Kearifan lokal ini menjadi populer sebagai salah satu faktor di belakang minimnya jumlah korban di Simeulue pada saat gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004. Simeulue sendiri sudah pernah dilanda tsunami pada tahun 1907, dan istilah ini secara turun-temurun diwariskan kepada generasi selanjutnya sebagai sebuah peringatan.[1]
Syair
Masyarakat Simeulue memiliki syair tersendiri untuk memperingatkan datangnya smong, salah satunya:[2]
Enggel mon sao curito Inang maso semonan Manoknop sao fano Uwi lah da sesewan Unen ne alek linon Fesang bakat ne mali Manoknop sao hampong Tibo-tibo mawi Anga linon ne mali Uwek suruik sahuli Maheya mihawali Fano me singa tenggi Ede smong kahanne Turiang da nenekta Miredem teher ere Pesan dan navi da
dengarlah sebuah cerita
pada zaman dahulu
tenggelam satu desa
begitulah mereka ceritakan
diawali oleh gempa
disusul ombak yang besar sekali
tenggelam seluruh negeri
tiba-tiba saja
jika gempanya kuat
disusul air yang surut
segeralah cari
tempat kalian yang lebih tinggi
itulah smong namanya
sejarah nenek moyang kita
ingatlah ini betul-betul
pesan dan nasihatnya