Rainforest Action Network(RAN) dalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 1985 yang berbasis di San Francisco, California, Amerika Serikat dengan fokus pada perlindungan hutan tropis dan hutan yang terancam punah, serta mendukung hak-hak masyarakat adat yang tinggal di kawasan tersebut.[1][2] RAN menyoroti dampak lingkungan dari deforestasi, khususnya aktivitas korporasi yang berkontribusi terhadap degradasi hutan.[3] Dalam kegiatannya, organisasi ini menggunakan strategi akar rumput, termasuk boikot konsumen dan kampanye penulisan surat, untuk memengaruhi praktik korporasi dan kebijakan publik.[4][5][6] RAN membangun koalisi dengan organisasi ilmiah, lingkungan, dan komunitas akar rumput di tingkat global, serta terlibat dalam inisiatif pendidikan dan memberikan dukungan bagi masyarakat lokal di wilayah hutan hujan.[7][8]
Sejarah
RAN merupakan hasil inisiasi Randy “Hurricane” Hayes dan Mike Roselle, organisasi ini pertama kali dikenal secara nasional pada tahun 1987 melalui kampanye akar rumput yang berhasil mendorong Burger King membatalkan kontrak daging sapi senilai 31 juta dolar Amerika dari kawasan hutan hujan di Amerika Tengah.[9][10] Pada akhir 1980-an, RAN meluncurkan boikot terhadap Mitsubishi karena keterlibatan perusahaan tersebut dalam aktivitas kehutanan yang merusak hutan hujan, yang kemudian berakhir melalui kesepakatan pada 1998.[11][12][13] Organisasi ini juga berperan dalam aksi massa menentang Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Seattle tahun 1999.[14]
Program
Tropical Forests Program menyoroti penghentian deforestasi dan degradasi hutan hujan serta pelanggaran terhadap hak masyarakat hutan di Indonesia. Aktivitas pembukaan hutan dan perusakan lahan gambut untuk kepentingan agribisnis serta industri pulp dan kertas yang membuat Indonesia menjadi salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.[15][16]Rainforest Agribusiness yang menyoroti dampak sosial dan lingkungan dari ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia serta menargetkan perusahaan seperti Cargill dan General Mills terkait kebijakan minyak sawit berkelanjutan.[17][18][19]Energy and Finance yang berfokus pada lembaga keuangan pendukung proyek kehutanan dan bahan bakar fosil, termasuk mendorong bank seperti Bank of America dan JP Morgan Chase untuk mengadopsi kebijakan lingkungan serta menekan penghentian pendanaan terhadap pertambangan batu bara mountaintop removal mining (MTR).[20][21][22] dan We Can Change Chevron yang diluncurkan pada 2009 untuk menyoroti kasus pembuangan limbah minyak oleh Texaco di hutan hujan AmazonEkuador (sebelum diakuisisi Chevron), yang berujung pada putusan pengadilan di Ekuador tahun 2012 yang mewajibkan perusahaan tersebut membayar ganti rugi sebesar 18 miliar dolar Amerika.[23][24][25][26]
^Abito, Jose Miguel, David Besanko, dan Daniel Diermeier. An Introduction to Corporate Campaigns, dalam Corporate Reputation and Social Activism: Strategic Interaction, Firm Behavior, and Social Welfare (New York, 2019; edisi online, Oxford Academic, 19 September 2019), https://doi.org/10.1093/oso/9780199386154.003.0001, diakses 27 September 2025.