Sultan Mekah
Sultan Mekkah atau lebih dikenal sebagai Syarif Mekkah (bahasa Arab: شريف مكة) adalah gelar tradisional bagi pemimpin tertinggi di wilayah Mekkah dan Hijaz sebelum integrasinya ke dalam Arab Saudi. Gelar ini biasanya disandang oleh keturunan langsung Hasan bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, dari klan Bani Hasyim. Para penguasa ini memainkan peran penting dalam sejarah Islam, karena memegang otoritas atas dua kota suci, Mekkah dan Madinah. SejarahGelar Syarif Mekkah mulai digunakan sekitar abad ke-10 M dan bertahan hingga awal abad ke-20. Para sultan/syarif Mekkah memiliki kekuasaan otonom namun sering berada di bawah kekuasaan nominal kekhalifahan atau kekuatan regional lainnya seperti: [1] Meskipun demikian, mereka memiliki otoritas religius dan administratif lokal atas wilayah Hijaz, khususnya dalam menjaga keamanan ibadah haji dan mengatur urusan Mekkah dan Madinah. Dinasti HasyimiyahKeluarga Hasyimiyah adalah pemegang gelar syarif paling lama dan berpengaruh. Di antara penguasa terkenalnya adalah:
Masa Utsmaniyah dan Kemerdekaan HijazPada masa Kesultanan Utsmaniyah, Syarif Mekkah memiliki posisi semi-otonom, bertindak sebagai gubernur lokal yang ditunjuk oleh sultan. Namun pada 1916, Syarif Husain bin Ali memproklamasikan kemerdekaan dari Utsmaniyah dengan dukungan Inggris, mendirikan **Kerajaan Hijaz**. Namun, Kerajaan Hijaz tidak bertahan lama. Pada 1924, wilayah ini direbut oleh Abdulaziz bin Saud dari Najd, yang kemudian mendirikan Arab Saudi. [3] Peran ReligiusSultan atau Syarif Mekkah memiliki peran utama dalam menjaga Masjidil Haram dan menjamin kelancaran pelaksanaan haji. Mereka dihormati sebagai pemimpin spiritual sekaligus politik. Akhir KekuasaanSetelah Hijaz ditaklukkan oleh pasukan Abdulaziz al-Saud pada 1924, gelar Syarif Mekkah dihapuskan. Keluarga Hasyimiyah kemudian memerintah Transyordania, yang menjadi Yordania modern. Lihat pulaReferensi
Pranala luar |