Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Pertempuran Uhud

Pertempuran Uhud
Bagian dari Perang Muslim-Quraisy

Gunung Uhud, lokasi pertempuran kedua antara Muslim dan Quraisy Mekkah.
Tanggal23 Maret 625
LokasiDi lembah yang terletak di depan Gunung Uhud, sekitar 5 mil dari Madinah
Hasil kemenangan Quraisy
Pihak terlibat
Pasukan Muslim Pasukan Quraisy
Tokoh dan pemimpin
Muhammad (WIA)
Abu Bakar
Umar bin Khattab
Ali bin Abi Thalib
Hamzah bin Abdul Muthalib 
Mush'ab bin Umair 
Abdullah bin Jubair 
Al-Mundzir bin Amr[1]
Zubair bin Awwam
Miqdad bin Amr
Ubadah bin ash-Shamit[2]
Mukhairiq 
Abu Sufyan
Hindun binti Utbah
Ikrimah bin Abu Jahal
Khalid bin Walid
Amr bin al-Ash
Wahsyi bin Harb
Thalhah bin Abi Thalhah
Ubay bin Khalaf 
Utbah bin Abi Waqqash
Abdullah bin Syihab az-Zuhri
Kekuatan
650 infanteri,
50 kavaleri (pemanah)
2,800 infanteri,
200 kavaleri (pemanah)
Korban
75 127

Pertempuran Uhud (bahasa Arab: غزوة أحد) adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum pagan Quraisy pada hari sabtu, tanggal 23 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badar. Tentara Islam saat itu berjumlah 1000 orang namun dihasut oleh Abdullah bin Ubay pimpinan kaum munafikin dari madinah sehingga kaum munafik saat itu mundur dari medan perang yang berjumlah 300 orang sehingga jumlah tentara kaum muslimin yang mengikuti Perang Uhud Fisabilillah yakni berjumlah 700 orang sedangkan tentara pagan berjumlah 3.000 orang.[3] Tentara Islam dipimpin langsung oleh Muhammad sedangkan tentara pagan dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut Pertempuran Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari sebelah utara Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil.[4]

Kondisi sebelum peperangan

Sebelum peperangan, pasukan muslimin telah menguasai seluruh jalur perdagangan yang menghubungkan Makkah dengan Syam dan Irak. Mereka melakukan pencegahan atas suku Quraisy sehingga tidak dapat melewati kedua jalur tersebut. Jalur perdagangan yang tersisa bagi suku Quraisy adalah jalur perdagangan dari Makkah ke Habasyah. Pada saat ini, pasukan muslimin juga menjadikan yatsrib/madinah sebagai basis aman untuk kegiatan dakwah dan pangkalan militer.[5]

Di sisi lain, pasukan musyrikin dari suku Quraisy mengumpulkan laba hasil perdagangan untuk dipakai membeli perbekalan dan senjata serta menyewa pasukan. Pengelolaanya diserahkan kepada Abu Sufyan bin Harb. Sedangkan kaum musyrikin di Madinah dan sekelilingnya sebagian besar mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslimin di Madinah. Mereka tidak ikut dalam peperangan dan memilih untuk menetap di pemukiman mereka.[6]

Di Madinah juga tidak ada lagi penduduk yang berasal dari kaum Yahudi. Ini terjadi setelah pengusiran Bani Qaynuqa' akibat melanggar perjanjian damai. Kaum Yahudi di sekeliling kota Madinah memilih mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslimin.[7]

Setelah genap setahun, persiapan mereka benar-benar sudah matang. Tidak kurang dari tiga ribu prajurit Quraisy bersatu dengan sekutu-sekutu mereka dan kabilah-kabilah kecil. Para pemimpin Quraisy berpikir untuk membawa serta para wanita. Karena hal ini dianggap bisa memompa semangat mereka. Adapun jumlah wanita yang diikutsertakan ada lima belas orang.[8]

Hewan pengangkut dalam pasukan Makkah ini sejumlah tiga ribu unta. Penunggang kudanya sebanyak dua ratus, yang disebar di sepanjang jalan yang dilaluinya. Pasukan yang dilengkapi dengan baju besi adalah tujuh ratus orang. Komando tertinggi dipegang oleh Abu Sufyan bin Harb, kornandan pasukan penunggang kuda dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid, dengan Ikrimah bin Abu Jahal sebagai asistennya. Bendera perang sendiri diserahkan kepada Bani Abdud Dar. Setelah persiapan dirasa cukup pasukan Mekkah bergerak menuju Madinah. Hati mereka bergolak karena dendam kesumat dan kebencian yang ditahan sekian lama, siap diledakkan.[8]

Al-Abbas bin Abdul Muththalib yang masih menetap di Mekkah terus memata-matai setiap gerak-gerik orang Quraisy dan persiapan militer mereka. Setelah pasukan berangkat, Al-Abbas mengirim surat kilat kepada Muhammad yang berisi kabar secara rinci tentang pasukan Quraisy. Utusan Al-Abbas segera pergi untuk menyampaikan surat tersebut dan mampu menempuh perjalanan Makkah ke Madinah hanya dalam waktu tiga hari. Dia menyerahkan surat itu ketika Muhammad, saat beliau sedang berada di Masjid Quba'. Beliau menyuruh Ubay bin Ka'ab untuk membacakan surat itu dan memerintahkan agar dirahasiakan. Sejurus kemudian, beliau kembali ke Madinah, lalu memusyawarahkan permasalahannya dengan para pemuka Muhajirin dan Anshar.[8]

Madinah dalam keadaan siaga satu. Tak seorang pun lepas dari senjatanya. Sekalipun sedang shalat, mereka tetap dalam keadaan siaga untuk menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi. Sejumlah orang Anshar, seperti Sa'ad bin Mu'adz, Usaid bin Hudhair, dan Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhum senantiasa menjaga Muhammad. Mereka selalu berada di dekat Pintu rumah beliau. Setiap Pintu gerbang Madinah pasti dijaga oleh sejumlah orang karena dikhawatirkan musuh akan menyerang secara mendadak. Sejumlah orang muslim Iainnya bertugas memata-matai setiap gerakan musuh. Mereka berkeliling di setiap jalur yang bisa dilalui orang-orang musyrik untuk menyerang kaum Muslimin.[8]

Pasukan Mekkah meneruskan perjalanan dengan mengambil jalur utama ke arah barat menuju Madinah. Ketika mereka tiba di Abwa', Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan mengusulkan untuk menggali kuburan bagi Muhammad. Namun, para komandan pasukan Quraisy menolak usulan tersebut. Kali ini, mereka sangat hati-hati terhadap akibat yang harus dihadapi bila mereka berbuat seperti itu. Pasukan melanjutkan perjalanan hingga mendekati Madinah. Mereka melewati Wadi Al-Aqiq, lalu membelok ke arah kanan hingga tiba di dekat bukit Uhud, tepatnya di lokasi yang disebut Ainainy di sebelah utara Madinah. Pasukan Quraisy mengambil tempat di sana pada Jum'at, 6 Syawal 3 H.[8]

Sementara pasukan muslimin bergerak menuju Uhud melewati perkampungan Bani Haritsah, saat tiba di daerah bernama asy-Syaikhoni, Muhammad memulangkan peserta yang masih di bawah umur seperti Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid, Zaid bin Arqam, Abu Said al-Khudri dan lainnya. Malamnya Muhammad dijaga Dzakwan bin Abdu Qais. Menjelang subuh saat pasukan Quraisy nampak dikejauhan, Abdullah bin Ubay membelot dan pulang kembali ke Madinah.[9]

Jumlah pasukan

Posisi Strategi Pertempuran Uhud

Pasukan muslimin berjumlah 700 orang yang terbagi menjadi pasukan infanteri dan pasukan kavaleri (pemanah). Jumlah pasukan infanteri sebanyak 650 orang. Jumlah pasukan kavaleri (pemanah) sebanyak 50 orang. Sedangkan pasukan musyrikin berjumlah 3.000 orang. Sebanyak 2.800 orang berasal dari suku Quraisy dan para sekutunya. Sedangkan 200 orang tentara pasukan berkuda dipimpin langsung oleh Khalid bin Walid yang berasal dari suku Quraisy. Sebanyak 700 orang memakai baju besi. Pasukan musyrikin dilengkapi dengan 200 ekor kuda dan 3.000 ekor unta. Pemimpinnya adalah Abu Sufyan bin Harb. Para istri dari pemuka suku Quraisy turut serta dalam pasukan ini.[10]

Strategi perang

Pasukan musyrikin berkumpul di perkampungan Ash-Shamghah yang berada dekat dengan kota Madinah. Pasukan ini melepaskan unta dan kuda untuk memakan rumput di ladang yanng dimiliki kaum Anshar. Setelahnya, perjalanan mereka dilanjutkan ke Al-Aqiq. Mereka kemudian singgah di bagian bawah dari gunung Uhud. Jaraknya hanya 5 mil dari kota Madinah sebelah utara.[11]

Pasukan musyrikin dibagi menjadi pasukan sayap kanan dan sayap kiri. Pasukan sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan pasukan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal. Sementara panji perang dibawa oleh Thalhah bin Abi Thalhah dari Bani Abdul Dar. Susunan pasukan dari pasukan musyrikin adalah barisan. Keamanan barisan dilakukan oleh kavaleri dari pasukan sayap kiri dan sayap kanan.[11]

Adapun pasukan muslimin, panji dipegang oleh Mushab bin Umair, pasukan berkuda dipimpin Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Amr serta Abdullah bin Jubair selaku pimpinan pasukan panah.[3]

Jalannya Pertempuran

Pada tahap pertama, terjadi perang tanding antara tiga petarung muslim melawan tiga petarung Quraisy Mekah yang dimenangkan muslimin. Berawal dari Thalhah bin Abu Thalhah yang menantang muslimin lalu disambut Zubair bin Awwam dengan menusukkan pedanganya hingga tewas di atas unta. Bendera Thalhah lalu diambil Abu Syaibah bin Utsman bin Abu Thalhah, namun ia pun terbunuh oleh sabetan pedang Hamzah bin Abdul Mutholib. Lalu benderanya diambil Abu Sa'ad bin Abu Thalhah, segara ia terbunuh karena panah Sa'ad bin Abi Waqqash. Selanjutnya bendera Quraisy disongsing Musafi bin Thalhah bin Abu Thalhah yang juga tewas terpanah oleh Ashim bin Tsabit.[12]

Tahap kedua, pecah pertempurang dimana pasukan muslimin berada di atas angin karena pasukan berkuda Khalid tidak dapat menembus pasukan infantri muslim karena dihujani panah dari bukit kecil Rummat di belakang muslimin pimpinan Abdullah bin Jubair sehingga Khalid hanya bisa berdiam menyaksikan dari jauh. Lalu pasukan infantri Mekah terpukul mundur dan dikejar pasukan muslimin. [3]

Pasukan pemanah melihat musuh lari, ikut turun mengejar harta rampasan perang. Melihat pos pemanah sedikit hanya tinggal beberapa orang, Khalid bergerak memutar ke belakang dan menyerang pasukan pemanah dari belakang lalu menyerang pasukan infantri muslim dari belakang, hal ini mendorong pasukan Mekah kembali berbalik menyerang dari depan sehingga pasukan muslim terkepung dan kalah.[8] Kisah ini ditulis di surah Ali Imran ayat 140-179. Dalam ayat-ayat di surah Ali Imran, Muhammad menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi muslim mukmin dan munafik (ayat 166-167).[3]

Jabal Rummat (Bukit Pemanah Muslim) dan Gunung Uhud

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (ayat 142)? Bahkan jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus berperang (ayat 144), karena tiada seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat 145). Lihatlah para Muhammad yang tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim tidak boleh taat pada kafir (ayat 149), karena Allah Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut (ayat 151)."

Ayat-ayat di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan muslim kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih Bukhari, Volume 4, Buku 52, Nomor 276.

Nabi Muhammad mengalami luka-luka dalam pertempuran ini. Ia mengalami luka di bagian gigi seri kanan dan bibir bawah akibat lemparan batu Utbah bin Abi Waqqash, luka di bagian kening karena pukulan Abdullah bin Syihab az-Zuhri,[13] dan terluka pipinya akibat terjepit topeng besi yang terpukul musuh. Sementara Abu Ubaidah bin Jarrah terlepas 2 gigi serinya karena berusaha menggigit jepitan topeng besi Nabi, Thalhah bin Ubaidillah penuh luka dan putus jemarinya saat menjadi tameng Nabi. Mush'ab bin Umair terbunuh dengan terpotong dua tangannya, selanjutnya panji dipegang Ali bin Abi Thalib. Termasuk terbunuh syahid dalam pertempuran ini Hamzah – yang juga seorang paman Muhammad[3] karena ditombak dari belakang oleh Wahsyi. Juga terbunuh Hanzhalah bin Abi Amir, Abdullah bin Jahsy, Abdullah bin Amr bin Haram, Abdullah bin Jubair beserta 70 sahabat lainnya yang keseluruhannya dimakamkan pada Pemakaman Uhud.[8]

Setelah Pertempuran

Pasukan Quraisy merasa puas dan bergembira atas kemenangan di pertempuran Uhud lalu mereka kembali ke Mekah. Sementara Nabi Muhammad mengkonsolidasikan kembali pasukannya dan melakukan pengejaran bersama sahabat sejauh 10 km untuk memastikan kepulangan pasukan Quraisy. Seluruh sahabat dalam keadaan sebagian luka berat mengikuti perintah Nabi berjalan dalam kondisi lelah dan sakit dengan tetap ikhlas.[8]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Najeebabadi, Akbar Shah, History of Islam, Vol.1, hlm. 171
  2. ^ Gil, Moshe (1997-02-27). Ibn Sa'd, 1(1), 147 VII(2), 113f, Baladhuri, Tarikh Tabari, 1 2960, Muqaddasi, Muthir, 25f; Ibn Hisham, 311. Cambridge University press. hlm. 119. ISBN 0521599849. Diakses tanggal 26 January 2020.
  3. ^ a b c d e Katsir, Ibnu (2012). Terjemah Al Bidayah wa an-Nihayah. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-044-5
  4. ^ Ridha 2021, hlm. 23.
  5. ^ Khaththab 2019, hlm. 227.
  6. ^ Khaththab 2019, hlm. 228.
  7. ^ Khaththab 2019, hlm. 228-229.
  8. ^ a b c d e f g h Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman (2021). Sirah Rasulullah (Sejarah Hidup Nabi Muhammad). Jakarta: Ummul Qura. ISBN 978-602-6579-57-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  9. ^ Atim, Muhammad. RINGKASAN SIRAH NABAWIYAH: Butir Butir Perjalanan Hidup Rasulullah SAW (dalam bahasa Melayu). tafakur. hlm. 95. ISBN 978-979-778-288-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  10. ^ Khaththab 2019, hlm. 229.
  11. ^ a b Khaththab 2019, hlm. 230.
  12. ^ Atim, Muhammad. RINGKASAN SIRAH NABAWIYAH: Butir Butir Perjalanan Hidup Rasulullah SAW (dalam bahasa Melayu). tafakur. hlm. 97. ISBN 978-979-778-288-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  13. ^ Ibnu Hisyam. Ali Nurdin (ed.). Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam (Bukel). Diterjemahkan oleh Ikhlas Hikmatiar. Qisthi Press. hlm. 449.

Daftar pustaka

  • Khaththab, Mahmud Syait (2019). Rasulullah Sang Panglima: Meneladani Strategi dan Kepemimpinan Nabi dalam Berperang. Sukoharjo: Pustaka Arafah. ISBN 978-602-6337-06-1. Pemeliharaan CS1: Ref menduplikasi bawaan (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  • Ridha, Muhammad (2021). Perang Uhud (Sabtu, 15 Syawal 3 H\ Januari 625 M). Hikam Pustaka.
Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya