Perempuan membuat kontribusi signifikan pada sains dari masa-masa terawal. Para sejarawan dengan peminatan dalam gender dan sains menyoroti dorongan saintifik dan keterlibatan perempuan, batas-batas yang mereka hadapi, dan strategi yang diterapkan pada pengerjaan mereka dan penerimaan dalam jurnal saintifik besar dan publikasi lainnya. Kajian sejarah, kritikal dan sosiologi dari masalah-masalah tersebut menjadi disiplin akademik pada haknya sendiri.[1]
Perempuan telah berperan dalam bidang kedokteran sejak peradaban awal di dunia Barat. Di Yunani kuno, mereka dapat mempelajari filsafat alam. Pada abad pertama dan kedua Masehi, perempuan berkontribusi dalam pengembangan alkimia. Selama Abad Pertengahan, biara keagamaan menjadi pusat pendidikan bagi perempuan, di mana beberapa komunitas memungkinkan mereka terlibat dalam penelitian ilmiah.[2][3] Meskipun universitas pertama muncul pada abad ke-11, perempuan umumnya tidak memiliki akses ke pendidikan tinggi. [4]Di luar akademisi, botani menjadi salah satu cabang ilmu yang banyak menerima kontribusi dari perempuan pada era modern awal.[5] Di Italia, pendidikan perempuan dalam bidang medis lebih diterima dibandingkan di negara lain. Pada abad ke-18, Laura Bassi menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai profesor dalam bidang ilmiah di Italia.[6]
Pada abad ke-18, peran gender sangat menentukan posisi perempuan dalam masyarakat, tetapi mereka tetap mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Selama abad ke-19, perempuan umumnya tidak diikutsertakan dalam pendidikan sains formal, tetapi mulai diterima dalam perkumpulan ilmiah. Pada akhir abad ke-19, munculnya perguruan tinggi perempuan memberikan kesempatan kerja bagi ilmuwan perempuan dan memungkinkan mereka memperoleh pendidikan lebih lanjut.[7]Marie Curie melakukan penelitian tentang peluruhan radioaktif dan menemukan unsur radium serta polonium.[8] Sebagai fisikawan dan kimiawan, ia menjadi perempuan pertama yang menerima Hadiah Nobel dalam bidang Fisika serta orang pertama yang menerima Hadiah Nobel kedua dalam bidang Kimia. Antara tahun 1901 hingga 2022, enam puluh perempuan telah dianugerahi Hadiah Nobel, dengan dua puluh empat di antaranya dalam bidang fisika, kimia, fisiologi, atau kedokteran.[9]
Perspektif lintas budaya
Perspektif mengenai perempuan dalam ilmu pengetahuan mulai berkembang pada tahun 1970-an dan 1980-an. Namun, sebagian besar literatur yang diterbitkan saat itu mengabaikan perempuan dari kelompok etnis minoritas dan perempuan di luar Eropa serta Amerika Utara.[10] Pembentukan Kovalevskaia Fund pada tahun 1985 dan Organization for Women in Science for the Developing World pada tahun 1993 membantu meningkatkan visibilitas ilmuwan perempuan yang sebelumnya terpinggirkan. Meski demikian, masih terdapat kekurangan informasi mengenai ilmuwan perempuan di negara-negara berkembang, baik dalam konteks historis maupun saat ini.[11] Menurut akademisi Ann Hibner Koblitz, banyak penelitian tentang perempuan dalam sains yang berfokus pada budaya ilmiah di Eropa Barat dan Amerika Utara. Ia berpendapat bahwa generalisasi mengenai peran perempuan dalam sains sering kali tidak berlaku secara lintas budaya. Sebagai contoh, bidang teknik di beberapa negara sering dianggap sebagai ranah laki-laki, terutama dalam subbidang bergengsi seperti teknik listrik atau teknik mesin. Namun, ada pengecualian, seperti di Uni Soviet, di mana semua cabang teknik memiliki persentase perempuan yang tinggi.[12][13]
Natarajan, Priyamvada, "Calculating Women" (review of Margot Lee Shetterly, Hidden Figures: The American Dream and the Untold Story of the Black Women Mathematicians Who Helped Win the Space Race, William Morrow; Dava Sobel, The Glass Universe: How the Ladies of the Harvard Observatory Took the Measure of the Stars, Viking; and Nathalia Holt, Rise of the Rocket Girls: The Women Who Propelled Us, from Missiles to the Moon to Mars, Little, Brown), The New York Review of Books, vol. LXIV, no. 9 (25 May 2017), pp. 38–39.
National Academy of Sciences (2006). Beyond Bias and Barriers: Fulfilling the Potential of Women in Academic Science and Engineering. Washington, D.C.: The National Academies Press. ISBN0-309-10320-7.
Ogilvie, Marilyn Bailey (1993). Women in Science: Antiquity through the Nineteenth Century. MIT Press. ISBN0-262-65038-X.
Shteir, Ann B. (1996). Cultivating Women, Cultivating Science: Flora's Daughters and Botany in England, 1760 to 1860. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. ISBN0-8018-6175-6.
Warner, Deborah Jean (1981). "Perfect in Her Place". Conspectus of History. 1 (7): 12–22.
^Ann Hibner Koblitz, "Gender and science where science is on the margins," Bulletin of Science, Technology & Society, vol. 25, no 2 (2005), hal. 107–114.