Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Wayang wong

Pementasan Wayang Orang
Pandawa dan Kresna dalam suatu adegan pagelaran wayang wong.
Gedung Sriwedari Surakarta, tempat pagelaran wayang wong
Pertunjukan wayang wong, sekitar tahun 1925.

Wayang wong (berasal dari bahasa Jawa: ꦮꦪꦁꦮꦺꦴꦁ, translit. wayang wong, har. 'wayang orang') adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang sendiri merupakan mahakarya kelas dunia yang mengandung berbagai nilai, mulai dari falsafah hidup, etika, spiritualitas, dan musik (gendang gamelan).[1] Wayang wong diciptakan oleh Sri Susuhunan Hamangkurat I pada tahun 1731 di Kerajaan Mataram. Wayang wong merupakan jenis wayang yang mempergelarkan cerita yang diperankan oleh orang sebagai pemainnya dan semua gerakannya harus mengikuti pokok-pokok aturan seni tari. [2]

Tentang Wayang Wong

Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Perbedaan utama antara wayang kulit dengan wayang wong yaitu wayang wong tidak menggunakan kelir, sehingga dalang tidak berperan sebagai single performer. [3] Pemeran wayang wong memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang wong ini diubah/dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.

Cerita-cerita yang diangkat dalam wayang wong berbasis pada duel epik cerita kolosal yaitu Mahabharata dan Ramayana. Hal yang menarik dari pertunjukan wayang wong ini adalah adanya tari kolosal atau individu per pemain di setiap jeda cerita. Selain itu, wayang wong juga menampilkan tokoh punakawan sebagai pencair suasana yang merupakan penggambaran keadaan kawulo alit atau masyarakat secara umum dan abdi dalem.

Perkembangan

Seni pertunjukan wayang wong akan berkembang jika mampu menjadi bagian dari atraksi wisata. Seni pertunjukan wayang wong milenillal di desain agar bisa ditampilkan sebagai atraksi wisata bergengsi yang mampu memikat perhatian wisatawan di beberapa daerah, seperti Pulau Bali. Perkembangan pariwisata menjadi salah satu langkah untuk melakukan tata kelola kesenian wayang wong yang sinergis antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Pertunjukan wayang wong yang masih ada saat ini, salah satunya adalah wayang wong Bharata (di kawasan Pasar Senen, Jakarta), Taman Mini Indonesia Indah, Taman Sriwedari Surakarta, Ngesti Pandowo di Taman Budaya Raden Saleh Semarang, dan lain-lain.

Galeri

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Prakoso, Paholo Iman. "Jurnal Pengabdian Masyarakat Akademisi Harmoni Alam Dan Budaya: Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan Melalui Tri Hita Karana Di D". scholar.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2025-10-01.
  2. ^ Msi, Dr Ni Made Ruastiti, S. ST; M.Hum, Dr I. Komang Sudirga, S. Kar; M.Si, Dr I. Gede Yudarta (2021). Wayang Wong Milenial: Inovasi Seni Pertunjukan pada Era Digital. Jejak Pustaka. ISBN 978-623-5700-00-7. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  3. ^ Rahman, Mohd Kipli Abdul (2012). Sinkritisme dalam Wayang Wong Johor (Penerbit USM) (dalam bahasa Melayu). Penerbit USM. ISBN 978-983-861-772-7.

Pranala luar


Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya