Emir Moeis
Izedrik Emir Moeis (lahir 27 Agustus 1950) adalah politisi Indonesia dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sejak 2000 hingga 2013, dan pernah menjadi terpidana kasus korupsi dari proses penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).[1] Pada Pemilu 2024 ia mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Kalimantan Timur, tetapi gagal terpilih.[2] KeluargaEmir Moeis merupakan putra dari pasangan Inche Abdul Moeis dan Siti Aloeh Aminah. Ayahnya merupakan politikus yang pernah menjabat Kepala Daerah Tingkat I (bukan gubernur) Kalimantan Timur pada tahun 1959 selama kurang dari 3 bulan.[3] PendidikanEmir menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) Perguruan Cikini, Jakarta, dan lulus pada 1962. Pendidikan menengah diselesaikannya di SMPN Perguruan Cikini pada 1965 dan SMA Negeri 3 Jakarta pada 1968. Emir mendapatkan gelar sarjana dari Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung pada 1975. Ia menyelesaikan studi pasca sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) di Universitas Indonesia Jakarta pada 1984.[4] KarierEmir memulai karier pada tahun 1975 sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan manajer bisnis di PT Tirta Menggala. Kemudian ia menjadi direktur utama di beberapa perusahaan swasta pada 1980–2000. Emir mulai aktif di ranah politik sejak 1999 di PDIP. Pada 2000 hingga 2013 ia menjabat sebagai anggota DPR RI. Pada 2021 ia diangkat sebagai Komisaris Pupuk Iskandar Muda 2021.[5] Pada Pemilihan Umum 2024 Emir menjadi calon perseorangan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Timur. Hasil perolehan suaranya mencapai 124.566 suara. Namun, ia hanya menempati urutan suara terbanyak ke-6 besar sehingga gagal terpilih sebagai anggota DPD.[2] Kasus korupsiPada 20 Juli 2012 Emir Moeis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK lantaran menerima hadiah atau janji sebesar 357.000 dollar dari Konsorsium Alstom Power Incorporated (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI). Dalam sidangnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak pernah menghadirkan Presiden Direktur Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad Sharafih yang berkewarganegaraan asing.[6] Pirooz merupakan pihak yang diduga memalsukan tanda tangan staf Emir yang juga Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama (ANU) Zuliansyah Putra Zulkarnain dalam dokumen kerja sama bantuan teknis antara PT ANU dengan Pacific Resources. Emir melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal 162 KUHP ke Mahkamah Konstitusi. Pihak Emir menganggap pasal tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum dan keadilan seperti yang dicantumkan dalam Pasal 28D UUD 1945.[7] Pada 14 April 2014 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan bahwa Emir Moeis dinyatakan bersalah dan divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp150 juta. Hakim menyatakan, Emir menerima uang dari konsorsium Alstom yang ditransfer ke rekening perusahaan anak Emir, yaitu PT Arta Nusantara Utama (ANU) secara bertahap. Total yang diterima Emir adalah 357.000 dollar AS. Hakim menilai, unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi dan Emir tidak menjalankan fungsi pengawasan selaku anggota DPR.[8][9] Referensi
|