Pesanggrahan Ambarbinangun
Pesanggrahan Ambarbinangun (bahasa Jawa: ꦥꦱꦁꦒꦿꦃꦲꦤ꧀ꦔꦩ꧀ꦧꦂꦧꦶꦤꦔꦸꦤ꧀, translit. Pasanggrahan Ngambarbinangun) adalah pesanggrahan milik Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang terletak di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Pesanggrahan ini kini diubah menjadi pusat kegiatan kepemudaan dengan nama Pondok Pemuda Ambarbinangun. Pesanggrahan ini sekarang berada dalam pengelolaan Balai Pemuda dan Olahraga, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY. Sejarah![]() Setelah mangkatnya Hamengkubuwana V (bertakhta 1823–1855), adiknya Hamengkubuwana VI akhirnya naik takhta. Upaya untuk membangun kembali pesanggrahan baru terus mendesak, sementara Pesanggrahan Sonopakis yang terletak di sebelah barat Kota Yogyakarta telah lama hancur. Untuk mengganti pesanggrahan yang rusak tersebut, Hamengkubuwana VI berinisiatif untuk membangun pesanggrahan baru dengan nama "Ambarbinangun". Kata tersebut berasal dari dua kata yakni ambar yang berarti "harum" dan binangun berarti "membangun". Dengan demikian, kata tersebut berarti "membangun kembali keharuman sebuah tempat."[1] Hamengkubuwana VI menugaskan seorang Belanda bernama Wenschang untuk membuatkan konsep pesanggrahan ini. Pesanggrahan ini selesai dan mulai dapat digunakan pada tahun 1856[2] (Ruwah 1784 Jawa) berdasarkan prasasti dengan aksara Jawa yang berlokasi di depan bangunan:[3]
Di masa ini, pembangunan pesanggrahan baru oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki perbedaan fungsi, bentuk, dan tata ruangnya, bila dibandingkan dengan pesanggrahan masa Hamengkubuwana II. Kali ini, pesanggrahan yang dibangun jelas hanya digunakan untuk pesiar Sultan, sehingga cukup menggunakan konstruksi kayu dan atap limasan. Pesanggrahan lain yang juga dibangun pada masa yang sama kala itu adalah Pesanggrahan Ambarrukmo.[4] ![]() Pada masa Hamengkubuwana VII, pesanggrahan ini pun direnovasi. Renovasi tersebut meliputi pengubahan fungsi Gedhong Papak menjadi kamar mandi dan toilet. Jalan akses yang tadinya melewati halaman pesanggrahan digeser ke luar pagar tembok. Kemudian, pada masa Hamengkubuwana VIII, sumber air yang digunakan untuk mengairi pesanggrahan dipindah dari Kedung Bayem menuju barat pesanggrahan (Dusun Tempuran) dengan pipa besi dan pemompaan.[5] Penggunaan Pesanggrahan Ambarbinangun relatif tidak berubah pada masa awal Hamengkubuwana IX. Namun, pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, pesanggrahan ini diubah menjadi tempat latihan rutin Keibodan dan Seinendan. Pada masa Agresi Militer Belanda II, Gedhong Pangeran pada bangunan ini digunakan sebagai gudang medis dan persenjataan Tentara Republik Indonesia. Gedhong Pangeran akhirnya dibakar prajurit TRI karena keberadaan mereka telah diketahui Belanda.[6] Pasca-Agresi, bangunan Pesanggrahan Ambarbinangun digunakan sebagai kantor Pemerintah Kabupaten Bantul, tepatnya pada tahun 1949 hingga 1952, kemudian pada 1954–1964 dimanfaatkan sebagai Kantor Panewu Kasihan sekaligus asrama Latihan Kemiliteran Pegawai Sipil. Setelah tak lagi digunakan untuk keperluan apa pun, pada tahun 1965, bangunan ini akhirnya diserahkan kembali ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.[7] Pada tahun 1978, di atas bekas Gedhong Pangeran, didirikan bangunan SMP Mataram, sekolah swasta yang dikelola oleh Yayasan GUPPI. Sementara itu, pada 1980, Kwartir Cabang Pramuka mendirikan Lembaga Cabang Pendidikan Kader Pramuka di atas bekas kebun pesanggrahan. Tiga tahun kemudian, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DIY mendapat izin menggunakan empat bangunan induk sebagai Pondok Pemuda.[7] Bangunan![]() Pesanggrahan Ambarbinangun awalnya memiliki 13 bangunan, di antaranya Dalem Ageng, Gedhong Pecaosan, kolam renang, Bangsal Dhahar, Bangsal Panggung, Gedhong Papak, Gedhong Patehan, kamar mandi dan toilet, pos jaga, Gedhong Pangeran, Mutha, dan Gedogan. Empat bangunan yang terakhir ini sudah tidak ada lagi. Sejumlah gedung baru ditambahkan di area pesanggrahan, di antaranya bangunan SMP Mataram, bangunan baru dari Pondok Pemuda, serta bangunan baru dari Gerakan Pramuka. Pondok Pemuda juga memanfaatkan bangunan eksisting, yakni Dalem Ageng, Gedhong Pecaosan, dan Bangsal Dhahar.[8] Sejumlah bagian bangunan juga beralih fungsi. Kolam renang yang menjadi fokus utama dari pesanggrahan ini telah dialihfungsikan menjadi gedung pertemuan.[9] Bagian bangunan Pesanggrahan Ambarbinangun yang masih asli kini ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2017.[10] Referensi
Daftar pustaka
|