Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Tadmur

Tadmur
  • 𐡶𐡣𐡬𐡥𐡴
  • Nama kota Tadmur dalam aksara Tadmur
  • تَدْمُر
Reruntuhan Tadmur
Situs kota kuno Tadmur pada tahun 2010
Lokasi Tadmur di jantung wilayah Suriah
Lokasi Tadmur di jantung wilayah Suriah
Shown within Suriah
Nama alternatifPalmira
LokasiDistrik Tadmur, Kegubernuran Ḥumṣ, Suriah
WilayahPadang Gurun Suriah
Koordinat34°33′05″N 38°16′05″E / 34.55139°N 38.26806°E / 34.55139; 38.26806
JenisPermukiman
Bagian dariKekaisaran Tadmur
Luas80 ha (200 ekar)
Sejarah
DidirikanMilenium ke-3 pra-Masehi
Ditinggalkan1932 (1932)
PeriodePertengahan Zaman Perunggu sampai Zaman Modern
BudayaAram, Arab, Yunani-Romawi
Catatan situs
KondisiReruntuhan
PemilikUmum
PengelolaKementerian Kebudayaan Suriah
Akses umumTidak dapat dikunjungi (dalam zona perang)
Nama resmiSitus Palmira
JenisKebudayaan
Kriteriai, ii, iv
Ditetapkan1980 (sidang ke-4)
No. referensi23
KawasanNegara-negara Arab
Dalam bahaya2013 (2013)–sekarang

Tadmur (bahasa Tadmur: 𐡶𐡣𐡬𐡥𐡴 (Nama kota Tadmur dalam aksara Tadmur) Tadmor; bahasa Arab: تَدْمُر, Tadmur; bahasa Yunani: Παλμύρα, Palmira) adalah kota kuno bangsa Semit di daerah yang sekarang menjadi wilayah Kegubernuran Ḥumṣ, Suriah. Temuan-temuan arkeologi di Tadmur diperkirakan berasal dari Zaman Batu Muda, dan keberadaan kota Tadmur pertama kali tercatat pada awal milenium ke-2 pra-Masehi. Tadmur silih berganti dijajah beberapa kekaisaran sebelum menjadi jajahan Kekaisaran Romawi pada abad pertama Masehi.

Sumber kemakmuran kota Tadmur adalah kafilah-kafilah dagang. Warga Tadmur terkenal sebagai saudagar-saudagar yang mendirikan koloni-koloni di sepanjang Jalur Sutra, dan berdagang di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Kemakmuran Tadmur tampak jelas pada bangunan-bangunan megah seperti Kolonade Besar, Kuil Dewa Bel, dan gedung-gedung makam yang menjulang tinggi laksana menara. Kesukubangsaan warga Tadmur adalah perpaduan anasir-anasir Amori, Aram, dan Arab. Struktur kemasyarakatannya bersifat kesukuan, dan warganya bertutur dalam bahasa Tadmur (salah satu dialek bahasa Aram), tetapi menggunakan bahasa Yunani dalam urusan dagang dan diplomasi. Kebudayaan Yunani-Romawi mempengaruhi kebudayaan Tadmur, sehingga menghasilkan karya-karya seni dan arsitektur yang menampakkan perpaduan tradisi-tradisi Dunia Timur dan Dunia Barat. Warga Tadmur menyembah dewa-dewi Semit lokal, dewa-dewi Mesopotamia, maupun dewa-dewi Arab.

Pada abad ke-3 Masehi, Tadmur sudah berkembang menjadi kota yang makmur, dan disegani sebagai pusat kekuasaan daerah setempat. Kekuasaannya memuncak pada era 260-an Masehi, setelah Odainat (bahasa Latin: Odaenathus), Raja Tadmur, berhasil mengalahkan Syapur Agung, Kaisar Persia. Raja Odainat digantikan oleh Ratu Pemangku Batzabai (bahasa Latin: Zenobia), yang memberontak melawan Kekaisaran Romawi dan mendirikan Kekaisaran Tadmur. Kota Tadmur dihancurkan Kaisar Aurelianus pada tahun 273, tetapi dibangun kembali Kaisar Diocletianus, meskipun tidak sebesar sediakala. Warga Tadmur memeluk agama Kristen pada abad ke-4 Masehi, tetapi beralih ke agama Islam setelah ditaklukkan Khulafaur Rasyidin pada abad ke-7 Masehi. Sesudah Tadmur dikuasai kaum Muslim, bahasa Tadmur dan bahasa Yunani pun tergeser oleh bahasa Arab.

Sebelum tahun 273 Masehi, Tadmur merupakan daerah swatantra dalam wilayah Provinsi Suriah. Tata pemerintahannya dipengaruhi tata pemerintahan negara kota Yunani pada abad pertama dan abad ke-2 Masehi. Pada abad ke-3 Masehi, kota Tadmur menjadi koloni Romawi, dan tata pemerintahannya diperkaya dengan lembaga-lembaga pemerintahan khas Romawi. Meskipun demikian, Tadmur berubah menjadi negara monarki pada tahun 260 Masehi. Setelah dihancurkan pada tahun 273 Masehi, Tadmur menjadi kota yang tidak begitu penting dalam wilayah Kekaisaran Romawi Timur maupun kekaisaran-kekaisaran yang kemudian hari menjajahnya. Setelah diserang Kekaisaran Wangsa Timur pada tahun 1400, Tadmur menyusut menjadi sebuah desa kecil. Pada tahun 1932, pemerintah Mandat Prancis merelokasi warga Tadmur ke desa baru yang juga diberi nama Tadmur, sehingga kegiatan ekskavasi dapat dilakukan di situs Tadmur kuno. Pada tahun 2015, di tengah Perang Saudara Suriah, sebagian besar situs ini dihancurkan Negara Islam Irak dan Syam. Situs Tadmur kuno direbut kembali Angkatan Darat Suriah pada tanggal 2 Maret 2017.

Etimologi

Keberadaan kota Tadmur sudah tercatat sejak awal milenium ke-2 pra-Masehi,[1] yakni dengan nama "Ta-ad-mi-ir" dalam lauh-lauh lempung beraksara paku dari abad ke-18 pra-Masehi yang ditemukan di Mari, dan dengan nama "Ta-ad-mar" dalam prasasti-prasasti bangsa Asyur dari abad ke-11 pra-Masehi.[2] Ada dua bentuk pelafalan nama kota ini dalam prasasti-prasasti berbahasa Aram-Tadmur, yakni TDMR (Tadmar) dan TDMWR (Tadmor).[3][4] Etimologi nama Tadmur tidak begitu jelas; menurut tafsir standar yang didukung Albert Schultens, nama Tadmur berkaitan dengan kata Semit "tamar" yang berarti kurma (bahasa Ibrani: תמר‎, bahasa Arab: تمر),[keterangan 1][7][8] mengacu kepada pohon-pohon kurma di sekeliling kota Tadmur.[8]

Nama Yunaninya, Palmira (Παλμύρα), pertama kali dicatat Plinius Tua pada abad pertama Masehi.[9] Nama inilah yang dikenal Dunia Yunani-Romawi.[7] Pada umumnya kata "Palmira" diyakini berasal dari kata "Tadmor". Ahli-ahli bahasa telah mengemukakan dua teori sebagai penjelasannya. Menurut teori pertama, kata "Palmira" adalah alterasi kata "Tadmor".[7] Albert Schultens menduga bahwa kata "Palmira" tercipta dari kekeliruan melafalkan kata "Tadmor". Mungkin kata "Tadmor" mula-mula keliru dilafalkan menjadi "Talmura", kemudian berubah menjadi "Palmura" karena dipengaruhi kata Latin "palma" (palem),[1] mengacu kepada pohon-pohon kurma kota Tadmur, dan akhirnya berubah menjadi "Palmira".[10] Menurut teori kedua, yang didukung sejumlah filolog, antara lain Jean Starcky, kata "Palmira" adalah terjemahan kata "Tadmor" (dengan asumsi bahwa "Tadmor" berarti "palem"), diturunkan dari kata Yunani "palame" (palem).[1][8]

Menurut teori lain, nama "Tadmur" berasal dari kata Suryani "tedmurtā" (ܬܕܡܘܪܬܐ) yang berarti "mukjizat" (sesuatu yang mengherankan), dari akar kata "dmr" (heran). Teori ini didukung Franz Altheim dan Ruth Altheim-Stiehl (1973), tetapi ditolak Jean Starcky (1960) dan Michael Gawlikowski (1974).[9] Michael Patrick O'Connor (1988) berpendapat bahwa kata "Palmira" maupun "Tadmor" berasal dari bahasa Huri.[1] Untuk memperkuat teorinya, ia mengungkit ketidakjelasan seluk-beluk alterasi akar kata yang diperkirakan sebagai cikal bakal dari kedua kata tersebut, yakni ketidakjelasan seluk-beluk penyisipan "d" pada kata "tamar" dan "ra" pada kata "palame".[8] Menurut teori ini, kata "Tadmor" berasal dari kata Huri "tad" (mengasihi) ditambahi formant vokal tengah meninggi (Vtm) "mar" yang lazim dalam bahasa Huri,[11] sementara kata "Palmira" berasal dari kata Huri "pal" (mengetahui) yang juga ditambahi formant Vtm "mar".[11]

Lingkungan dan tata ruang

Gambar tata ruang Tadmur pada era 1780-an, karya Louis-François Cassas.
Rantai Pegunungan Tadmur Utara
Tengaran-tengaran kota Tadmur

Tadmur berjarak 215 kilometer (134 mil) dari timur laut kota Damsyik, ibu kota negara Suriah.[12] Kota ini maupun permukiman-permukiman, lahan-lahan usaha tani, dan benteng-benteng di daerah sekitarnya adalah bagian dari kawasan yang disebut Daerah Tadmur (bahasa Latin: Regio Palmyrena).[13] Kota Tadmur terletak di sebuah oasis yang dikelilingi pohon-pohon kurma (ada 20 varietas pohon kurma yang sudah dilaporkan).[8][14] Kota ini dipagari Rantai Pegunungan Tadmur Utara di sebelah utara dan Rantai Pegunungan Tadmur Selatan di sebelah barat daya,[15] sementara sisi selatan dan timurnya terbuka menghadap Padang Gurun Suriah.[15] Wadi Alqubur membujur melewati area ini, mulai dari perbukitan di sebelah barat kota sampai ke kebun-kebun oasis.[16] Di kawasan tepi selatan wadi Alqubur terdapat mata air Efqa.[17] Menurut keterangan Plinius Tua dari era 70-an Masehi, kota Tadmur terkenal karena terletak di padang gurun, tetapi bertanah subur[18] dan dikelilingi mata air, sehingga penduduknya dapat bercocok tanam dan membiakkan ternak.[keterangan 2][18]

Tata ruang

Kota Tadmur tumbuh dari perkampungan kecil di dekat mata air Efqa yang terletak di kawasan tepi selatan wadi Alqubur.[20] Perkampungan yang diketahui sebagai permukiman Helenistik ini bertambah ramai dan mengalami pemekaran sampai ke kawasan tepi utara wadi pada abad pertama Masehi.[16] Meskipun tembok kotanya mula-mula melingkungi area luas yang mencakup kawasan tepi selatan maupun kawasan tepi utara wadi,[16] tembok yang dibangun kembali pada masa pemerintahan Kaisar Aurelianus hanya melingkungi area kota di kawasan tepi utara wadi.[21][16] Kebanyakan bangunan megah kota Tadmur berdiri di kawasan tepi utara wadi,[22] termasuk bangunan Kuil Dewa Bel yang didirikan di atas tel bekas landasan sebuah kuil lain (diketahui sebagai kuil Helenistik).[23] Meskipun demikian, hasil kegiatan ekskavasi memperkuat teori yang mengatakan bahwa tel Kuil Dewa Bel mula-mula berlokasi di kawasan tepi selatan wadi. Alur wadi kemudian dialihkan ke sebelah selatan tel pada akhir abad pertama dan awal abad ke-2 Masehi, agar Kuil Dewa Bel menyatu dengan tata ruang kota Tadmur di kawasan tepi utara wadi.[24]

Di kawasan tepi utara wadi juga berdiri Kolonade Besar yang memagari jalan utama (gabungan 3 ruas jalan, tiap ruas berasal dari zaman yang berbeda) sepanjang 11 kilometer (6,8 mil),[25] mulai dari Kuil Dewa Bel di sebelah timur kota[26] sampai ke Kuil Makam No. 86 di sebelah barat kota.[27][28] Sebuah gapura lengkung raksasa berdiri di titik pertemuan ruas tengah dan ruas timur jalan utama,[29] sementara sebuah tetrapilon berdiri di titik pertemuan ruas barat dan ruas tengah jalan utama.[30] Rumah pemandian Diocletianus berdiri di kawasan tepi utara jalan utama,[31] berdekatan dengan bangunan-bangunan tempat tinggal,[32] Kuil Dewa Baal Syamin,[33] dan gereja-gereja khas Romawi Timur, termasuk "Basilika IV", gereja terbesar di Tadmur.[34] Gereja ini diperkirakan dibangun pada zaman wangsa Iustiniana,[35] tinggi pilar-pilarnya diperkirakan mencapai 7 meter (23 kaki), dan landasannya berukuran 27,5 x 47,5 meter (90 × 156 kaki).[34]

Kuil Dewa Nabu dan gedung teater khas Romawi berdiri di kawasan tepi selatan jalan utama.[36] Di belakang gedung teater, berdiri gedung senat berukuran kecil dan Agora berukuran besar, yang masih menampakkan sisa-sisa sebuah triclinium (aula perjamuan) dan pelataran pabean.[37] Jalan melintang di ujung barat jalan utama adalah jalan menuju Kamp Diocletianus[25][38] yang dibangun Sosianus Hierocles (Wali Negeri Romawi di Suriah),[39] berdekatan dengan Kuil Dewi Allat dan Gapura Damsyik.[40]

Suku bangsa, bahasa, dan masyarakat

Potret makam Tadmur

Pada masa pemerintahan Ratu Batzabai, jumlah warga Tadmur mencapai lebih dari 200.000 jiwa.[keterangan 3][42] Suku bangsa pertama yang diketahui mendiami Tadmur adalah orang Amori pada awal milenium ke-2 pra-Masehi,[43] sementara orang Aram tercatat sebagai suku bangsa yang mendiami area tersebut pada akhir milenium yang sama.[44][45] Orang Arab tiba di Tadmur pada akhir milenium pertama pra-Masehi.[46] Syekh Zabdibel, yang membantu Kerajaan Wangsa Seleukos dalam Pertempuran Rafia pada tahun 217 pra-Masehi, tercatat sebagai panglima "selaksa orang Arab dan suku-suku tetangganya".[47] Syekh Zabdibel maupun laskarnya tidak disebut sebagai orang-orang asal Tadmur, tetapi nama "Zabdibel" adalah nama khas Tadmur, sehingga muncul kesimpulan bahwa Syekh Zabdibel berasal dari Tadmur.[48] Pendatang-pendatang Arab berasimilasi dengan penduduk lama, menjadikan bahasa Tadmur sebagai bahasa ibu mereka,[49] dan membentuk salah satu kelompok ningrat yang disegani di Tadmur.[50] Di kota Tadmur juga terdapat sebuah komunitas Yahudi. Prasasti-prasasati berbahasa Tadmur yang ditemukan di nekropolis Bet Sye'arim di Galilea Hilir merupakan bukti penguburan orang-orang Yahudi asal Tadmur.[51] Meskipun jarang, kadang-kadang ada anggota keluarga-keluarga Tadmur yang memakai nama diri Yunani, padahal warga Tadmur yang berkebangsaan Yunani sangat sedikit jumlahnya. Kebanyakan warga Tadmur dengan nama diri Yunani, yang bukan anggota salah satu keluarga Tadmur, adalah budak belian yang sudah dimerdekakan.[52] Tampaknya warga Tadmur tidak menyukai orang Yunani, yang dianggap sebagai orang asing, dan dibatasi permukimannya di dalam kota.[52]

Prasasti beraksara Tadmur

Sampai akhir abad ke-3 pra-Masehi, warga Tadmur menuturkan sebuah dialek bahasa Aram dan menggunakan abjad Tadmur untuk keperluan tulis-menulis.[keterangan 4][54][55] Bahasa Latin sedikit sekali dituturkan, tetapi bahasa Yunani lazim digunakan kalangan hartawan dalam urusan dagang dan diplomasi.[56] Bahasa Yunani menjadi bahasa dominan di Tadmur pada zaman Kekaisaran Romawi Timur.[57] Sesudah ditaklukkan bangsa Arab, bahasa Yunani pun tergeser oleh bahasa Arab,[57] yang kemudian hari melahirkan bahasa Arab dialek Tadmur.[58]

Masyarakat Tadmur adalah campuran berbagai suku bangsa,[59][60] sebagaimana tampak pada nama-nama klan Aram, Arab, dan Amori.[keterangan 5][61][62] Tadmur adalah sebuah komunitas kesukuan, tetapi ketiadaan sumber membuat hakikat struktur kesukuan Tadmur mustahil dapat diketahui.[63] Ada tiga puluh klan yang terdokumentasi.[64] Lima klan di antaranya teridentifikasi sebagai suku (bahasa Yunani: φυλή, fule) yang terdiri atas beberapa subklan.[keterangan 6][65] Ada empat suku di Tadmur pada zaman Kaisar Nero. Masing-masing suku tinggal di kawasan permukiman tersendiri. Kawasan-kawasan permukiman tersebut diberi nama yang sama dengan nama suku penghuninya.[66] Tiga di antaranya adalah suku Komare, suku Mattabol, dan suku Ma'zin. Suku yang keempat tidak diketahui secara pasti, tetapi mungkin sekali adalah suku Mita.[66][67]

Seiring waktu berjalan, keempat suku tersebut semakin bersifat kekotaan sehingga batas-batas kesukuan menjadi kabur.[keterangan 7][66] Pada abad ke-2 Masehi, identitas klan kehilangan arti pentingnya, dan akhirnya menghilang pada abad ke-3 Masehi.[keterangan 8][66] Bahkan keempat suku pun kehilangan arti pentingnya pada abad ke-3 Masehi, karena hanya ada satu prasasti yang menyebut-nyebut nama suku sesudah tahun 212. Kaum ningratlah yang selanjutnya berperan penting dalam organisasi kemasyarakatan kota Tadmur.[69] Kaum wanita tampaknya aktif berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Kaum wanita mendanai pembuatan prasasti-prasasti, bangunan-bangunan, maupun gedung-gedung makam, dan dalam kasus-kasus tertentu juga memegang jabatan pemerintahan. Persembahan kepada dewa-dewi atas nama kaum wanita juga terdokumentasi.[70] Pada zaman Bani Umayyah, mayoritas warga Tadmur adalah ahli Bani Kalib.[71] Benyamin orang Tudela mencatat keberadaan 2.000 orang Yahudi di kota Tadmur pada abad ke-12.[72] Tadmur mengalami kemerosotan sesudah digempur Kekaisaran Wangsa Timur pada tahun 1400,[73] dan menyusut menjadi sebuah desa berpenduduk 6.000 jiwa pada awal abad ke-20. Meskipun hidup dikelilingi kaum Badawi, warga desa Tadmur masih mempertahankan dialek mereka.[58] Tadmur seterusnya menjadi sebuah permukiman kecil sampai direlokasi pada tahun 1932.[74]

Kebudayaan

Langkanya artefak Zaman Perunggu yang ditemukan di kota ini menunjukkan bahwa, dari segi kebudayaan, Tadmur terhubung erat dengan kawasan barat Suriah.[75] Pada zaman Klasik, Tadmur memiliki kebudayaan khas[76] yang berakar pada tradisi Semit lokal[77] dan dipengaruhi kebudayaan Yunani-Romawi.[keterangan 9][79] Agar terkesan sudah berintergrasi dengan Kekaisaran Romawi, beberapa warga Tadmur mengadopsi nama diri khas Yunani-Romawi, baik dirangkaikan maupun tanpa dirangkaikan dengan nama kedua yang khas pribumi.[80] Soal seberapa jauh kebudayaan Yunani mempengaruhi kebudayaan tadmur masih menjadi pokok perdebatan.[81] Para ahli menafsirkan praktik-praktik Yunani yang diamalkan warga Tadmur secara berbeda-beda. Banyak yang berpandangan bahwa praktik-praktik tersebut hanya sekadar kulit luar, sedangkan isinya tetap bersifat lokal.[82] Contohnya adalah senat Tadmur. Meskipun peninggalan-peninggalan tertulis Tadmur dalam bahasa Yunani menyebutnya sebagai sebuah boule (lembaga pemerintahan khas Yunani), senat Tadmur sesungguhnya adalah kumpulan kepala suku yang menjabat tanpa melalui proses pemilihan (badan musyawarah khas Timur Dekat).[83] Yang lain berpandangan bahwa kebudayaan Tadmur adalah fusi tradisi lokal dan tradisi Yunani-Romawi.[84]

Loculus (lahad) pangsa Tadmur, Museum Arkeologi Istanbul
Mumi Tadmur

Kebudayaan Persia mempengaruhi siasat tempur, pakaian, dan upacara istana.[85] Tadmur tidak memiliki perpustakaan besar maupun fasilitas penerbitan karya tulis, dan tidak ada gerakan intelektual yang menjadi ciri khas kota-kota Dunia Timur seperti Edesa atau Antiokhia.[86] Meskipun Ratu Batzabai membuka lebar-lebar pintu istananya bagi kaum cerdik pandai, satu-satunya cendekiawan terkemuka yang terdokumentasi adalah Cassius Longinus.[86]

Tadmur memiliki sebuah agora besar,[keterangan 10] tetapi agora Tadmur tidak sama dengan agora-agora Yunani (lokasi rapat umum sekaligus sebuah bangunan umum) karena lebih mirip karavanserai khas Dunia Timur daripada pusat kegiatan masyarakat.[88][89] Jenazah warga Tadmur dimakamkan di dalam bangunan-bangunan mausoleum milik keluarga yang dibangun dengan megah.[90] Tembok kebanyakan mausoleum Tadmur terbentuk dari susunan petak-petak tempat membujurkan jenazah (bahasa Latin: loculus).[91][92] Lubang petak jenazah ditutupi papan batu berelief sosok si mati. Selain berfungsi sebagai batu nisan, papan-papan batu berelief tersebut juga memperindah tembok di dalam ruangan mausoleum.[92] Sarkofagus muncul pada akhir abad ke-2 Masehi, dan digunakan sebagai wadah jenazah di beberapa gedung makam.[93] Banyak gedung makam yang menyimpan mumi. Metode pengawetan jenazah di Tadmur mirip dengan metode yang digunakan bangsa Mesir Kuno.[94][95]

Seni rupa dan arsitektur

Interior Menara Elahbel, foto tahun 2010

Meskipun berkaitan dengan seni rupa Yunani, seni rupa Tadmur memiliki gaya tersendiri yang tidak dimiliki tempat-tempat lain di kawasan tengah daerah Lembah Sungai Efrat.[96] Seni rupa Tadmur tampak jelas pada relief-relief manusia dari kepala sampai dada yang terpahat pada papan batu penutup petak tempat membujurkan jenazah.[96] Relief-relief ini menonjolkan pakaian, perhiasan, dan tampak depan dari orang yang digambarkan.[96][97] Ciri-ciri tersebut dapat dianggap sebagai pendahulu dari seni rupa Romawi Timur.[96] Menurut Michael Rostovtzeff, seni rupa Tadmur dipengaruhi seni rupa Partia.[98] Meskipun demikian, asal-usul frontalitas (tampilan hadap depan) yang menjadi ciri khas seni rupa Tadmur maupun seni rupa Partia merupakan sebuah isu kontroversial. Meskipun diduga (oleh Daniel Schlumberger) berasal dari seni rupa Partia,[99] Michael Avi-Yonah berpendapat bahwa frontalitas dalam seni rupa Tadmur adalah tradisi lokal Suriah, dan seni rupa Partialah yang dipengaruhi tradisi tersebut.[100] Hanya segelintir lukisan yang sintas. Tak satu pun patung perunggu warga kota terkemuka (yang dulu tegak di atas penyangga pada puncak pilar-pilar utama Kolonade Besar) yang sintas.[101] Sebuah friz yang sudah rusak dan karya-karya seni pahat lainnya dari Kuil Dewa Bel, yang kebanyakan sudah dipindahkan ke museum-museum di Suriah maupun di luar Suriah, kiranya dapat memberi gambaran tentang karya-karya seni pahat monumental yang pernah menghiasi ruang-ruang publik kota Tadmur.[101]

Banyak dari relief-relief makam yang sintas dipindahkan ke museum-museum Dunia Barat pada abad ke-19.[102] Tadmur menyajikan contoh-contoh paling tepat dari karya-karya seni Dunia Timur yang menyulut sebuah kontroversi sejarah seni rupa pada tahun-tahun peralihan dari abad ke-19 menuju abad ke-20, yakni kontroversi perihal sampai sejauh mana pengaruh Dunia Timur terhadap seni rupa Romawi menggantikan pakem-pakem seni rupa zaman Klasik yang dianggap ideal itu dengan citra-citra yang menampilkan tampak depan, hieratis, dan lebih sederhana (sebagaimana yang diyakini Josef Strzygowski dan beberapa pihak lain).[101][103] Transisi tersebut dipandang sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kebudayaan di Kekaisaran Romawi Barat, alih-alih sebagai dampak dari pengaruh artistik Dunia Timur.[101] Tidak seperti karya-karya seni pahat Romawi, relief-relief makam Tadmur, yang menampilkan sosok manusia dari kepala sampai dada, merupakan potret-potret ala kadarnya. Meskipun banyak yang menampakkan individualitas bermutu tinggi, mayoritas relief makam Tadmur hanya menampakkan sedikit perbedaan satu sama lain dalam menggambarkan sosok-sosok yang sebaya dan yang sama jenis kelaminnya.[101]

Sebagaimana seni rupanya, arsitektur Tadmur juga dipengaruhi gaya arsitektur Yunani-Romawi, meskipun tetap mempertahankan unsur-unsur lokal (tampak jelas pada Kuil Dewa Bel).[keterangan 11][104][107] Meskipun tembok-temboknya yang berukuran raksasa diapit pilar-pilar tradisional Romawi,[107][108] pada hakikatnya denah Kuil Dewa Bel adalah denah sebuah kuil Semit.[107] Seperti bangunan Bait Suci yang kedua, Kuil Dewa Bel terdiri atas pelataran luas dan bangunan suci utama yang terletak hampir di tengah-tengah pelataran serta sejajar dengan pintu masuk ke pelataran (denah yang melestarikan unsur-unsur bangunan kuil buatan Ebla dan Ugarit).[107][109]

Situs

Makam

Lembah Makam pada tahun 2010
Gedung Senat
Rumah Pemandian Diocletianus
Patung Dewi Allat (diserupakan dengan Dewi Atina), ditemukan di dalam Kuil Dewi Allat (diluluhlantakkan pada tahun 2015)
Kuil Makam No. 86
Tembok Diocletianus

Di sebelah barat tembok-tembok kuno, warga Tadmur membangun sejumlah gedung makam berukuran besar yang kini menjadi bagian dari kawasan Lembah Makam,[110] sebuah nekropolis sepanjang 1 kilometer (0,62 mil).[111] Ada lebih dari 50 makam yang terdapat di kawasan Lembah Makam. Kebanyakan di antaranya berbentuk menara, dan paling tinggi bertingkat empat.[112] Menara-menara makam tergantikan oleh kuil-kuil makam pada paruh pertama abad ke-2 Masehi, karena menara makam yang paling muda umurnya diperkirakan dibangun pada tahun 128 Masehi.[27] Kota Tadmur juga memiliki kawasan-kawasan pemakaman lain yang terletak di sebelah utara, barat daya, dan di sebelah tenggara, yang kebanyakan makamnya adalah hypogaeum (ruang makam bawah tanah).[113][114]

Bangunan-bangunan menonjol

Bangunan umum

  • Gedung Senat
Sebagian besar bangunannya sudah runtuh.[37] Gedung Senat adalah bangunan kecil yang terdiri atas sebuah pelataran berperistilium dan sebuah ruangan yang pada salah satu ujungnya terdapat apsis dengan jajar-jajar tempat duduk di sekitarnya.[64]
  • Rumah Pemandian Diocletianus
Tidak ada lagi bagian bangunan ini yang masih tegak di atas permukaan fondasi.[115] Pintu masuknya ditandai empat pilar raksasa dari batu granit Mesir, masing-masing berdiameter 1,3 meter (4 kaki 3 inci), dengan tinggi mencapai 12,5 meter (41 kaki), dan bobot seberat 20 ton.[37] Pada bagian dalam rumah pemandian, masih tampak jelas bekas-bekas tepian sebuah kolam pemandian yang dikellingi kolonade dengan pilar-pilar berlanggam Korintus, demikian pula bekas-bekas sebuah ruangan berlantai segi delapan yang digunakan sebagai ruang ganti dan dilengkapi sebuah lubang saluran pembuangan air di tengah-tengahnya.[37] Sossianus Hierocles, Wali Negeri Suriah pada masa pemerintahan Kaisar Diocletianus, mengaku sebagai orang yang membangun Rumah Pemandian Diocletianus, tetapi mungkin sekali bangunan ini didirikan pada akhir abad ke-2 Masehi, dan Sossianus Hierocles hanya merenovasinya.[keterangan 12][117]
  • Agora
Agora kota Tadmur adalah bagian dari serangkaian bangunan yang juga mencakup pelataran pabean dan triclinium. Agora yang didirikan pada paruh kedua abad pertama Masehi ini[118] adalah bangunan raksasa seluas 71 x 84 meter (233 x 276 kaki) dengan 11 pintu masuk.[37] Di dalam agora ditemukan 200 pilar pendek yang digunakan sebagai lapik patung tokoh-tokoh masyarakat Tadmur.[37] Dari tulisan yang tertera pada lapik-lapik tersebut, dapat diketahui kaidah penempatan patung. Sisi timur adalah tempat khusus untuk memajang patung-patung para senator, sisi utara diperuntukkan bagi patung-patung para pejabat, sisi barat disediakan bagi patung-patung para perwira, dan sisi selatan menampung patung-patung para pemimpin kafilah dagang.[37]
  • Pelataran Pabean
Pelataran Pabean adalah sebuah lapangan luas berbentuk persegi panjang dan berpagar tembok, yang terletak di sebelah selatan agora. Tembok utara Pelataran Pabean juga adalah tembok selatan agora.[119] Mula-mula lapangan ini dimasuki melalui sebuah vestibulum (laluan) raksasa di tembok barat dayanya.[119] Vestibulum tidak lagi dapat digunakan setelah terhalang bangunan tembok pertahanan, sehingga Pelataran Pabean akhirnya dimasuki melalui tiga pintu dari agora.[119] Lapangan ini diberi nama "Pelataran Pabean" karena di dalamnya ditemukan papan batu setinggi 5 meter (16 kaki) bertuliskan hukum kepabeanan Tadmur.[120][121]
  • Triclinium Agora
Bangunan ini terletak di sudut barat laut agora, dan berdaya tampung sampai 40 orang.[122][123] Triclinium Agora adalah sebuah aula seluas 12 x 15 meter (39 x 49 kaki) dengan hiasan corak temesir tak terputus pada dindingnya. Corak hias ini ditempatkan setinggi setengah dari tinggi dinding.[124] Triclinium Agora mungkin sekali digunakan para penguasa Tadmur.[122] Direktur Jenderal Kepurbakalaan Prancis di Suriah, Henri Seyrig, berpendapat bahwa bangunan ini adalah sebuah kuil kecil sebelum diubah menjadi triclinium (aula perjamuan).[123]

Kuil

  • Kuil Dewa Bel
Kuil yang diresmikan pada tahun 32 Masehi ini[125] dikelilingi halaman luas yang dipagari portiko. Lingkungan kuil berbentuk persegi panjang searah garis bujur.[126] Panjang tembok luarnya mencapai 205 meter (673 kaki), dan dilengkapi sebuah propylaeum (gapura raksasa).[127] Cella Kuil Dewa Bel berdiri di atas sebuah podium di tengah-tengah halaman.[128]
  • Kuil Dewa Baal Syamin
Bangunan lama kuil ini diperkirakan berasal dari akhir abad ke-2 pra-Masehi.[129] Altarnya dibangun pada tahun 115 Masehi,[109] dan kuil ini dibangun ulang pada tahun 131 Masehi.[130] Bangunan kuil terdiri atas sebuah cella sebagai pusat bangunan, dan dua pelataran berkolonade di sebelah utara dan selatan pusat bangunan.[131] Sebuah vestibulum bertiang enam berdiri di depan cella, dan tembok-tembok samping cella dihiasi pilar-pilar semu berlanggam Korintus.[132]
  • Kuil Dewa Nabu
Sebagian besar bangunannya sudah runtuh.[133] Denahnya adalah denah kuil khas Dunia Timur. Dari propylaeum pada tembok luarnya, tampak sebuah podium seluas 20 x 9 meter (66 x 30 kaki) yang berportiko. Hanya lapik-lapik pilar serambi yang masih lestari.[131] Cella kuil ini adalah sebuah peristilium yang mengelilingi altar terbuka.[131]
  • Kuil Dewi Allat
Sebagian besar bangunannya sudah runtuh. Yang tersisa hanya sebuah podium, beberapa pilar, dan rangka pintu.[38] Dari hasil ekskavasi di lingkungan kuil, ditemukan sebuah relief singa raksasa (Singa Dewi Allat) yang dulunya menghiasi tembok pelataran.[132][134]
  • Kuil Dewa Baal Hamon
Hanya tersisa reruntuhannya saja. Kuil ini berdiri di puncak bukit Jabal Muntar, dekat mata air Efqa.[135] Kuil yang dibangun pada tahun 89 Masehi ini terdiri atas sebuah cella dan sebuah vestibulum dengan dua pilar.[135] Sebuah menara pertahanan dibangun berdempet dengan bangunan kuil.[136] Melalui ekskavasi, ditemukan sebuah mosaik yang menggambarkan kuil ini. Dari gambar mosaik tersebut dapat diketahui bahwa tepi atas bangunan cella maupun vestibulum Kuil Dewa Baal Hamon dihiasi pagar langkan berbiku-biku.[136]

Bangunan lain

  • Kolonade Besar
Kolonade Besar adalah jajaran pilar raksasa yang memagari kedua tepi jalan utama kota Tadmur yang membentang sepanjang 11 kilometer (6,8 mil). Tinggi pilar mencapai 950 meter (3.120 kaki), dan sebagian besar diperkirakan berasal dari abad ke-2 Masehi.[25]
  • Kuil Makam No. 86
Bangunan yang juga disebut Makam Rumah ini terletak di ujung barat Kolonade Besar.[27][137] Kuil Makam No. 86 dibangun pada abad ke-3 Masehi, memiliki portiko berpilar enam, dan dihiasi ukiran-ukiran bercorak sulur-suluran.[61][138] Di bagian dalam bangunan terdapat undakan menurun ke kripta berlangit-langit kubah.[138] Bangunan ini mungkin ada sangkut-pautnya dengan keluarga kerajaan, karena merupakan satu-satunya makam di dalam area yang dikeliling tembok kota.[61]
  • Tetrapilon
Bangunan ini didirikan sewaktu kota Tadmur direnovasi Kaisar Diocletianus pada akhir abad ke-3 Masehi.[74] Tetrapilon kota Tadmur adalah sebuah landasan persegi yang pada masing-masing sudutnya tegak satu gugus pilar. Satu gugus pilar terdiri atas empat pilar.[36] Masing-masing gugus pilar menyangga sotoh seberat 150 ton. Di tengah-tengah tiap gugus pilar terdapat sebuah tumpuan yang dulunya berfungsi sebagai lapik patung.[36] Dari keenam belas pilar tersebut, hanya satu pilar yang masih asli, sementara yang lain adalah pilar-pilar beton hasil usaha rekonstruksi yang dikerjakan Direktorat Jenderal Kepurbakalaan Suriah pada tahun 1963.[138] Pilar-pilar yang asli didatangkan dari Mesir dan terbuat dari batu granit merah muda.[36]
Tembok Kota adalah tembok pelindung yang mulai dibangun pada abad pertama Masehi. Di tempat-tempat tertentu, Tembok Kota menyatu dengan pegunungan yang merupakan tembok alam kota Tadmur. Tembok Kota melingkungi kawasan-kawasan permukiman, kebun-kebun, dan oasis.[21] Sesudah tahun 273 Masehi, Kaisar Aurelianus mendirikan tembok benteng yang dikenal dengan nama Tembok Diocletianus.[21] Tembok tersebut melingkungi area seluas kira-kira 80 hektar, lebih kecil dari area kota yang dilingkungi tembok lama sebelum tahun 273 Masehi.[139][140]

Penghancuran oleh Negara Islam Irak dan Syam

Sisa-sisa pintu masuk berpelengkung sesudah penghancuran cella Kuil Dewa Bel

Menurut keterangan saksi mata, pada tanggal 23 Mei 2015, para pejuang Negara Islam Irak dan Syam menghancurkan Singa Dewi Allat dan patung-patung lain. Peristiwa ini terjadi berhari-hari sesudah para pejuang mengumpulkan warga Tadmur dan berjanji tidak akan menghancurkan monumen-monumen kota itu.[141] Menurut keterangan para aktivis maupun petinggi Dinas Purbakala Suriah, Maamoun Abdulkarim, Negara Islam Irak dan Syam menghancurkan Kuil Dewa Baal Syamin pada tanggal 23 Agustus 2015.[142] Pada tanggal 30 Agustus 2015, Negara Islam Irak dan Syam menghancurkan cella Kuil Dewa Bel.[143] Pada tanggal 31 Agustus 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan bahwa kuil tersebut sudah dihancurkan.[144] Yang masih tersisa dari bangunan raksasa ini hanya tembok-tembok luar dan pintu masuk berpelengkung.[143][145]

Pada tanggal 4 September 2015, Negara Islam Irak dan Syam diketahui telah menghancurkan tiga dari makam-makam menara yang paling utuh bangunannya, termasuk Menara Elahbel.[146] Pada tanggal 5 Oktober 2015, media massa melaporkan bahwa Negara Islam Irak dan Syam telah menghancurkan bangunan-bangunan yang tidak memiliki arti religius, termasuk gapura pelengkung raksasa.[147] Pada tanggal 20 Januari 2017, tersiar kabar bahwa para pejuang Negara Islam Irak dan Syam telah menghancurkan tetrapilon dan sebagian bangunan teater.[148] Sesudah Tadmur direbut kembali Angkatan Darat Suriah pada bulan Maret 2017, Direktur Kepurbakalaan dan Museum di Kementerian Kebudayaan Suriah, Maamoun Abdulkarim, mengungkap bahwa kerusakan yang menimpa monumen-monumen kuno mungkin tidak separah yang disangka sebelumnya, dan foto-foto awal menunjukkan hampir tidak ada kerusakan tambahan selain dari yang sudah diketahui.[149] Kepala Dinas Purbakala, Wael Hafyan, menyatakan bahwa tetrapilon mengalami kerusakan parah, sementara kerusakan yang menimpa muka bangunan teater Romawi tidak terlampau parah.[150]

Restorasi

Rekonstruksi digital Kuil Dewa Bel (New Palmyra project)

Sebagai respons terhadap penghancuran tersebut, pada tanggal 21 Oktober 2015, Creative Commons merintis New Palmyra Project, sebuah repositorium daring yang menampung model-model tiga dimensi dari monumen-monumen kota Tadmur. Model-model tersebut dihasilkan dari gambar-gambar yang dikumpulkan dan dirilis ke domain publik oleh pegiat internet Suriah, Bassel Khartabil, antara tahun 2005 sampai tahun 2012.[151][152] Berkonsultasi dengan UNESCO, badan-badan khusus PBB, asosiasi-asosiasi arkeologi, dan museum-museum menyusun rencana-rencana restorasi Tadmur. Pelaksanaan restorasi ditangguhkan sampai pertumpahan darah di Suriah berakhir, baik karena banyak rekanan internasional mengkhawatirkan keselamatan tim mereka maupun untuk memastikan bahwa artefak-artefak yang sudah direstorasi nantinya tidak akan kembali rusak akibat pertempuran-pertempuran susulan.[153] Usaha restorasi berskala kecil pun dilakukan. Dua patung makam Tadmur, yang dirusak dan dihilangkan bagian wajahnya oleh Negara Islam Irak dan Syam, dikirim ke Roma untuk direstorasi, kemudian dikirim kembali ke Suriah.[154] Restorasi Singa Dewi Allat memakan waktu dua bulan lamanya, dan patung itu akhirnya dapat dipamerkan pada tanggal 1 Oktober 2017. Singa Dewi Allat kini tersimpan di Museum Nasional Damsyik.[155]

Sehubungan dengan usaha restorasi, arkeolog penemu kota Ebla, Paolo Matthiae, mengemukakan bahwa "situs arkeologi Tadmur adalah hamparan luas reruntuhan, dan hanya 20 sampai 30% yang rusak parah. Sayang sekali persentase yang rusak parah tersebut mencakup pula unsur-unsur penting, misalnya Kuil Dewa Bel, sementara Gapura Kemenangan dapat dibangun kembali." Ia menambahkan pula bahwa, "bagaimanapun juga, dengan menggunakan teknik-teknik tradisional maupun teknologi-teknologi maju, 98% dari situs itu mungkin sekali dapat direstorasi".[156]

Sejarah

Mata air Efqa, mengering pada tahun 1994 [157]

Situs purbakala di Tadmur menyimpan bukti-bukti keberadaan sebuah permukiman Zaman Batu Muda di dekat mata air Efqa.[158] Perkakas-perkakas batu yang ditemukan di situs ini diperkirakan berasal dari tahun 7500 pra-Masehi.[159] Pemeriksaan stratigrafi tel di bawah Kuil Dewa Bel menyingkap keberadaan sebuah bangunan bata-lumpur yang didirikan sekitar tahun 2500 pra-Masehi, berikut bangunan-bangunan lain yang didirikan pada Zaman Perunggu Pertengahan dan Zaman Besi.[160]

Zaman bahari

Nama kota Tadmur memasuki catatan sejarah pada Zaman Perunggu, yakni sekitar tahun 2000 pra-Masehi, ketika Puzur-Isytar orang Tadmur menyepakati sebuah perjanjian di koloni dagang Asyur di Kültepe.[159] Nama kota Tadmur kemudian hari tercatat pula dalam lauh-lauh lempung Mari sebagai salah satu persinggahan kafilah-kafilah dagang maupun suku-suku pengembara, misalnya orang Sute,[59] dan ditaklukkan bersama-sama daerah sekitarnya oleh Yahdun-Lim, Raja Mari.[161] Raja Asyur, Syamsi Adad I, melewati daerah tersebut dalam perjalanannya menuju Laut Tengah pada awal abad ke-18 pra-Masehi.[162] Ketika itu, Tadmur merupakan kota di pelosok timur wilayah Kerajaan Qatna[163] yang diserang orang Sute, suku bangsa yang melumpuhkan lalu lintas perdagangan di jalur-jalur dagang.[164] Nama kota Tadmur kembali muncul dalam sebuah lauh dari abad ke-13 pra-Masehi yang ditemukan di Emar. Lauh ini mengabadikan nama dua "orang Tadmur" selaku saksi.[59] Pada awal abad ke-11 pra-Masehi, Raja Asyur, Tiglat-Pileser I, mencatat kemenangannya atas "orang-orang Aram" asal "Tadmar".[59] Ia menyebut Tadmur sebagai bagian dari negeri Amurru.[165] Tadmur adalah kota di perbatasan wilayah Kerajaan Aram-Damsyik yang ditaklukkan Kekaisaran Asyur Baru pada tahun 732 pra-Masehi.[166]

Alkitab Ibrani (2 Tawarikh 8:4) mengabadikan nama "Tadmor", sebuah kota di padang gurun yang diperkuat (dibentengi) Salomo, Raja Israel.[167] Dalam jilid ke-8 karya tulisnya, Antiquitates Iudaicae, sejarawan Flavius Iosephus menyebutkan bahwa kota "Palmira" (nama Yunani kota Tadmur) dibangun Salomo.[130] Tradisi-tradisi Arab kemudian hari menyebutkan bahwa kota Tadmur dibangun abdi Salomo dari bangsa jin.[168] Pengait-ngaitan kota Tadmur dengan Salomo muncul akibat pencampuradukan "Tadmor" dengan "Tamar", yakni kota yang dibangun Salomo di Yudea (1 Raja–Raja 9:18).[129] Uraian Alkitab tentang "Tadmor" dan bangunan-bangunannya tidak selaras dengan temuan-temuan arkeologi di Tadmur, yang merupakan sebuah permukiman kecil pada masa pemerintahan Salomo (abad ke-10 pra-Masehi).[129]

Zaman Helenistik dan zaman penjajahan Romawi

Prasasti yang memuat nama Raja Epifanes

Pada zaman Helenistik, Tadmur adalah sebuah permukiman makmur yang tunduk di bawah pemerintahan raja-raja wangsa Seleukos (antara tahun 312 sampai tahun 64 pra-Masehi).[129][169] Bukti-bukti urbanisasi Tadmur pada zaman Helenistik sangat sedikit jumlahnya. Salah satu bukti penting adalah Prasasti Lagman II yang ditemukan di Provinsi Lagman, Afganistan. Prasasti ini dibuat sekitar tahun 250 pra-Masehi atas perintah Kaisar India, Asoka. Meskipun terjemahannya masih diperdebatkan, semitolog André Dupont-Sommer berpendapat bahwa prasasti ini mengabadikan keterangan tentang jarak tempuh dari Lagman ke "Tdmr" (Tadmur).[keterangan 13][171] Pada tahun 217 pra-Masehi, sepasukan laskar Tadmur di bawah pimpinan Zabdibel bergabung dengan angkatan bersenjata Raja Antiokos Agung dalam Pertempuran Rafia yang berakhir dengan kekalahan Kerajaan Wangsa Seleukos di tangan Kerajaan Wangsa Ptolemaios.[46] Pada pertengahan zaman Helenistik, Tadmur, yang sebelumnya terletak di kawasan tepi selatan wadi Alqubur, mengalami pemekaran sampai ke kawasan tepi utara wadi tersebut.[24] Pada akhir abad ke-2 pra-Masehi, makam-makam menara di kawasan Lembah Makam serta kuil-kuil kota Tadmur (teristimewa Kuil Dewa Baal Syamin, Kuil Dewi Allat, dan kuil-kuil Helenistik) mulai dibangun.[23][46][129] Sisa-sisa sebuah prasasti berbahasa Yunani dari masa pembangunan Kuil Dewa Bel menyebut-nyebut seorang raja bergelar Epifanes, yakni gelar yang disandang raja-raja wangsa Seleukos.[keterangan 14][177]

Pada tahun 64 pra-Masehi, Kerajaan Wangsa Seleukos ditaklukkan Republik Romawi, dan dijadikan Provinsi Suriah oleh Panglima Romawi, Pompeius.[46] Tadmur dibiarkan merdeka,[46] tetap berdagang dengan Republik Romawi maupun Kekaisaran Partia, tetapi tidak menjadi bagian dari kedua-duanya.[178] Prasasti tertua yang ditemukan di Tadmur diperkirakan dibuat sekitar tahun 44 pra-Masehi,[49] ketika Tadmur masih berupa sebuah masyakhah (negara yang dikepalai seorang syekh), tempat kafilah-kafilah dagang mengambil bekal air jika kebetulan melewatinya.[179] Meskipun demikian, menurut keterangan Apianos, Tadmur adalah kota yang cukup makmur, sehingga Marcus Antonius merasa perlu mengerahkan pasukan untuk menaklukkannya pada tahun 41 pra-Masehi.[178] Warga Tadmur mengungsi ke wilayah Partia di kawasan tepi timur Sungai Efrat,[178] tempat mereka dapat mempertahankan diri.[49]

Daerah swatantra Tadmur

Cella Kuil Dewa Bel (dihancurkan pada tahun 2015)
Teater Tadmur (dirusak pada tahun 2017)
Gapura lengkung raksasa di ruas timur Kolonade Besar (dihancurkan pada tahun 2015)

Tadmur menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi setelah ditaklukkan dan membayar upeti pada awal masa pemerintahan Kaisar Tiberius, yakni sekitar tahun 14 Masehi. [keterangan 15][46][181] Pemerintah Kekaisaran Romawi menetapkan garis-garis batas Daerah Tadmur,[182] dan menjadikannya bagian dari wilayah Provinsi Suriah.[180] Plinius Tua menyebutkan bahwa Daerah Tadmur berbatasan langsung dengan Daerah Emesa.[183] Sebuah tapal penanda batas barat daya Daerah Tadmur ditemukan pada tahun 1936 oleh Daniel Schlumberger di Qasrul Hairul Gharbi, dan diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Kaisar Hadrianus atau sesudahnya. Tapal ini menandai batas antara Daerah Tadmur dan Daerah Emesa.[keterangan 16][185][186] Garis perbatasan ini mungkin sekali memanjang ke utara sampai Khirbatul Bilas di Jabal Bilas, tempat ditemukannya tapal lain yang dipancangkan Wali Negeri Romawi, Silanus. Tapal tersebut berjarak 75 kilometer (47 mil) dari barat laut Tadmur, dan mungkin menandai perbatasan antara Daerah Tadmur dan Daerah Epifania.[187][182] Garis batas selatan Daerah Tadmur memanjang sampai ke daerah Lembah Sungai Efrat.[186] Di dalam Daerah Tadmur terdapat banyak desa yang tunduk kepada pemerintah ibu kota daerah,[188] termasuk permukiman-permukiman besar seperti Al Qaryatain.[189] Pada zaman Kekaisaran Romawi, kota Tadmur menjadi sangat makmur, dan mendapatkan status swapraja dalam wilayah Kekaisaran Romawi, sehingga berwenang menangani sendiri urusan-urusan dalam negerinya.[46] Kepala pemerintahan swapraja Tadmur adalah sebuah badan musyawarah,[190] dan banyak lembaga pemerintahan Tadmur yang dibentuk mengikuti lembaga-lembaga pemerintahan negara kota Yunani (polis).[keterangan 17][191]

Peninggalan tertulis paling tua di Tadmur yang menyinggung keberadaan bangsa Romawi di kota itu diperkirakan berasal dari tahun 18 Masehi, yakni tahun ketika Panglima Romawi, Germanicus, berusaha menjalin persahabatan dengan Partia. Germanicus mengutus seorang tokoh Tadmur bernama Aleksandros ke Mesene, kerajaan bawahan Partia.[keterangan 18][194] Peninggalan tertulis berikutnya mencatat kedatangan Legio X Fretensis (Legiun X, Laskar dari Selat) pada tahun 19 Masehi.[keterangan 19][195] Pejabat Romawi di Tadmur sangat sedikit jumlahnya pada abad pertama Masehi, meskipun para pemungut cukai Romawi bertempat tinggal di Tadmur,[196] dan sebuah jalan yang menghubungkan Tadmur dengan Sura dibangun pada tahun 75.[keterangan 20][197] Kekaisaran Romawi memanfaatkan tenaga warga Tadmur sebagai prajurit,