjiran tidak berlangsung dengan kecepatan konstan, dan tidak pula disebarkan secara merata ke seluruh area kapal, dikarenakan konfigurasi kompartemen yang kebanjiran. Mula-mula, kemiringan ke arah kanan disebabkan oleh banjir asimetris di sisi kanan saat air meluap ke lorong di bagian bawah kapal.[70] Ketika lorong tersebut dipenuhi air, kemiringannya berubah dengan sendirinya, dan kemudian kapal mulai miring 10 derajat ke arah kiri karena sisi tersebut juga banjir.[71] Sudut hunjam Titanic berubah cukup cepat dari nol derajat menjadi kira-kira empat setengah derajat dalam waktu satu jam setelah tabrakan, tetapi laju penghunjaman kapal melambat pada jam kedua, hanya naik kira-kira satu derajat.[72] Situasi demikian memunculkan harapan palsu pada orang-orang yang berada di kapal bahwa Titanic sanggup mengapung cukup lama sebelum diselamatkan. Pada pukul 01.30, laju tenggelam bagian depan meningkat hingga mencapai sudut hunjam sepuluh derajat.[71] Kira-kira pukul 02.15, laju tenggelam Titanic naik dengan cepat di kala air mulai membanjiri bagian kapal yang belum terendam melalui palka geladak, dan akhirnya menghilang dari pandangan pada pukul 02.20.[73] 15 April 1912Bersiap meninggalkan kapal![]() Pukul 00.05 tanggal 15 April, Kapten Smith memerintahkan agar sekoci kapal disingkap dan para penumpang dikumpulkan. Ketika itu, banyak penumpang yang sudah terbangun, menyadari bahwa mesin dan getaran yang menyertainya tiba-tiba berhenti.[63] Smith juga memerintahkan agar operator radio mulai mengirimkan sinyal darurat. Operator radio salah menentukan lokasi kapal di sisi barat sabuk es dan mengarahkan kapal penyelamat ke lokasi yang tidak akurat sejauh kira-kira 135 mil laut (155 mi; 250 km).[22][74] Di geladak bawah, air mulai meluap ke lantai terbawah kapal. Ketika ruang surat kebanjiran, para penyortir surat berjibaku menyelamatkan 400.000 pucuk surat yang diangkut oleh Titanic. Di tempat lain, terdengar bunyi udara menyesak dipaksa keluar oleh air yang masuk.[75] Di geladak atas, awak kabin bergegas dari pintu ke pintu, membangunkan para penumpang dan awak yang tertidur karena Titanic tidak memiliki sistem alamat massal, lalu menyuruh mereka untuk bertolak ke geladak sekoci.[76] Kesaksamaan dalam mengumpulkan penumpang ditentukan oleh kelas. Awak kabin kelas satu hanya bertanggung jawab atas beberapa kabin, sementara awak kabin yang bertanggung jawab atas penumpang kelas dua dan tiga harus mengurusi banyak penumpang. Awak kabin kelas satu memberikan bantuan langsung, membantu para penumpang berpakaian dan menuntun mereka ke geladak. Dengan begitu banyaknya penumpang yang harus diurus, awak kabin kelas dua dan tiga biasanya hanya membukakan pintu dan memberi tahu para penumpang agar mengenakan baju pelampung lalu naik ke lantai atas. Di kelas tiga, sebagian besar penumpang dibiarkan berjuang sendiri setelah diberi tahu untuk naik ke geladak.[77] Kebanyakan penumpang dan awak enggan menuruti perintah ini. Mereka menolak untuk memercayai bahwa ada masalah pada kapal atau lebih memilih berada di dalam kapal yang hangat daripada udara malam yang sangat dingin di luar. Penumpang tidak diberi tahu bahwa kapal akan tenggelam, meskipun beberapa penumpang menyadari bahwa kapal telah oleng.[76] Kira-kira pukul 00.15, awak kabin mulai memerintahkan penumpang untuk mengenakan baju pelampung,[78] meskipun masih banyak penumpang yang menganggap perintah tersebut sebagai lelucon.[76] Beberapa penumpang mulai bermain sepak bola dadakan dengan bongkahan es yang berserakan di geladak depan.[79] Di geladak sekoci, para awak mulai menyiapkan sekoci penyelamat. Sulit untuk mendengar apa pun di sana karena bisingnya suara uap bertekanan tinggi yang dihasilkan oleh ketel uap dan keluar melalui katup pada cerobong kapal. Seorang penyintas bernama Lawrence Beesley mengibaratkan suara tersebut dengan "ledakan keras dan memekakkan telinga yang membuat kami sulit bercakap-cakap, bayangkan 20 lokomotif menyemburkan uap dengan nada rendah, seperti itulah suara yang kami dengar saat kami naik ke geladak atas."[80] Suara tersebut teramat bising sehingga para awak harus menggunakan isyarat tangan untuk berkomunikasi.[81] Titanic memiliki 20 sekoci, 16 di antaranya adalah sekoci kayu yang dikerek pada dewi-dewi, delapan sekoci pada masing-masing sisi kapal, dan empat sekoci lipat beralaskan kayu dan berdinding kanvas.[76] Sekoci lipat disimpan terbalik dengan kedua sisinya dilipat, sekoci ini harus ditelentangkan dan dipindahkan ke pengerek agar bisa diturunkan ke laut.[82] Dua sekoci lipat disimpan di bawah sekoci kayu dan dua lainnya diikat di atas barak kelasi.[83] Letak yang terakhir menyulitkan sekoci tersebut untuk diluncurkan, karena beratnya puluhan kilo dan harus diangkut ke geladak.[84] Rata-rata sekoci sanggup menampung hingga 68 orang, dan secara keseluruhan mampu mengangkut 1.178 orang, hampir setengah dari penghuni Titanic dan sepertiga dari jumlah yang diizinkan untuk diangkut oleh kapal tersebut. Kurangnya jumlah sekoci bukan disebabkan oleh ketidaktersediaan ruang maupun biaya. Titanic dirancang untuk memuat maksimal 68 sekoci, yang cukup untuk mengangkut seluruh awak dan penumpang di dalamnya. Biaya yang dibutuhkan untuk menambah 32 sekoci pun hanya sekitar US$16,000 ($415.000 tahun 2025),[5] kurang lebih hanya 1% dari $7,5 juta biaya yang dihabiskan perusahaan untuk membuat Titanic.[85] Dalam keadaan darurat, sekoci pada masa itu hanya digunakan untuk memindahkan penumpang dari kapal yang kecelakaan menuju kapal penyelamat terdekat.[86][e] Oleh karena itu, sudah jadi hal lumrah bilamana kapal memiliki sekoci yang jauh lebih sedikit daripada jumlah sekoci yang dibutuhkan untuk menampung keseluruhan penumpang dan awak, dan dari 39 kapal Britania berbobot lebih dari 10.000 ton panjang (10.000 t) pada masa itu, 33 di antaranya memiliki kapasitas sekoci yang lebih sedikit daripada jumlah penumpang.[88] White Star Line menginginkan kapal memiliki geladak pejalan kaki yang luas dengan pemandangan laut tak terhalang, dan keberadaan deretan sekoci akan menghalangi pemandangan tersebut.[89] Kapten Smith adalah pelaut berpengalaman yang telah mengabdi selama 40 tahun di lautan, termasuk 27 tahun sebagai nakhoda. Peristiwa tersebut menjadi krisis pertama dalam kariernya, dan ia pun menyadari bahkan jika semua sekoci terisi penuh, lebih dari seribu orang akan terperangkap di kapal saat Titanic tenggelam, dengan sedikit atau tidak ada peluang untuk selamat.[63] Beberapa sumber kelak mengungkapkan bahwa setelah memahami apa yang akan terjadi, Kapten Smith didera ketakutan, mengalami gangguan mental atau kegugupan, dan menjadi linglung. Hal demikian membuatnya tidak bisa mencari solusi untuk meminimalisir korban jiwa.[90][91] Namun, sejumlah penyintas mengungkapkan bahwa Smith berperan aktif dan bersikap dingin serta tenang pada saat-saat kritis. Setelah kapal menabrak gunung es, Smith lekas memulai penyelidikan mengenai kondisi dan tingkat kerusakan, menginspeksi sendiri geladak bawah untuk memantau kerusakan, dan memerintahkan petugas nirkabel untuk meminta bantuan. Ia bertindak cepat dengan memerintahkan para awak agar mulai mempersiapkan pemuatan sekoci, dan membantu penumpang memakai baju pelampung sebelum ia diberitahu oleh Andrews bahwa kapal akan tenggelam. Smith terlihat di dekat geladak, sendirian mengawasi dan membantu memuat sekoci, bercakap-cakap dengan penumpang, dan berupaya meyakinkan pentingnya mengikuti perintah evakuasi sembari menghindari kepanikan.[92] Opsir Keempat Boxhall diberitahu oleh Smith pada pukul 00.25 bahwa kapal akan tenggelam,[93] sedangkan Intendans George Rowe tidak menyadari kalau keadaan sedang darurat sampai proses evakuasi dimulai. Ia menelepon anjungan dari menara pengintai, bertanya kenapa ia baru saja melihat sebuah sekoci lewat.[94] Para awak kapal tidak siap menghadapi keadaan darurat karena minimnya pelatihan sekoci. Tercatat hanya satu pelatihan sekoci yang dilaksanakan, yakni saat kapal berlabuh di Southampton. Pelatihan tersebut hanya berjalan sekilas, tatkala dua sekoci diturunkan, masing-masing diawaki oleh seorang kelasi dan empat awak yang mendayung mengitari dermaga selama beberapa menit, kemudian kembali ke kapal. Sekoci seyogianya dilengkapi dengan perbekalan darurat, tetapi penumpang Titanic menemukan hanya sedikit perbekalan yang tersedia di sekoci, meskipun ada upaya dari tukang roti kapal bernama Charles Joughin dan stafnya untuk memasok perbekalan ke sekoci.[95] Tidak ada pelatihan sekoci atau pelatihan damkar yang diselenggarakan sejak Titanic meninggalkan Southampton.[95] Pelatihan sekoci dijadwalkan pada hari Minggu pagi menjelang kapal tenggelam, tetapi dibatalkan oleh Kapten Smith karena alasan yang tidak diketahui.[96] Daftar penugasan awak untuk menangani sekoci telah ditempel di kapal, tetapi hanya sedikit awak yang membacanya atau mengetahui apa yang mesti dilakukan. Sebagian besar awak kapal bukanlah pelaut, beberapa di antaranya bahkan sama sekali belum pernah mendayung perahu. Para awak harus menghadapi tugas rumit dalam mengatur penurunan 20 sekoci untuk mengangkut 1.100 orang.[84] Menurut sejarawan bencana, Thomas E. Bonsall, evakuasi diatur dengan sangat buruk, "seumpamanya mereka memiliki jumlah sekoci yang cukup, mereka masih akan kesulitan meluncurkannya, mengingat keterbatasan waktu dan buruknya kepemimpinan." Hal demikian benar adanya, karena tidak semua sekoci di Titanic berhasil diluncurkan sebelum kapal tenggelam.[97] Kira-kira pukul 00.20, 40 menit setelah tabrakan, sekoci mulai disiagakan. Opsir Kedua Lightoller mengenang bahwa ia harus menangkupkan kedua tangannya di telinga Smith untuk berkomunikasi di tengah kebisingan. Lightoller mengungkapkan: "Saya berteriak sekuat tenaga, 'bukankah sebaiknya kita menaikkan wanita dan anak-anak ke dalam sekoci Pak?' Dia mendengar dan mengangguk menjawab."[98] Smith lantas memerintahkan agar Lightoller dan Murdoch "menaikkan wanita dan anak-anak".[99] Lightoller menangani sekoci di sisi kiri dan Murdoch di sisi kanan. Keduanya menafsirkan perintah evakuasi "wanita dan anak-anak" secara berbeda. Murdoch mengartikannya sebagai "wanita dan anak-anak lebih dulu", sedangkan Lightoller mengartikannya "wanita dan anak-anak saja". Lightoller menurunkan sekoci dengan banyak tempat kosong jika tidak ada lagi wanita dan anak-anak yang akan naik, sedangkan Murdoch mengizinkan segelintir pria untuk naik jika seluruh wanita dan anak-anak di dekatnya sudah naik.[83] Tidak ada awak yang mengetahui berapa banyak orang yang sanggup diangkut dengan aman di sekoci saat diturunkan, dan mereka tidak mau mengambil risiko dengan mengisi penuh sekoci. Sekoci sebenarnya bisa diturunkan cukup aman dengan berisi 68 orang, terutama dengan kondisi cuaca dan laut yang sangat bagus.[83] Sekiranya hal ini dilakukan, 500 orang lagi bisa diselamatkan. Sebaliknya, ratusan orang, kebanyakan pria, ditinggalkan di kapal saat sekoci diluncurkan dalam keadaan setengah penuh.[81][97] Pada awalnya, hanya sedikit penumpang yang bersedia naik ke sekoci dan petugas evakuasi kesulitan untuk membujuk penumpang lainnya. Miliarder John Jacob Astor menyatakan: "Kami lebih aman di sini daripada di perahu kecil itu."[100] Sejumlah penumpang dengan tegas menolak untuk menaiki sekoci. J. Bruce Ismay yang menyadari betapa daruratnya situasi pada saat itu, menjelajahi geladak bagian kanan, mendesak para penumpang dan awak agar naik ke sekoci. Segelintir wanita, pasangan, dan pria lajang dibujuk untuk naik ke sekoci No. 7, menjadi sekoci pertama yang diturunkan.[100] Keberangkatan sekoci![]() Pada pukul 00.45, sekoci No. 7 didayung menjauh dari Titanic dengan muatan 28 penumpang, meskipun kapasitasnya 65 orang. Sekoci No. 6 di sisi kiri kapal lantas diturunkan pada pukul 00.55. Sekoci tersebut juga memuat 28 orang, di antaranya adalah Margaret "Molly" Brown "yang tidak dapat tenggelam". Lightoller menyadari hanya ada seorang kelasi di sekoci tersebut (Intendans Robert Hichens) dan memanggil sukarelawan. Mayor Arthur Godfrey Peuchen dari Royal Canadian Yacht Club mengajukan diri dan naik ke sekoci, ia adalah satu-satunya penumpang pria dewasa yang diizinkan Lightoller untuk menaiki sekoci saat proses evakuasi di sisi kiri kapal.[101] Peran Peuchen ini memperlihatkan masalah utama saat proses evakuasi: nyaris tidak ada kelasi yang mengawaki sekoci. Sejumlah awak dikirim ke geladak bawah untuk membuka pintu guna mengevakuasi lebih banyak penumpang, tetapi para awak ini tidak pernah kembali. Menurut dugaan, mereka terjebak dan tenggelam akibat air yang membanjiri geladak bawah.[102] ![]() Sementara itu, awak kapal lainnya berjuang mempertahankan layanan vital karena air terus mengalir ke geladak bawah kapal. Para teknisi dan juru api berupaya mengeluarkan uap dari ketel untuk mencegahnya meledak saat bersentuhan dengan air dingin. Mereka membuka kembali pintu kedap air untuk memasang pompa portabel tambahan di kompartemen depan guna mengurangi luapan air, meskipun usaha ini sia-sia. Para awak juga mengupayakan generator listrik tetap menyala agar penerangan dan daya di seluruh kapal tetap hidup. Awak kabin Frederick Dent Ray nyaris tersapu air sewaktu dinding kayu yang memisahkan baraknya dengan kabin kelas tiga di dek E runtuh, memerangkapnya di air setinggi pinggang.[103] Dua orang teknisi, Herbert Harvey dan Jonathan Shepherd (yang kaki kirinya patah setelah jatuh ke dalam ceruk beberapa menit sebelumnya), tewas pada pukul 00.45 di ruang ketel No. 5 ketika pintu bunker yang memisahkan ruang ketel No. 5 dan No. 6 ambruk dan tersapu oleh "gelombang busa hijau", sebagaimana diutarakan oleh juru api Frederick Barrett, yang juga hampir terperangkap di ruang ketel tersebut.[104] Menurut pengakuan seorang penyintas bernama Trimmer George Cavell, air mulai meluap dari pelat lantai logam di bawah ruang ketel No. 4 pada pukul 01.20, menandakan bahwa dasar kapal juga telah bocor akibat menabrak gunung es. Luapan air juga membanjiri ruang pompa, yang memaksa juru api dan juru batu bara untuk mengevakuasi ruang ketel.[105] Di buritan, Kepala Teknisi Bell dan rekan-rekannya serta sejumlah juru api dan juru minyak tetap tinggal di ruang ketel No. 1, 2, 3 serta di ruang motor bakar torak dan turbin yang belum kebanjiran. Mereka terus menyalakan ketel dan generator listrik agar lampu dan pompa kapal bisa terus beroperasi, dengan demikian radio bisa tetap menyala dan sinyal mara bahaya dapat dikirim.[47] Beberapa sumber mengungkapkan bahwa para awak tersebut tetap bertahan di tempatnya, memastikan listrik Titanic tetap menyala sampai menit-menit terakhir menjelang tenggelam. Menurut juru api Frederick Scott, kira-kira pukul 02.05, ketika jelas bahwa usaha untuk mempertahankan kapal sia-sia saja dan banjir di kompartemen depan terlalu parah untuk diatasi oleh pompa, ia bersama sejumlah teknisi dan awak lainnya naik ke geladak terbuka Titanic, tetapi saat itu semua sekoci telah berangkat. Scott bersaksi melihat 8 dari 35 orang teknisi kapal berkumpul di ujung belakang geladak di sisi kanan.[106] Tidak ada teknisi dan juru listrik Titanic yang selamat.[107] Begitu pula dengan 5 petugas pos di Titanic, yang terlihat terakhir kali sedang berjibaku menyelamatkan kantong surat yang mereka angkut dari ruang surat yang kebanjiran. Mereka semua terperangkap oleh air yang membanjiri dek D.[108] Sebagian besar penumpang kelas tiga juga berjuang menerobos air yang membanjiri kabin penumpang di dek E, F, dan G. Carl Jansson, salah seorang dari sedikit penyintas kelas tiga, mengutarakan:
Sekoci diturunkan setiap beberapa menit sekali di masing-masing sisi kapal, tetapi sebagian besar sekoci tidak terisi penuh. Sekoci No. 5 berangkat dengan 41 penumpang, No. 3 berangkat dengan 32 penumpang, No. 8 berangkat dengan 39 penumpang,[110] dan No. 1 hanya berisikan 12 penumpang dari kapasitas 40 orang.[110] Evakuasi tidak berjalan lancar dan lambat. Banyak penumpang mengalami kecelakaan atau cedera saat proses evakuasi. Seorang wanita jatuh saat hendak menaiki sekoci No. 10, tetapi seseorang menangkap pergelangan kakinya dan menariknya kembali ke geladak pejalan kaki.[111] Penumpang kelas satu Annie Stengel mengalami patah tulang rusuk ketika seorang dokter Jerman-Amerika dan adik laki-lakinya melompat ke sekoci No. 5, yang menindih dan membuatnya pingsan.[112][113] Proses penurunan sekoci juga berisiko. Sekoci No. 6 hampir kebanjiran saat diturunkan akibat air yang meluap dari sisi kapal, tetapi akhirnya berhasil menjauh dari kapal.[110][114] Penumpang di sekoci No. 3 nyaris jatuh ke laut ketika salah satu pengerek macet sesaat.[115] Pada pukul 01.20, keseriusan situasi mulai terlihat di geladak atas tatkala para penumpang mulai saling mengucapkan selamat tinggal dan para suami mengawal istri dan anak-anak mereka ke sekoci. Suar mara bahaya ditembakkan setiap beberapa menit sekali untuk menarik perhatian kapal terdekat, dan operator radio berulang kali mengirimkan sinyal mara bahaya CQD. Operator radio Harold Bride menyarankan agar rekannya, Jack Phillips, menggunakan sinyal SOS, karena "mungkin ini adalah kesempatan terakhirmu untuk mengirimkannya". Bertentangan dengan ucapan Bride, SOS bukanlah sinyal baru, melainkan telah digunakan berkali-kali sebelumnya.[116] Kedua operator radio tersebut menghubungi kapal lain untuk meminta bantuan. Beberapa kapal menanggapi, yang terdekat adalah RMS Carpathia, berjarak 58 mil (93 km) dari Titanic.[117] Kecepatan Carpathia jauh lebih lambat daripada Titanic, bahkan jika dikemudikan dengan kecepatan maksimum 17 kn (20 mph; 31 km/h), kapal ini membutuhkan waktu empat jam untuk mencapai Titanic.[118] Kapal lainnya yang menanggapi adalah SS Mount Temple, tetapi perjalanannya terhalang oleh bongkahan es saat hendak berlayar menuju Titanic.[119] Sebenarnya, kapal terdekat dari Titanic adalah SS Californian, yang telah memperingatkan Titanic mengenai bahaya es beberapa jam sebelumnya. Kapten Californian, Stanley Lord, khawatir bahwa kapalnya akan terjebak di ladang es hanyut dan memutuskan untuk berhenti kira-kira pukul 22.00 sembari menunggu datangnya siang untuk menemukan jalan melewati ladang es.[120] Pada pukul 23.30, sepuluh menit sebelum Titanic menabrak gunung es, operator radio Californian bernama Cyril Evans mematikan perangkatnya pada malam itu dan tidur.[121] Di anjungan, Opsir Ketiga Charles Groves melihat sisi kanan sebuah kapal besar kira-kira berjarak 10 hingga 12 mi (16 hingga 19 km) dari Californian, yang mendadak berbelok ke kiri dan berhenti. Seandainya operator radio Californian tetap di tempatnya lima belas menit lebih lama, ratusan nyawa lagi mungkin bisa diselamatkan.[122] Satu jam kemudian, Opsir Kedua Herbert Stone melihat lima roket putih meledak di atas kapal yang berhenti. Stone tidak memahami makna dari roket tersebut, ia lantas memanggil Kapten Lord yang sedang beristirahat di ruang peta dan melaporkan penampakan tersebut.[123] Lord tidak melakukan tindakan apa pun terkait laporan tersebut, meskipun Stone bersikeras bahwa "Sebuah kapal tidak akan menembakkan roket di laut dengan sia-sia," ujarnya kepada salah seorang rekannya.[124] ![]() Pada saat itu, para penumpang dan awak yang berada di Titanic sudah menyadari bahwa kapal benar-benar akan tenggelam dan sekoci tidak cukup untuk mengangkut semua orang. Ada yang masih berpegang teguh pada harapan bahwa hal terburuk tidak akan terjadi. Eloise Hughes Smith memohon apakah Lucian, suami yang baru dinikahinya dua bulan lalu, boleh naik sekoci bersamanya, tetapi Kapten Smith mengabaikannya, berteriak melalui megafonnya bahwa wanita dan anak-anak harus didahulukan. Lucian berkata, "Tidak apa-apa, kapten, mengenai masalah itu, saya akan memastikan dia naik sekoci", lalu ia memberi tahu Eloise, "Aku tidak pernah berharap memintamu untuk patuh, tetapi kali ini kau harus menurutiku. Ini hanyalah masalah mendahulukan wanita dan anak-anak. Peralatan di kapal ini lengkap dan semua orang akan diselamatkan."[125] Suami Charlotte Collyer, Harvey, berseru kepada istrinya saat ia dinaikkan ke atas sekoci, "Pergilah, Lottie! Demi Tuhan, beranilah dan pergilah! Aku akan mendapat tempat duduk di sekoci lain!". Tidak seorang pun dari pria ini yang selamat.[125] Ada juga pasangan yang menolak dipisahkan. Ida Straus, istri pemilik toko serba ada Macy's dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Isidor Straus, berkata kepada suaminya: "Kita berdua telah hidup bersama selama bertahun-tahun. Ke mana kau pergi, aku ikut."[125] Mereka berdua duduk di sepasang kursi di geladak dan bertahan sampai Titanic tenggelam.[126] Industriawan Benjamin Guggenheim mengganti baju pelampung dan sweternya dengan topi tinggi dan baju pesta dan bertekad untuk "berpulang selayaknya pria terhormat".[47] Sebagian besar penumpang yang menaiki sekoci berasal dari kelas satu dan dua. Segelintir penumpang kelas tiga berhasil naik ke geladak, sedangkan sebagian besar masih tersesat di labirin koridor atau terjebak di balik gerbang dan partisi yang memisahkan kabin penumpang kelas tiga dengan area kelas satu dan dua.[127] Pemisahan ini bukan hanya karena alasan sosial, melainkan disyaratkan oleh undang-undang imigrasi Amerika Serikat, yang mewajibkan penumpang kelas tiga dipisah untuk mengontrol imigrasi dan mencegah penyebaran penyakit menular. Penumpang kapal kelas satu dan dua pada jalur lintas Atlantik turun di dermaga utama di Pulau Manhattan, tetapi penumpang kelas tiga harus melewati pemrosesan dan pemeriksaan kesehatan di Pulau Ellis.[128] Di sejumlah tempat, awak Titanic diduga menghalangi penyelamatan penumpang kelas tiga. Beberapa gerbang dikunci dan dijaga oleh awak kapal untuk mencegah penumpang kelas tiga menyerbu sekoci.[127] Seorang penyintas asal Irlandia bernama Margaret Murphy menulis pada bulan Mei 1912:
Rute yang panjang dan berliku harus ditempuh untuk mencapai lantai atas. Kabin kelas tiga terletak di dek C sampai G, yang berada di paling ujung geladak, dan dengan demikian jadi yang terjauh pula dari sekoci. Sebaliknya, kabin kelas satu terletak di geladak atas dan paling dekat dengan sekoci. Kedekatan dengan sekoci menjadi faktor penting dalam penyelamatan. Situasi ini makin diperumit dengan banyaknya penumpang kelas tiga yang tidak bisa berbahasa Inggris. Faktanya, sebagian besar penyintas kelas tiga merupakan imigran asal Irlandia yang bisa berbahasa Inggris.[15] Banyak penyintas kelas tiga berutang nyawa pada awak kabin John Edward Hart, yang menerobos bagian dalam kapal untuk mengawal sekelompok penumpang kelas tiga ke geladak kapal. Penyintas lainnya menyelinap melalui gerbang terbuka atau menaiki tangga darurat.[129] Beberapa penumpang yang sudah pasrah tidak berusaha menyelamatkan diri dan tetap di kabin atau berkumpul untuk berdoa di ruang makan kelas tiga.[130] Kepala Juru Api Charles Hendrickson menyaksikan sekerumunan penumpang kelas tiga di geladak bawah menenteng koper dan harta benda mereka, seolah menunggu seseorang untuk mengarahkan mereka.[131] Psikolog Wynn Craig Wade menyebut tindakan ini dengan "kepasrahan pasif" yang muncul pada generasi yang diberi tahu apa yang harus dilakukan oleh pemimpin sosial.[108] August Wennerström, salah seorang penyintas pria, mengungkapkan bahwa kebanyakan rekannya tidak berusaha menyelamatkan diri. Ia menulis:
Peluncuran sekoci terakhir![]() Pada pukul 01.30, sudut kemiringan Titanic meningkat, meskipun tidak lebih dari 5 derajat, dengan peningkatan kemiringan ke sebelah kiri kapal. Situasi yang makin memburuk tercermin dari nada pesan yang dikirim dari kapal: "Kami menurunkan para wanita ke sekoci", yang dikirim pada pukul 01.25, "Ruang mesin kebanjiran" pada pukul 01.35, dan "Ruang mesin tergenang hingga ketel" pada pukul 01.45.[133] Ini adalah sinyal terakhir Titanic yang dapat dipahami, diduga dikirim saat sistem kelistrikan kapal mulai rusak, pesan-pesan selanjutnya campur aduk dan tidak dapat dipahami. Meskipun demikian, kedua operator radio tersebut terus mengirimkan pesan mara bahaya sampai menit terakhir sebelum tenggelam.[134] Sekoci yang tersisa diisi sesuai kapasitas dengan tergesa-gesa. Sekoci No. 11 bermuatan lima orang lebih banyak dari kapasitas nominalnya. Ketika diturunkan, sekoci ini nyaris kebanjiran air yang dipompa keluar dari kapal. Sekoci No. 13 juga menghadapi permasalahan yang sama, dan awak yang berada di kapal tidak bisa melepaskan tali pengerek. Sekoci tersebut mengayun ke belakang, bertepatan dengan diturunkannya sekoci No. 15. Tali pengerek berhasil dipotong tepat waktu dan kedua sekoci berangkat dengan selamat.[135] ![]() Kepanikan pecah ketika sekelompok penumpang pria menyerbu ke sisi kiri kapal tempat sekoci No. 14 sedang diturunkan dengan muatan 40 orang. Opsir Kelima Lowe, yang menangani sekoci tersebut, melepaskan tiga tembakan peringatan ke udara untuk mengendalikan massa.[136] Sekoci No. 16 diturunkan lima menit kemudian. Salah seorang penumpang sekoci No. 16 adalah awak kabin Violet Jessop, yang mengulangi pengalamannya empat tahun kemudian ketika ia selamat dalam musibah tenggelamnya salah satu kapal saudari Titanic, RMS Britannic, saat Perang Dunia I.[137] Sekoci lipat C diluncurkan pada pukul 01.40 dari geladak kanan yang sekarang sudah sepi karena sebagian besar orang di geladak telah pindah ke buritan kapal. Di sekoci inilah J. Bruce Ismay, kepala dan direktur pelaksana White Star Line, penyintas Titanic yang paling kontroversial, menyelinap masuk ke sekoci, tindakan yang kemudian dikecam sebagai tindakan pengecut.[133] Pada pukul 01.40, sekoci No. 2 diturunkan.[138] Tatkala sekoci hendak diturunkan, Lightoller mendapati sekoci telah ditempati oleh para pria yang "bukan orang Inggris, atau ras penutur bahasa Inggris ... [melainkan dari] kategori luas yang dikenal oleh para pelaut sebagai orang-orang 'dago'."[139] Lightoller mengusir mereka dengan menodongkan revolvernya, tetapi ia tidak menemukan wanita dan anak-anak lagi untuk mengisi sekoci,[139] alhasil sekoci diturunkan dengan muatan hanya 25 orang dari kapasitas 40 orang.[138] John Jacob Astor mengantar istrinya ke tempat aman di sekoci No. 4 pada pukul 01.55, tetapi ditolak masuk oleh Lightoller, meskipun 20 dari 60 kursi di dalamnya kosong.[138] Sekoci terakhir yang diluncurkan adalah sekoci lipat D, yang berangkat pada pukul 02.05 dengan muatan 25 orang.[140] Dua penumpang pria melompat ke atas sekoci tersebut saat sedang diturunkan.[141] Air laut telah membanjiri geladak sekoci dan agil sudah tenggelam jauh di bawah air. Penumpang kelas satu Edith Evans menyerahkan tempatnya di sekoci, dan akhirnya tewas dalam musibah tersebut. Ia merupakan satu dari empat wanita kelas satu yang tewas saat Titanic tenggelam. Beberapa penyintas, termasuk penumpang kelas tiga Eugene Daly dan penumpang kelas satu George Rheims, mengaku menyaksikan seorang petugas menembak seorang atau dua orang penumpang saat terjadinya kericuhan memperebutkan sekoci, lantas menembak dirinya sendiri. Dikabarkan secara luas bahwa petugas tersebut adalah William Murdoch.[142] Kapten Smith menjalankan kunjungan terakhirnya ke geladak, memberi tahu operator radio dan awak lainnya: "Sekarang selamatkan diri kalian sendiri."[143] Ia memberi tahu awak yang sedang berupaya meluncurkan sekoci lipat A, "Lakukan yang terbaik untuk wanita dan anak-anak, dan jaga dirimu sendiri," kemudian kembali ke anjungan tepat sebelum kapal tenggelam sepenuhnya.[144] Diperkirakan bahwa Smith memilih untuk tenggelam bersama kapalnya dan tewas di anjungan ketika area tersebut tenggelam ditelan lautan.[145][146] Menurut dugaan lain, Smith melompat dari anjungan ke laut saat kapal tenggelam. Ketika tengah berupaya menurunkan sekoci lipat B, Harold Bride melihat Kapten Smith terjun dari anjungan ke laut tepat sebelum anjungan terbenam.[147] Perancang kapal, Thomas Andrews, dilaporkan terakhir kali terlihat di ruangan merokok kelas satu kira-kira pukul 02.05, kemungkinan ia tidak berusaha menyelamatkan diri.[137][148] Akan tetapi, terdapat bukti tidak langsung yang menunjukkan bahwa Andrews terlihat di ruang merokok menjelang pukul 01.40, serta laporan lain yang membuktikan bahwa Andrews terus membantu proses evakuasi.[149][150] Ia dilaporkan terlihat melempar kursi geladak ke laut agar penumpang bisa berpegangan di air,[149] kemudian menuju anjungan untuk mencari Kapten Smith.[150] Awak kabin Cecil Fitzpatrick mengaku melihat Andrews melompat dari anjungan ke laut bersama Smith. Baik Smith maupun Andrews sama-sama tidak selamat.[149] Di kala sebagian besar penumpang dan awak menuju ke buritan, tempat pendeta Thomas Byles, seorang penumpang kelas dua, sedang mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan absolusi, grup musik Titanic memainkan musik di depan gimnasium.[151] Titanic memiliki dua grup musik. Salah satunya adalah kuintet pimpinan Wallace Hartley yang bermain musik setelah acara makan malam dan kebaktian, sedangkan grup musik satu lagi adalah trio yang bermain musik di area resepsionis serta di depan kafe dan restoran. Kedua grup musik ini memiliki aransemen dan perpustakaan musik tersendiri dan tidak pernah bermain musik bersama sebelum kapal tenggelam. Kira-kira 30 menit setelah Titanic menabrak gunung es, menurut dugaan kedua grup musik tersebut dipanggil oleh Bendahara McElroy atau Kapten Smith dan diperintahkan untuk bermain musik di ruang duduk kelas satu.[152] Para penumpang yang hadir pada saat itu mengingat grup musik tersebut memainkan lagu-lagu ceria seperti "Alexander's Ragtime Band". Tidak diketahui apakah dua pemain piano sedang bersama grup musik tersebut pada saat itu. Waktu pastinya tidak diketahui, tetapi grup musik itu kemudian pindah ke geladak atas di depan pintu masuk kelas satu. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka pindah ke luar geladak,[153] melainkan tetap di dalam karena awak kabin Edward Brown mengaku melihat mereka di puncak tangga pintu masuk kelas satu.[154] |