Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Perang Dunia I

Perang Dunia I (bahasa Inggris: World War I) (disingkat PD1) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar (bahasa Inggris: Great War) sejak terjadi sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia,[1] yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Prancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hungaria, dan Italia; namun saat Austria-Hungaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang).[2] Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah.[3][4] Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.[5]

Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hungaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Prancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris takhta Austria-Hungaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia.[6][7] Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.

Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hungaria,[8][9] diikuti invasi Jerman ke Belgia, Luksemburg, dan Prancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.

Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar—Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hungaria, dan Utsmaniyah—bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil.[10] Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.[11]

Nama

Di Kanada, Maclean's Magazine pada bulan Oktober 1914 menuliskan, "Sejumlah perang diberi dan dinamakannya sendiri. Perang ini namanya Perang Besar."[12] Sejarah asal-usul dan bulan-bulan pertama perang diterbitkan di New York pada akhir 1914 dengan judul The World War (Perang Dunia).[13] Selama periode antarperang, perang ini lebih sering disebut Perang Dunia dan Perang Besar di negara-negara berbahasa Inggris.

Setelah pecahnya Perang Dunia Kedua tahun 1939, istilah Perang Dunia I atau Perang Dunia Pertama menjadi standar, dengan sejarawan Britania dan Kanada yang lebih suka Perang Dunia Pertama, dan Amerika Perang Dunia I. Kedua istilah ini juga dipakai selama periode antarperang. Frasa "Perang Dunia Pertama" pertama dipakai bulan September 1914 oleh filsuf Jerman Ernest Haeckel, yang mengklaim bahwa "tidak ada keraguan bahwa alur dan tokoh 'Perang Eropa' yang dikhawatirkan ... akan menjadi perang dunia pertama dalam arti sepenuhnya."[14] The First World War (Perang Dunia Pertama) juga merupakan judul buku sejarah tahun 1920 karya perwira dan jurnalis Charles à Court Repington.

Latar belakang

Peta peserta Perang Dunia I: Blok Sekutu berwarna hijau, Blok Sentral berwarna oranye, dan negara netral berwarna abu-abu

Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa berupaya keras mempertahankan keseimbangan kekuatan di seluruh Eropa, sehingga pada tahun 1900 memunculkan jaringan aliansi politik dan militer yang kompleks di benua ini.[2] Berawal tahun 1815 dengan Aliansi Suci antara Prusia, Rusia, dan Austria. Kemudian, pada Oktober 1873, Kanselir Jerman Otto von Bismarck menegosiasikan Liga Tiga Kaisar (Jerman: Dreikaiserbund) antara monarki Austria-Hungaria, Rusia, dan Jerman. Perjanjian ini gagal karena Austria-Hungaria dan Rusia tidak sepakat mengenai kebijakan Balkan, sehingga meninggalkan Jerman dan Austria-Hungaria dalam satu aliansi yang dibentuk tahun 1879 bernama Aliansi Dua. Hal ini dipandang sebagai metode melawan pengaruh Rusia di Balkan saat Kesultanan Utsmaniyah terus melemah.[2] Pada tahun 1882, aliansi ini meluas hingga Italia dan menjadi Aliansi Tiga.[15]

Setelah 1870, konflik Eropa terhindar melalui jaringan perjanjian yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman dan seluruh Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar tetap di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Prancis dan Rusia. Ketika Wilhelm II naik takhta sebagai Kaisar Jerman (Kaiser), Bismarck terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian, Aliansi Prancis-Rusia ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904, Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Prancis, Entente Cordiale, dan pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani Konvensi Inggris-Rusia. Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya dengan Prancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik manapun yang kelak melibatkan Prancis dan Rusia, dan sistem penguncian perjanjian bilateral ini kemudian dikenal sebagai Entente Tiga.[2]

Ship at sea with smoke emitting from two funnels
HMS Dreadnought. Perlombaan senjata laut terjadi antara Britania Raya dan Jerman.

Kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat setelah penyatuan dan pendirian Kekaisaran pada tahun 1871. Sejak pertengahan 1890-an sampai seterusnya, pemerintahan Wilhelm II memakai basis industri ini untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi dalam jumlah besar untuk membangun Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman), yang dibentuk oleh Laksamana Alfred von Tirpitz, untuk menyaingi Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya untuk supremasi laut dunia.[16] Hasilnya, setiap negara berusaha mengalahkan negara lain dalam hal kapal modal. Dengan peluncuran HMS Dreadnought tahun 1906, Imperium Britania memperluas keunggulannya terhadap pesaingnya, Jerman.[16] Perlombaan senjata antara Britania dan Jerman akhirnya meluas ke seluruh Eropa, dengan semua kekuatan besar memanfaatkan basis industri mereka untuk memproduksi perlengkapan dan senjata yang diperlukan untuk konflik pan-Eropa.[17] Antara 1908 dan 1913, belanja militer kekuatan-kekuatan Eropa meningkat sebesar 50 persen.[18]

Gavrilo Princip, seorang pelajar Serbia Bosnia, ditahan sesaat setelah membunuh Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria

Austria-Hungaria mengawali krisis Bosnia 1908–1909 dengan menganeksasi secara resmi bekas teritori Utsmaniyah di Bosnia dan Herzegovina, yang telah diduduki sejak 1878. Peristiwa ini membuat Kerajaan Serbia dan pelindungnya, Kekaisaran Rusia yang Pan-Slavik dan Ortodoks berang.[19] Manuver politik Rusia di kawasan ini mendestabilisasi perjanjian damai yang sudah memecah belah apa yang disebut sebagai "tong mesiu Eropa".[19]

Tahun 1912 dan 1913, Perang Balkan Pertama pecah antara Liga Balkan dan Kesultanan Utsmaniyah yang sedang retak. Perjanjian London setelah itu mengurangi luas Kesultanan Utsmaniyah dan menciptakan negara merdeka Albania, tetapi memperbesar teritori Bulgaria, Serbia, Montenegro, dan Yunani. Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke Serbia dan Yunani dan Dobruja Selatan ke Rumania dalam Perang Balkan Kedua selama 33 hari, sehingga destabilisasi di wilayah ini semakin menjadi-jadi.[20]

Peta etnolinguistik Austria-Hungaria, 1910

Pada tanggal 28 Juni 1914, Gavrilo Princip, seorang pelajar Serbia Bosnia dan anggota Pemuda Bosnia, membunuh pewaris takhta Austria-Hungaria, Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria di Sarajevo, Bosnia.[21] Peristiwa ini memulai satu bulan manuver diplomatik di antara Austria-Hungaria, Jerman, Rusia, Prancis, dan Britania, yang disebut Krisis Juli. Ingin mengakhiri intervensi Serbia di Bosnia, Austria-Hungaria mengirimkan Ultimatum Juli ke Serbia, yaitu sepuluh permintaan yang sengaja dibuat tidak masuk akal dengan tujuan memulai perang dengan Serbia.[22] Ketika Serbia hanya menyetujui delapan dari sepuluh permintaan, Austria-Hungaria menyatakan perang pada tanggal 28 Juli 1914. Strachan berpendapat, "Tanggapan ragu dan awal oleh Serbia yang mampu membuat perubahan terhadap perilaku Austria-Hungaria bisa diragukan. Franz Ferdinand bukan sosok yang gila popularitas, dan kematiannya tidak membuat kekaisaran ini berduka sedalam-dalamnya".[23]

Kekaisaran Rusia, tidak ingin Austria-Hungaria menghapus pengaruhnya di Balkan dan mendukung protégé lamanya Serbia, memerintahkan mobilisasi parsial sehari kemudian.[15] Kekaisaran Jerman melakukan mobilisasi tanggal 30 Juli 1914, siap menerapkan "Rencana Shlieffen" berupa invasi ke Prancis secara cepat dan massal untuk mengalahkan Angkatan Darat Prancis, kemudian pindah ke timur untuk melawan Rusia. Kabinet Prancis bergeming terhadap tekanan militer mengenai mobilisasi cepat, dan memerintahkan tentaranya mundur 10 km dari perbatasan untuk menghindari insiden apapun. Prancis baru melakukan mobilisasi pada malam tanggal 2 Agustus, ketika Jerman menyerbu Belgia dan menyerang tentara Prancis. Jerman menyatakan perang terhadap Rusia pada hari itu juga.[24] Britania Raya menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 4 Agustus 1914, setelah "balasan tidak memuaskan" terhadap ultimatum Britania bahwa Belgia harus dibiarkan netral.[25]

Palagan konflik

Serangan pembuka

Kebingungan Blok Sentral

Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji mendukung invasi Austria-Hungaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para pemimpin Austria-Hungaria yakin Jerman akan melindungi perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.[26] Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hungaria mengarahkan sebagian besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Prancis. Kebingungan ini mendorong Angkatan Darat Austria-Hungaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.

Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.

Kampanye Afrika

A line of African soldiers backs a German officer surrendering to a British officer backed by a similar line of African soldiers.
Lettow menyerahkan pasukannya ke Britania di Abercorn

Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan kolonial Britania, Prancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus, tentara Prancis dan Britania menyerbu protektorat Togoland Jerman. Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di Afrika Barat Daya menyerang Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang. Pasukan kolonial Jerman di Afrika Timur Jerman, dipimpin Kolonel Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye peperangan gerilya selama Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan senjata diberlakukan di Eropa.[27]

Kampanye Serbia

Posisi artileri tentara Serbia pada Pertempuran Kolubara.

Austria menyerbu dan memerangi pasukan Serbia pada Pertempuran Cer dan Pertempuran Kolubara yang dimulai tanggal 12 Agustus. Sampai dua minggu berikutnya, serangan Austria dipatahkan dengan kerugian besar, yang menandakan kemenangan besar pertama Sekutu dalam perang ini dan memupuskan harapan Austria-Hungaria akan kemenangan mulus. Akibatnya, Austria harus menempatkan pasukan yang memadai di front Serbia, sehingga melemahkan upayanya membuka perang dengan Rusia.[28] Kekalahan Serbia dalam invasi Austria-Hungaria tahun 1914 tergolong sebagai kemenangan terbalik besar dalam abad terakhir.[29]

Pasukan Jerman di Belgia dan Prancis

Men waving from the door and window of a rail goods van
Tentara Jerman di gerbong kereta menuju garis depan pada tahun 1914. Pesan di gerbong bertuliskan "Perjalanan ke Paris"; pada awal perang, semua sisi berharap konflik ini cepat selesai.

Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah barat terdiri dari tujuh pasukan lapangan) melaksanakan versi modifikasi Rencana Schlieffen, yang dirancang untuk menyerang Prancis secara cepat melalui Belgia yang netral sebelum berbelok ke selatan untuk mengepung pasukan Prancis di perbatasan Jerman.[6] Karena Prancis telah menyatakan bahwa mereka akan "bertindak sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman memperkirakan kemungkinan serangan di dua front. Jika terjadi hal seperti itu, Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba mengalahkan Prancis secara cepat (seperti yang terjadi pada Perang Prancis-Prusia 1870-71). Rencana ini menyarankan bahwa untuk mengulangi kemenangan cepat di barat, Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine (yang memiliki perbatasan langsung di sebelah barat sungai Rhine), tetapi mencoba memutuskan Paris secara cepat dari Selat Inggris (terputus dengan Britania Raya). Kemudian pasukan Jerman dipindahkan ke timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan persiapan lama sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral.

Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Prancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman. Prancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka dengan Prancis (namun sebagian besar pasukan Belgia mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).

Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Prancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[6] Serangan Prancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.

Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Prancis di Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Prancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil posisi defensif yang baik di dalam Prancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara Prancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.[30]

Asia-Pasifik

Pria di Melbourne mengambil brosur perekrutan, 1914.

Selandia Baru menduduki Samoa Jerman (kemudian Samoa Barat) pada tanggal 30 Agustus 1914. Tanggal 11 September, Pasukan Ekspedisi Laut dan Militer Australia mendarat di pulau Neu Pommern (kemudian Britania Baru), yang merupakan wilayah Nugini Jerman. Tanggal 28 Oktober, kapal jelajah SMS Emden menenggelamkan kapal jelajah Jerman Zhemchug pada Pertempuran Penang. Jepang merebut koloni Mikronesia Jerman dan, setelah Pengepungan Tsingtao, pelabuhan batu bara Jerman di Qingdao di semenanjung Shandong, Tiongkok. Dalam beberapa bulan, pasukan Sekutu telah merebut semua teritori Jerman di Pasifik; hanya pos dagang terisolasi dan sedikit wilayah di Nugini yang bertahan.[31][32]

Front Barat

Awal peperangan parit (1914–1915)

Sir Winston Churchill bersama Royal Scots Fusiliers, 1916

Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.[33] Jerman memperkenalkan gas beracun; teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis, menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang ini.[34] Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti tank.[35]

Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Prancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir Belgia.[6] Britania dan Prancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih kukuh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Prancis hanya bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman.[36]

Mud stained British soldiers at rest
Di dalam parit: Pasukan Bedil Kerajaan Irlandia di parit komunikasi pada hari pertama di Somme, 1 Juli 1916.

Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915 pada Pertempuran Ypres Kedua, Jerman (melanggar Konvensi Den Haag) memakai gas klorin untuk pertama kalinya di Front Barat. Tentara Aljazair mundur ketika digas sehingga terbentuk celah sepanjang enam kilometer (empat mil) terbuka di lini Sekutu yang segera dimanfaatkan Jerman, mengadakan Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh tentara Kanada.[37] Tank pertama dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada Pertempuran Flers-Courcelette (bagian dari serangan Somme yang lebih besar) pada tanggal 15 September 1916 dengan sedikit keberhasilan; Prancis memperkenalkan meriam putar Renault FT pada akhir 1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil tank mereka sendiri.

Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)

Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.[38] Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9.600 kilometer (5.965 mi). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens.

Files of soldiers with rifles slung follow close behind a tank, there is a dead body in the foreground
Tentara Kanada bergerak di belakang tank Mark II Britania pada Pertempuran Vimy Ridge.
In the foreground three German soldiers behind cover engage attacking French soldiers
Seorang tentara Prancis menyerang posisi Jerman, Champagne, Prancis, 1917.
Perwira dan tamtama senior dari Kontingen Bermuda Artileri Milisi Bermuda, Artileri Garnisun Kerajaan, di Eropa.

Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Prancis mengalami lebih banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu serangan tunggal di Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman.

Armada Besar Britania Raya berlayar ke Scapa Flow, 1914

Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania.[39]

Skadron kapal perang