Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Berahi

Cetakan Martin van Maële Francion 15

Gairah seksual (juga dikenal sebagai berahi) menggambarkan respons fisiologis dan psikologis dalam persiapan untuk hubungan seksual atau ketika terpapar rangsangan seksual. Sejumlah respons fisiologis terjadi dalam tubuh dan pikiran sebagai persiapan sebelum terjadinya hubungan seksual, dan berlanjut selama hubungan seksual. Gairah seksual pada pria akan menyebabkan ereksi, dan pada wanita, garirah seksual memicu respons tubuh berupa pembengkakan jaringan seksual seperti puting, klitoris, dinding vagina, dan pelumasan vagina.[1]

Rangsangan mental dan rangsangan fisik seperti sentuhan, dan fluktuasi hormon internal, dapat memengaruhi gairah seksual. Gairah seksual memiliki beberapa tahapan dan mungkin tidak mengarah pada aktivitas seksual yang sebenarnya selain gairah mental dan perubahan fisiologis yang menyertainya. Dengan rangsangan seksual yang cukup, gairah seksual mencapai klimaksnya saat orgasme. Gairah seksual juga dapat dicapai demi dirinya sendiri, bahkan tanpa orgasme.

Rangsangan erotis

Tergantung situasinya, seseorang dapat terangsang secara seksual oleh berbagai faktor, baik fisik maupun mental. Seseorang dapat terangsang secara seksual oleh orang lain atau oleh aspek-aspek tertentu dari orang tersebut, atau oleh objek atau situasi non-manusia. Stimulasi fisik pada zona sensitif seksual atau foreplay dapat menghasilkan gairah, terutama jika disertai dengan antisipasi aktivitas seksual yang akan segera terjadi. Gairah seksual dapat dibantu oleh suasana romantis, musik, atau situasi menenangkan lainnya. Gairah seksual dapat berasal dari pornografi atau materi seksual lainnya. Stimulus potensial untuk gairah seksual bervariasi dari orang ke orang, dan dari waktu ke waktu, begitu pula tingkat gairahnya.

Stimulus dapat diklasifikasikan menurut indra yang terlibat: somatosensori (sentuhan), visual, dan olfaktori (aroma). Rangsangan pendengaran juga dimungkinkan, meskipun umumnya dianggap sekunder dibandingkan ketiga rangsangan lainnya. Rangsangan erotis yang dapat memicu gairah seksual dapat mencakup percakapan, bacaan, film atau gambar, atau aroma atau suasana, yang mana pun dapat membangkitkan pikiran dan ingatan erotis dalam diri seseorang. Dalam konteks yang tepat, rangsangan ini dapat menyebabkan seseorang menginginkan kontak fisik, termasuk berciuman, berpelukan, dan mengelus zona sensitif seksual. Hal ini pada gilirannya dapat membuat seseorang menginginkan rangsangan seksual langsung pada payudara, puting, bokong, atau alat kelamin, dan aktivitas seksual lebih lanjut.

Rangsangan erotis dapat berasal dari sumber yang tidak terkait dengan objek yang menjadi minat seksual selanjutnya. Misalnya, banyak orang mungkin menganggap ketelanjangan, erotika, atau pornografi membangkitkan gairah seksual.[2] Hal ini dapat menimbulkan minat seksual umum yang terpuaskan melalui aktivitas seksual. Ketika gairah seksual dicapai oleh atau bergantung pada penggunaan objek, hal ini disebut sebagai fetisisme seksual, atau dalam beberapa kasus parafilia.

Ada kepercayaan umum bahwa wanita membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai gairah seksual. Namun, penelitian ilmiah terbaru menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu yang dibutuhkan pria dan wanita untuk mencapai gairah penuh. Para ilmuwan dari Pusat Kesehatan Universitas McGill di Montreal menggunakan metode pencitraan termal untuk merekam perubahan suhu dasar di area genital guna menentukan waktu yang diperlukan untuk gairah seksual. Para peneliti mempelajari waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai puncak gairah seksual saat menonton film atau gambar eksplisit seksual dan sampai pada kesimpulan bahwa rata-rata wanita dan pria membutuhkan waktu yang hampir sama untuk mencapai gairah seksual, sekitar 10 menit.[3] Waktu yang dibutuhkan untuk foreplay sangat individual dan bervariasi dari satu kesempatan ke kesempatan berikutnya, tergantung pada keadaan.[3]

Tidak seperti kebanyakan hewan, manusia tidak memiliki musim kawin, dan kedua jenis kelamin mampu mencapai gairah seksual sepanjang tahun.

Respon fisiologis dan psikologis

Respon fisiologis

Gairah seksual menyebabkan berbagai respons fisik, terutama pada organ seks (organ genital). Gairah seksual pada pria biasanya ditandai dengan pembengkakan dan ereksi penis ketika darah mengisi korpus kavernosum. Ini biasanya merupakan tanda gairah seksual yang paling menonjol dan dapat diandalkan pada pria. Pada wanita, gairah seksual menyebabkan peningkatan aliran darah ke klitoris dan seluruh vulva, serta transudasi vagina, yaitu rembesan cairan melalui dinding vagina, yang berfungsi sebagai pelumas. Pada kedua jenis kelamin, pelebaran pupil merupakan respons fisiologis yang tidak disengaja terhadap gairah seksual.[4] Namun, derajat pelebaran pupil bervariasi pada setiap individu, begitu pula derajat pelebaran pupil maksimal.[5][6]

Pada laki-laki:

Pada perempuan:

Gairah seksual pria. Di sebelah kiri, alat kelamin pria dalam keadaan normal dan lembek. Di sebelah kanan, pria terangsang secara seksual, penis ereksi, dan skrotum tegang.

Gairah seksual wanita. Di sebelah kiri, alat kelamin wanita dalam keadaan normal. Di sebelah kanan, wanita terangsang secara seksual, vulvanya basah dan labianya sedikit membesar.
Dilatasi (pembesaran) pupil adalah respon fisiologis terhadap gairah seksual

Laki-laki

Ereksi penis sangat berkaitan dengan gairah seksual pria. Stimulasi fisik atau psikologis, atau keduanya, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah membengkakkan tiga area spons yang membentang sepanjang penis (dua korpus kavernosa dan korpus spongiosum). Penis tumbuh membesar dan mengencang, kulit skrotum tertarik lebih kencang, dan testis tertarik ke atas ke arah tubuh.[7] However, the relationship between erection and arousal is not one-to-one (arousal non-concordance).[8] Namun, ereksi pada pria tidak selalu berkaitan dengan gairah seksual, dan juga sebaliknya gairah seksual tidak selalu menyebabkan ereksi secara langsung.[9] Setelah pertengahan empat puluhan, beberapa pria melaporkan bahwa mereka tidak selalu mengalami ereksi ketika mereka terangsang secara seksual.[10] Sama halnya, ereksi pria dapat terjadi saat tidur tanpa gairah seksual yang disadari atau karena stimulasi mekanis (misalnya, bergesekan dengan seprai) saja. Seorang pria muda—atau seseorang dengan libido yang kuat—mungkin mengalami gairah seksual yang cukup untuk menghasilkan ereksi hanya dengan pikiran sekilas, atau hanya melihat orang yang lewat. Setelah ereksi, penisnya mungkin mendapatkan rangsangan yang cukup dari kontak dengan bagian dalam pakaiannya untuk mempertahankan dan mendorongnya selama beberapa waktu.[11]

Perempuan

Awal gairah seksual pada tubuh wanita biasanya ditandai dengan pelumasan vagina (kebasahan; meskipun hal ini dapat terjadi tanpa gairah karena infeksi atau produksi lendir serviks pada saat ovulasi), pembengkakan dan penebalan vulva, serta pemanjangan dan pembesaran internal vagina.[12] Telah ada penelitian yang menemukan tingkat korelasi antara respons fisiologis ini dan sensasi subjektif wanita saat terangsang secara seksual: temuannya biasanya menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus terdapat korelasi yang tinggi, sementara di kasus lain, korelasinya sangat rendah.[13]

Stimulasi lebih lanjut dapat menyebabkan vagina semakin basah dan penebalan serta pembengkakan klitoris dan labia, disertai peningkatan kemerahan atau penggelapan kulit di area ini seiring dengan peningkatan aliran darah. Perubahan lebih lanjut pada organ internal juga terjadi, termasuk bentuk internal vagina dan posisi rahim di dalam panggul.[12] Perubahan lainnya meliputi peningkatan detak jantung serta tekanan darah, rasa panas dan kemerahan, dan mungkin tremor.[14] Gejolak seksual ini dapat menyebar ke dada dan tubuh bagian atas.

Jika rangsangan seksual berlanjut, gairah seksual dapat mencapai puncaknya, yaitu orgasme. Setelah orgasme, beberapa wanita tidak menginginkan rangsangan lebih lanjut dan gairah seksual tersebut cepat menghilang. Beberapa saran telah dipublikasikan untuk melanjutkan rangsangan seksual dan beralih dari satu orgasme ke rangsangan lebih lanjut, serta mempertahankan atau mendapatkan kembali kondisi gairah seksual yang dapat mengarah pada orgasme kedua dan selanjutnya.[15] Beberapa wanita mengalami orgasme berulang secara spontan.

Meskipun perempuan muda dapat terangsang secara seksual dengan mudah, dan mencapai orgasme relatif cepat dengan stimulasi yang tepat dalam situasi yang tepat, terdapat perubahan fisik dan psikologis pada gairah dan respons seksual perempuan seiring bertambahnya usia. Perempuan yang lebih tua menghasilkan lebih sedikit pelumasan vagina dan penelitian telah menyelidiki perubahan tingkat kepuasan, frekuensi aktivitas seksual, hasrat, pikiran dan fantasi seksual, gairah seksual, keyakinan dan sikap terhadap seks, rasa sakit, dan kemampuan mencapai orgasme pada perempuan berusia 40-an dan setelah menopause. Faktor-faktor lain juga telah dipelajari, termasuk variabel sosiodemografi, kesehatan, variabel psikologis, variabel pasangan seperti kesehatan atau masalah seksual pasangan, dan variabel gaya hidup. Tampaknya faktor-faktor lain ini seringkali memiliki dampak yang lebih besar terhadap fungsi seksual perempuan dibandingkan status menopause mereka. Oleh karena itu, penting untuk selalu memahami "konteks kehidupan perempuan" ketika mempelajari seksualitas mereka.[16]

Penurunan kadar estrogen dapat dikaitkan dengan peningkatan kekeringan vagina dan berkurangnya ereksi klitoris saat terangsang, tetapi tidak berhubungan langsung dengan aspek minat atau gairah seksual lainnya. Pada wanita yang lebih tua, penurunan tonus otot panggul dapat menyebabkan gairah membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai orgasme, dapat mengurangi intensitas orgasme, dan kemudian menyebabkan resolusi yang lebih cepat. Rahim biasanya berkontraksi saat orgasme dan, seiring bertambahnya usia, kontraksi tersebut dapat terasa menyakitkan.[16]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Mark, Kristen; Herbenick, Debby (2015). "Arousal, sexual". The International Encyclopedia of Human Sexuality. hlm. 1–111. doi:10.1002/9781118896877.wbiehs036. ISBN 978-1-4051-9006-0.
  2. ^ DeVita-Raeburn, Elizabeth. "Lust For The Long Haul". Psychology Today. 2008-12-26
  3. ^ a b "Your introduction to foreplay". Diarsipkan dari asli tanggal 2007-06-18. Diakses tanggal 2007-05-18.
  4. ^ Lick, David J.; Cortland, Clarissa I.; Johnson, Kerri L. (2016-03-01). "The pupils are the windows to sexuality: pupil dilation as a visual cue to others' sexual interest". Evolution and Human Behavior. 37 (2): 117–124. Bibcode:2016EHumB..37..117L. doi:10.1016/j.evolhumbehav.2015.09.004. ISSN 1090-5138.
  5. ^ "Event Horizon Volume 3 6 Aging Eyes and Pupil Size". 2013-10-23. Diarsipkan dari asli tanggal 23 October 2013. Diakses tanggal 2024-12-01.
  6. ^ Winn, B.; Whitaker, D.; Elliott, D. B.; Phillips, N. J. (March 1994). "Factors Affecting Light-Adapted Pupil Size in Normal Human Subjects" (PDF). Investigative Ophthalmology & Visual Science. 35 (3): 1132–1137. PMID 8125724. Diakses tanggal 2013-08-28.
  7. ^ "Sexual arousal in men". NHS Direct. National Health Service. Diakses tanggal 2013-11-03.
  8. ^ Bunderson, Kayla (2020). Female Sexual Arousal during Rape: Implications on Seeking Treatment, Blame, and the Emotional Experience (Thesis). ProQuest 27738499.
  9. ^ Bunderson, Kayla (2020). Female Sexual Arousal during Rape: Implications on Seeking Treatment, Blame, and the Emotional Experience (Thesis). ProQuest 27738499.
  10. ^ Janssen, Erick; Kimberly R. McBride; William Yarber; Brandon J. Hill; Scott M. Butler (April 2008). "Factors that Influence Sexual Arousal in Men: A Focus Group Study". Archives of Sexual Behavior. 37 (2): 252–265. doi:10.1007/s10508-007-9245-5. PMID 18040768. S2CID 34571038.
  11. ^ "Embarrassing erections". TheSite.org. YouthNet UK. Diarsipkan dari asli tanggal 10 April 2016. Diakses tanggal 10 August 2010.
  12. ^ a b Soucasaux, Nelson (1990). "The Female Sexual Response". Novas Perspectivas em Ginecologia. Diakses tanggal 10 August 2010.
  13. ^ Rellini, Alessandra H.; Katie M. McCall; Patrick K. Randall; Cindy M. Meston (January 2005). "The relationship between women's subjective and physiological sexual arousal". Psychophysiology. 42 (1): 116–124. CiteSeerX 10.1.1.421.3699. doi:10.1111/j.1469-8986.2005.00259.x. PMID 15720587. S2CID 7355579.
  14. ^ McKinne, Kathleen (1991). Sexuality in close relationship. Routledge. hlm. 59. ISBN 978-0-8058-0719-6. Diakses tanggal 2013-11-03.[pranala nonaktif permanen]
  15. ^ O'Rourke, Theresa. "Orgasms Unlimited". Cosmopolitan. Hearst Communications. Diakses tanggal 10 August 2010.
  16. ^ a b "Age-Related Factors that Impact Sexual Functioning". sexualityandu.ca. 2008. Diarsipkan dari asli tanggal 21 June 2016. Diakses tanggal 12 July 2011.

Pranala luar

Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya