Sitra (WiMAX)
Sitra merupakan layanan akses pita lebar nirkabel (BWA) 4G WiMAX yang dihadirkan oleh PT First Media Tbk, menggunakan frekuensi 2,3 GHz. Layanan ini hanya berusia pendek dari tahun 2010-2013 (dan juga tidak pernah menuai hasil yang bagus, baik dari jumlah pelanggan maupun cakupan layanan), sebelum akhirnya dihentikan agar dapat dikonversi menjadi 4G LTE. Jaringan Sitra, yang awalnya direncanakan berada di Jabodetabek dan Medan, kemudian diberikan kepada Internux. SejarahMendapat izin dan awal beroperasiPada tahun 2009 First Media mengikuti tender untuk membangun jaringan WiMAX yang diadakan oleh Kemenkominfo sejak 27 April 2009.[1] Pada 16 Juli 2009, First Media dinyatakan sebagai pemenang untuk daerah tender di Sumatra bagian utara (Aceh dan Sumut, seharga Rp 7,2 miliar) dan di Jabodetabek senilai Rp 121 miliar (bersama Internux).[2] Dibandingkan dengan pemenang lelang lain seperti Internux dan Berca Hardyaperkasa, First Media tidak terlalu mengalami masalah karena sudah melunasinya pada 20 September 2009 (walaupun sedikit terlambat dari batas waktu). Untuk menyiapkan operasional teknologi baru ini, First Media menyiapkan anggaran Rp 1 triliun, dan membangun serta menyewa 100 BTS di Jabodetabek pada akhir 2009-2010.[3][4] Targetnya adalah mencakup pasar penduduk Jabodetabek,[5] dan dalam 3-4 tahun bisa meraih 1 juta pelanggan.[6] Menurut Presiden Komisaris First Media, Peter F. Gontha, layanan WiMAX-nya diharapkan dapat memberikan layanan internet dengan baik,[7] ditambah mendongkrak pendapatan perusahaan hingga dua kali lipat.[6] Pada 28 Juni 2010 layanan WiMAX First Media resmi diluncurkan dengan nama Sitra di Karawaci, Tangerang. Ada tiga jenis layanan, yaitu 1 Mbps, 2 Mbps dan 4 Mbps dengan harga awal Rp 750.000 (termasuk modem dongle).[8] Tarifnya dijamin akan lebih murah dan menurun 40% seiring waktu,[9] setelah mulai dipasarkan pada awal Juli 2010.[10] Sitra mengklaim sebagai operator 4G pertama di Indonesia dan menawarkan ujicoba layanan gratis selama 3 bulan.[11] Lewat Sitra, First Media yakin bahwa WiMAX potensial untuk dikembangkan dan bisa bersaing karena lebih baik dari 3G,[4] setelah dipersiapkan selama setahun bersama konsultan lokal dan asing.[12] Mulanya, Sitra hanya beroperasi di Jabodetabek, mengingat mobilitas masyarakatnya yang tinggi sehingga pasarnya cukup potensial.[4] Dalam beberapa waktu ke depan, First Media telah menganggarkan US$ 350 juta[12] dan tambahan 800 dari 900 BTS sewaan untuk memperkuat jaringan mereka.[4] Meskipun sempat muncul masalah seperti sertifikasi dan penggunaan jaringan oleh pihak lain,[13] belakangan isu ini menghilang. Walaupun sudah cukup pede di awal kemunculannya, termasuk meraih penghargaan sebagai "operator paling menjanjikan",[14] langkah Sitra kemudian tertatih-tatih. Hal ini disebabkan jaringan WiMAX-nya gagal menjangkau seluruh Jabodetabek, dengan hanya tersedia di beberapa wilayah saja seperti Karawaci, Kebon Jeruk, Puri Kembangan, Bintaro, dan Serpong. Cakupan tersebut kemungkinan menyesuaikan pasar menengah atas, mengingat harga perangkatnya (dari Huawei dan ZTE) yang cukup tinggi, dimulai dari Rp 299.000-400.000. Akibatnya, pihak First Media sempat pesimis mengenai kelanjutan proyeknya ini. Apalagi ketika pemerintah memaksakan standar 16d untuk mendukung produk lokal, walaupun lebih mahal jika dibanding versi lain, 16e[15] (meskipun pada akhirnya membebaskan penggunaan 16e yang dianggap operator lebih kompetitif).[16] Komersialisasi layanan WiMAX oleh First Media pun meleset, dengan baru dipasarkan pada 24 Januari 2011. Belakangan, meskipun mencatatkan peningkatan pelanggan, angkanya kurang signifikan, dimana dari 2.000 pada Maret 2011,[17] hanya naik menjadi 7.000 pada November 2011.[18] Walaupun demikian, First Media masih yakin bahwa Sitra pada tahun 2011 bisa meraih 150.000 pelanggan, dan sesuai target, mampu meluaskan jaringannya ke Medan dan Aceh.[19] Memasuki tahun 2012, Sitra hanya memiliki 11.000 pelanggan,[20] meskipun sudah berencana menambah BTS-nya menjadi 1.000-1.500 lokasi.[21] Rencana ekspansi ke Sumatra bagian utara juga tertunda, dengan lebih berfokus pada kalangan sekolah, kampus, perumahan, dan UKM di kawasan Jabodetabek.[22] Pada Maret 2012, First Media melakukan soft launching Sitra kembali.[20] Pemasukan dari Sitra untuk First Media pada 2012 mencapai Rp 8 miliar, naik dari Rp 5 miliar pada 2011. Namun, di tahun ini pun (Desember 2012), First Media masih meragukan fisibilitas operasional WiMAX dengan belum 100% mengkomersialisasi layanannya. Hal ini karena kualitas jaringannya yang belum sempurna,[23] yang tercatat sempat dikeluhkan pelanggan.[24] Namun, mereka tetap meluncurkan produk baru, seperti modem versi kecil dengan USB bernama "MiniMe" yang lebih murah (Rp 199.000), dimana produk ini diharapkan mampu mendampingi penjualan modem besar bernama "BigBro" dan modem sedang bermerek "Buddy".[25] Penutupan layanan dan konversi jaringanBelakangan, para pakar telekomunikasi menyatakan bahwa penerapan layanan WiMAX (termasuk Sitra) sudah terlambat dan tidak lagi marketable di Indonesia.[26] Meskipun sempat menargetkan pertengahan 2012 sebagai waktu komersialisasi layanan WiMAX-nya secara penuh di wilayah operasionalnya, yang diharapkan bisa meraup 1 juta pelanggan dalam dua tahun sekaligus menghasilkan untung bagi First Media,[27] akhirnya Sitra pun menyerah. Adanya "angin segar" dari Kemenkominfo bahwa pengelola WiMAX boleh mengonversi jaringannya ke 4G LTE[28] tidak disia-siakan oleh First Media. Pada 17 Mei 2013, Sitra mengumumkan penghentian layanan WiMAX-nya mulai 7 Juni 2013, dan dari 16 Mei hingga 30 Juni 2012, pelanggan dapat membawa modemnya ke kantor Sitra (bernama "Walk-in-Center") dengan hadiah voucher Rp 100.000. Bagi yang ingin mempertahankan status berlangganannya akan diberi layanan gratis selama 12 bulan, sementara yang ingin menghentikan akan diberi kompensasi.[29] Aksi penghentian ini sempat membuat Kemenkominfo kecewa, karena dilakukan tanpa pemberitahuan ke regulator sehingga dianggap sebagai suatu kelalaian.[20] Belakangan, mereka melunak setelah dijelaskan lewat pertemuan bersama dengan First Media dan BRTI di tanggal 28 Mei 2013.[30] Dalam pertemuan itu, disampaikan bahwa perusahaan itu akan mengonversi jaringan WiMAX-nya ke LTE, sehingga harus melakukan penataan ulang pada BTS-nya. Penghentian dilakukan untuk menghindari interferensi jaringan.[20] Regulator pun memberi syarat, dimana First Media sebagai pengelola merek Sitra harus memberikan kompensasi yang memadai untuk pelanggan.[31] Dalam titik ini, WiMAX Sitra hanya beroperasi di sebagian Jabodetabek saja, dan bisa dikatakan tidak memenuhi target, yang mendasari penghentian layanan tersebut oleh First Media.[20] Sebagai pengganti Sitra, First Media sempat berencana menggunakan merek baru untuk layanan LTE-nya.[32] Dengan investasi senilai US$ 130 juta, diharapkan layanan TDD LTE-nya dapat meraup 400.000 pengguna dalam waktu 6 bulan hingga 1 tahun. Untuk infrastrukturnya, mereka menggandeng Huawei yang mulai melakukan persiapan eNodeB dan Core TDD LTE.[20] Namun, pada 23 Oktober 2013 First Media menyepakati perjanjian Strategic Aliance Agreement dengan perusahaan lain pemegang hak BWA (dan ingin mengonversi WiMAX ke 4G LTE), yaitu Internux. Dalam perjanjian ini, First Media mengalihkan jaringan dan infrastrukturnya untuk digunakan oleh Internux.[33] Frekuensi BWA kedua perusahaan, yang kebetulan sama-sama memenangkan tender di Jabodetabek pada 2009, akan digabungkan menjadi satu.[34] Walaupun First Media sempat menyatakan akan meluncurkan produk yang terpisah dari layanan Internux (yang direncanakan bernama BOLT!), belakangan pelanggan Sitra justru dipindahkan ke layanan BOLT!,[35] yang diluncurkan pada 14 November 2013. First Media lebih memilih melanjutkan bisnis operator jaringannya dalam BOLT! karena dianggap lebih menjanjikan. Selanjutnya, 69% saham Internux senilai Rp 1,34 triliun juga diakuisisi oleh First Media di akhir 2014.[36] Jaringan yang awalnya dimaksudkan untuk Sitra, diberikan untuk Internux sehingga BOLT! dapat berekspansi ke wilayah lain, seperti Medan pada Februari 2015.[37] BOLT! memang lebih sukses dibanding Sitra, yang hingga tahun keempatnya (2017) bisa meraih 4 juta pelanggan.[38] Sayang, usia BOLT! tidak panjang karena jaringan First Media dan Internux (di Jabodetabek dan Medan, eks-WiMAX hasil tender 2009 lalu) diputus Kemenkominfo pada 28 Desember 2018 akibat tunggakan biaya hak penggunaan frekuensi ke negara.[39] Lihat juga
Referensi
Pranala luar
|