Perang Suksesi Antiokia
Perang Suksesi Antiokia, juga dikenal sebagai Perang Suksesi Antiokhia, adalah serangkaian konflik bersenjata di Suriah utara antara tahun 1201 dan 1219 atas suksesi yang disengketakan kepada Bohemond III dari Antiokhia. Kepangeranan Antiokhia adalah kekuatan Kristen terkemuka di wilayah tersebut selama dekade terakhir abad ke-12, tetapi Kerajaan Armenia di Kilikia menantang supremasinya. Perebutan benteng penting, Bagras, di Suriah oleh Leo II dari Armenia Kilikia menimbulkan konflik berkepanjangan di awal tahun 1190-an. Leo mencoba merebut Antiokhia, tetapi warga kota Yunani dan Latin membentuk komune yang mencegah tentara Armenia menduduki kota tersebut. Putra sulung Bohemond III, Raymond, meninggal pada tahun 1197, meninggalkan seorang bayi laki-laki, Raymond-Roupen. Ibu anak laki-laki itu, Alice, adalah keponakan Leo II dan pewaris takhta. Bohemond III dan para bangsawan Antiokhia menegaskan hak Raymond-Roupen untuk menggantikan kakeknya di Antiokhia, tetapi komune tersebut lebih memilih putra bungsu Bohemond III, Bohemond, paman Raymond-Roupen, yang sudah menjadi Pangeran Tripoli. Bohemond dari Tripoli merebut Antiokhia tanpa perlawanan setelah ayahnya meninggal pada bulan April 1201, yang mendorong banyak bangsawan Antiokhia untuk mencari perlindungan di Armenia Kilikia. Leo menyerbu kerajaan itu hampir setiap tahun antara tahun 1201 dan 1208, tetapi ia harus kembali ke kerajaannya pada setiap kesempatan karena az-Zahir Ghazi, amir Ayyubiyah dari Aleppo, atau Kaykaus I, sultan Seljuk dari Rum, menyerbu Armenia Kilikia saat ia tidak ada. Paus Inosensius III awalnya mendukung Leo. Namun, konflik antara Leo dan Kesatria Haikal atas Bagras menyebabkan ekskomunikasi Leo pada tahun 1208. Selama tahun-tahun berikutnya, Leo merebut benteng-benteng baru di Suriah, hanya untuk meninggalkannya pada tahun 1213 dalam upaya untuk meningkatkan hubungannya dengan Tahta Suci. Mengambil keuntungan dari isolasi Bohemond IV, Leo memasuki Antiokhia, membantu Raymond-Roupen merebut kerajaan itu pada tahun 1216. Tak lama kemudian, Leo meninggalkan Bagras dan kehilangan benteng-benteng Armenia di utara Pegunungan Taurus ke tangan Seljuk. Raymond-Roupen meningkatkan pajak, yang membuatnya tidak populer di Antiokhia. Hubungannya dengan Leo menjadi tegang, memungkinkan Bohemond IV untuk mendapatkan kembali Antiokhia pada tahun 1219. Perang tersebut berkontribusi pada melemahnya negara-negara Kristen di Suriah utara. SumberKebanyakan dokumen resmi yang menyebut peristiwa perang tersebut dilestarikan oleh dua ordo militer, Kesatria Kenisah dan Kesatria Teutonik, karena arsip-arsip dari dua negara salibis yang sangat terlibat dalam perang tersebut—Kepangeranan Antiokia dan Kadipaten Tripoli—dihancurkan, seperti halnya kebanyakan dokumen relevan Kesatria Haikal. Arsip-arsip negara Armenia Kilikia, sebuah pihak besar pada konflik tersebut, tak melestarikannya. Surat menyurat antara istana kerajaan Armenia Kilikia dan Takhta Suci, dan laporan mendetil lengkap pada 1204 oleh para legatus kepausan berisi informasi yang lebih lanjut. Sumber penting lain tentang konflik tersebut adalah sebuah travelog karya rohaniwan Jerman Wilbrand dari Oldenburg yang mengunjungi wilayah tersebut pada masa itu.[1] Sumber-sumber naratif yang sering dikutip dari perang tersebut meliputi sebuah karya kelanjutan berbahasa Prancis Kuno awal abad ke-13 buatan William dari Tyre berjudul Chronicon, yang dikenal sebagai Estoire d'Eracles,[2] dan kronik-kronik buatan uskup Ortodoks Suryani[3] Bar Hebraeus, aristokrat Armenia Sempad sang Konstabel, dan cendekiawan Muslim[4] Ibnu al-Athir.[5] Bukti arkeologi diambil dari ekskavasi di situs-situs di kota Antiokia dan benteng Bagras.[5] Latar belakangSetelah Saladin, sultan Suriah dan Mesir Ayyubiyah, nyaris sepenuhnya merebut Kerajaan Yerusalem pada akhir 1180-an, Antiokia menjadi kekuatan Kristen utama di Syam.[6] Pada 1186 Leo II, Penguasa Armenia Kilikia, lekas mengakui kedaulatan Bohemond III dari Antiokia,[7] namun hubungan mereka menjadi tegang setelah Bohemond gagal membayar pinjaman dari Leo.[7] Saladin menumpas pasukan lapangan Yerusalem dalam Pertempuran Hattin pada 1187. Kemudian, ia nyaris menaklukan seluruh wilayah Kristen barat di Suriah dan Palestina, namun Perang Salib Ketiga (ekspedisi militer besar yang dilakukan oleh pasukan salibis Eropa barat) mengamankan keberadaan tiga negar salibis Yerusalem, Tripoli dan Antiokia.[8] Pada 1191, Leo merebut dan membangun ulang Bagras, sebuah benteng penting secara strategis Saladin yang direbut dari Kesatria Haikal.[9][10] Bohemond memerintahkan Leo untuk mengembalikannya kepada Kesatria Haikal, namun Leo menolak, menyatakan bahwa hak penaklukan terkininya lebih kuat ketimbang klaim Kesatria Haikal yang kehilangan harta benda mereka.[7][10][11] Setelah Bohemond gagal melibatkan Armenia Kilikia dalam pergesekannya dengan Saladin pada 1192, Leo mengundang Bohemond ke Bagras untuk membahas masalah tersebut.[7][12] Bohemond menerima tawaran tersebut, namun Leo menahannya, memaksanya untuk menyerahkan kota Antiokia.[7][10][13] Meskipun para bangsawan Antiokia, yang sangat berkaitan dengan aristokrat Armenia, hendak menerima kekuasaan leo, masyarakat kota Yunani dan Latin utamanya membentuk sebuah komune dan mencegah prajurit Armenia dari menaklukan kota tersebut.[13][14] Perdamaian dikembalikan melalui mediasi oleh Henry I dari Yerusalem, yang mendorong Leo dan Bohemond untuk menarik klaim mereka atas kedaulatan satu sama lain. Pendudukan Leo terhadap Bagras dikonfirmasi, dan putra sulung Bohemond, Raymond, menikahi kemenakan dan pewaris takhta Leo, Alice.[15][16] Raymond wafat pada 1197, dan jandanya melahirkan putra anumerta, Raymond-Roupen.[17][12] Bohemond III yang nyaris berusia enam puluh tahun mengirim Alice dan putranya ke Armenia, menunjukkan bahwa ia tak ingin mengakui hak cucunya yang masih bayi untuk menggantikannya di Antiokia.[13][17] Sementara itu, Leo menyatukan Gereja Armenia di Kilikia dengan Roma dan mengakui kedaulatan Kaisar Romawi Suci, Henry VI.[18][19] Utusan Kaisar, Conrad dari Wittelsbach, Uskup Agung Mainz, hadir kala Leo memahkotai raja pertama Armenia Kilikia pada 6 Januari 1198.[18][19] Lama sebelumnya, Conrad datang ke Antiokia dan mendorong Bohemond dan para baronnya menyatakan sumpah untuk menerima hak Raymund-Roupen untuk mewarisi Antiokia.[16][17] Putra Bohemond III yang masih muda, Bohemond, Bupati Tripoli, mempersengketakan pengesahan sumpah tersebut.[20] Ia diusir ayahnya dari Antiokia dengan dukungan Kesatria Haikal, Kesatria Kenisah dan komune burgher pada akhir 1198.[20][21] Tiga bulan kemudian, Leo menginvasi kepangeranan tersebut, memaksa Bohemond muda untuk mengijinkan ayahnya untuk kembali ke Antiokia.[21] Paus Innosensius III juga mendukung pemulihan Bohemond III di Antiokia. Namun, menanggapi tuntutan Kesatria Haikal, ia juga membujuk Leo untuk mengembalikan Bagras kepada mereka.[20]
PerangFase pertama![]() Kala Bohemond III wafat pada April 1201,[20] Bohemond dari Tripoli datang ke Antiokia,[24][25] dimana, karena ia menjadi kerabat terdekat pangeran yang masih hidup, ia diakui oleh komune masyarakat kota sebagai pewaris sah ayahnya.[24] Para bangsawan yang telah menganggap Raymond-Roupen (putra tunggal dari putra sulung Bohemond III) sebagai pangeran sah kabur ke Armenia Kilikia.[20][24] Bohemond IV menang atas Kesatria Kenisah dengan membayar kembali pinjaman yang telah lama dipinjamkan kepada Raymond III of Tripoli dari mereka.[24] Perang tersebut, yang terbagi dalam banyak palagan, dipicu oleh dukungan berkelanjutan Leo terhadap klaim Raymond-Roupen.[25] Pada konflik tersebut, baik Leo maupun Bohemond IV dapat mengendalikan wilayahnya sendiri (masing-masing Armenia Kilikia dan Tripoli) dan Antiokia pada saat yang sama, karena pasukan yang kurang layak.[25] Az-Zahir Ghazi, amir Aleppo Ayyubiyah, dan para sultan Seljuq dari Rum selalu bersiap untuk menginvasi Armenia Kilikia, sementara para penguasa Ayubiyyah dari Hamat dan Homs menguasai wilayah antara Antiokia dan Tripoli, menghimpun pergerakan pasukan Bohemond antara dua negaranya.[25] Tak lama setelah Bohemond kembali ke Antiokia, Leo melakukan pengepungan terhadapnya untuk menekan perjuangan Raymond-Roupen. Sekutu Bohemond, az-Zahir Ghazi dan Sultan Suleiman II dari Rum, menginvasi Armenia Kilikia, memaksa Leo untuk menarik diri dari Antiokia pada Juli 1201.[24] Leo kemudian mengirim surat kepada Paus Innosensius, memberitahukannya kerjasama Bohemond dengan para penguasa Muslim.[25] Ia kembali menginvasi Antiokia pada 1202, namun Aimery, Raja Yerusalem dan Siprus, dan legatus kepausan, Kardinal Soffredo, memediasikan gencatan senjata.[24] Setelah Bohemond IV enggan mengakui hak Takhta Suci untuk mengesahkan pembenaran dalam kasus suksesi Antiokia, Leo mengadakan kembali perang pada 1203.[26] Mengambil pergerakan dari ketiadaan Bohemond, Leo memasuki Antiokia pada 11 November, namun ia tak dapat merebut citadel, yang dipertahankan oleh Kesatria Haikal dan pasukan komune.[24] Lama sebelumnya, az-Zahir Ghazi kembali menyerbu Armenia Kilikia, memaksa Leo untuk kembali ke kerajaannya.[27][28] Pada Mei 1204, Bohemond melakukan homage kepada Marie dari Champagne, istri Baldwin, kaisar Latin Konstantinopel pertama. Dengan tindakan tersebut, Bohemond mengakui Baldwin sebagai penerus sah kaisar Bizantium dalam upaya untuk menyeimbangkan hubungan dekat Leo dengan istana kekaisaran Jerman.[note 1][29][30] Aristokrat Tripoli Renoart dari Nephin menikahi pewaris tanpa sepengetahuan Bohemond karena ia dikecam oleh istana kerajaan. Sebagai tanggapannya, ia memberontak melawan Bohemond dan menggerakkannya ke gerbang Tripoli pada akhir 1204.[32][27] Dalam pertempuran tersebut, Bohemond kehilangan satu mata.[33] Menangani laju situasi, Leo merebut benteng Antiokia di Pegunungan Amanus, perbatasan tenggara Armenia Kilikia, yang mengendalikan jalan menuju Antiokia.[28] Ia juga mengepung benteng di Trapessac pada 25 Desember 1205, namun pasukan az-Zahir Ghazi mengerahkan pasukannya.[28] Sementara itu, Bohemond telah meredam pemberontakan Renoart di Tripoli yang memperkenankannya untuk kembali ke Antiokia dan memaksa Leo untuk menandatangani gencatan senjata selama delapan tahun pada musim panas 1206.[28][27] Konflik dengan GerejaPada masa kepulangan Bohemond, seorang legatus kepausan, Petrus dari Capua, datang ke Antiokia. Awalnya, ia bertindak sebagai mediator netral antara Bohemond dan Leo, namun ia memiliki konflik tajam dengan Patriark Latin Antiokia, Petrus dari Angoulême (yang merupakan pendukung Raymond-Roupen) atas pelantikan para pegawai gereja, yang berujung pada penangguhan hak patriarkal Petrus dari Angoulême.[29] Memanfaatkan situasi tersebut untuk menggerakkan lawannya, Bohemond menggantikan Petrus dari Angoulême dengan Patriark Ortodoks Yunani Antiokia, Symeon II, dengan dukungan komune pada awal 1207. Tindakan tak kanonikal-nya membenturkan rohaniwan Katolik dan awal di kepangeranan tersebut.[32][29] Pada tahun berikutnya, Petrus dari Angoulême berrekonsiliasi dengan legatus. Ia mengekskomunikasi Bohemond dan komune, dan mendorong beberapa bangsawan untuk bangkit melawan Bohemond, memaksanya untuk mengungsi ke citadel. Leo memasuki Antiokia dengan pasukan kecil, namun Bohemond membuat sortie dan mengalahkan Armenia.[34][29] Petrus dari Angoulême ditiangkap dan wafat akibat dehidrasi di penjara pada 1208.[35] Pada 1208, sultan Ayyubiyah al-Adil I menginvasi Kadipaten Tripoli, menciptakan kesempatan bagi Leo untuk merangseki wilayah di sekitaran Antiokia.[34] Bohemond mendorong Kaykaus I, Sultan Rum, untuk menginvasi Armenia Kilikia, memaksa Leo untuk menarik diri dari Antiokia.[36] Paus Innosensius menugaskan Albert Avogadro, Patriark Yerusalem, dengan memediasikan perdamaian.[34] Avogadro, yang merupakan sekutur Kesatria Haikal, membujuk Leo untuk mengembalikan Bagras kepada mereka.[34] Dalam upaya memperbarui gencatan senjata, Leo menjanjikan legatus untuk menarik diri dari Bagras, namun kemudian melanggar janjinya,[28] dengan menyerahkan benteng Armenia Kilikia kepada Kesatria Teutonik.[35][37] Ia juga merenggangkan persatuan Gereja Armenia dengan Roma dan mengadakan pernikahan Raymond-Roupen dengan Helvis, saudari Hugh I dari Siprus.[37] Pada 1211, ia mengerahkan karavan yang mengangkut orang-orang berkepentingan ke Kesatria Haikal.[38] Dalam pertikaian tersebut, Guillaume de Chartres, Mahaguru Kesatria Haikal, mengalami luka berat.[38] Kabar tindakan Leo mengejutkan Paus Innosensius, yang melarang seluruh penguasa Kristen untuk membantu Leo dan membujuk Yohanes dari Brienne, Raja Yerusalem, untuk campur tangan atas perantara Kesatria Haikal.[39] Yohanes mengirimkan lima puluh kesatria ke Suriah utara untuk bertarung melawan Leo.[40] Sebagai tanggapan, Leo mengusir para imam Latin dari Armenia Kilikia dan memberikan persinggahan kepada Patriark Ortodoks, Symeon, yang telah dikeluarkan dari Antiokia.[41] ia mendorong Raymond-Roupen, yang telah mencapai usia dewasa pada sekitaran masa itu, untuk merebut wilayah Antiokia pada 1212.[38] ![]() Leo menyadari bahwa ia dapat mendatangkan Bohemond hanya jika ia mengadakan perjanjian dengan sekutu utama Bohemond, Kesatria Hakial, kepausan dan Yerusalem. Untuk keperluan tersebut, ia menarik seluruh wilayah yang direbut olehnya dari Kesatria Haikal, meskipun ia mempertahankan Bagras.[42] Ia juga menikahkan putri sulungnya, Stephanie, dengan Yohanes dari Brienne pada 1214.[43] Tindakan tersebut mempasifikasi Paus Innosensius yang mengangkat ekskomunikasinya.[42] Pada masa yang sama, posisi Bohemond melemah.[43] Ḥashīshiyyah yang menguasai wilayah antara Antiokia dan Tripoli membunuh putra sulungnya Raymond di kota Tripoli Tortosa pada 1213.[note 2] Pada tahun berikutnya, Bohemond menyerang benteng Ḥashīshiyyah di Khawabi namun mereka mengusahakan bantuan dari sekutu lamanya, az-Zahir Ghazi dari Aleppo. Mengkhawatirkan pertumbuhan kekuatan Bohemond, az-Zahir bersekutu dengan al-Adil, memaksa Bohemond untuk meninggalkan pengepungan. Bohemond mengirimkan permintaan maaf kepada az-Zahir, namun aliansi penguasa Muslim memaksanya untuk berkonsentrasi pada pertahanan Tripoli.[44][37] Raymond-Roupen di AntiokiaDengan dukungan Leo, Raymond-Roupen mulai menemukan sekutu baru di Antiokia dari ca 1215, menjanjikan pemberian lahan kepada Kesatria Kenisah dan bangsawan Antiokia, termasuk Acharie dari Sermin, kepala komune burgher. Mengambil laju dari ketiadaan Bohemond IV, Leo dan pasukannya memasuki Antiokia pada malam 14 Februari 1216.[45] Beberapa hari kemudian, Kesatria Haikal, yang memegang citadel, menyerah tanpa perlawanan.[37][45] Raymond-Roupen dilantik menjadi pangeran oleh Patriark Latin Antiokia, Petrus dari Ivrea.[37][45] Mengamankan kendalinya atas kepangeranan, Leo mengembalikan Bagras kepada Kesatrisa Kenisah.[38][37] Saat ketiadaan Leo, Kaykaus I merebut benteng-benteng Armenia di utara Pegunungan Taurus, memaksanya berkonsentrasi pada pertahanan Armenia Kilikia.[46][38] Kala Raymond-Roupen mendapati perbendaharaan kosong di Antiokia, ia meningkatkan perpajakan dan dengan cepat kehilangan dukungan populer.[45] Hubungannya dengan Leo juga renggang.[47] Pada 1217, ia berniat untuk menangkap Leo, namun Kesatria Haikal menyelamatkan raja Armenia tersebut.[38] Pada awal tahun berikutnya, menantu Leo, Raja Yohanes dari Yerusalem mengakui Bohemond sebagai pangeran sah Antiokia, namun tak ada upaya yang dibuat untuk memulihkannya.[48] Bohemond menerima dukungan lebih lanjut dengan menikahi saudari Raja Hugh I Melisende.[49] Pergesekan besar memuncak dalam pemberontakan di Antiokia pada 1219, dan pemimpinnya, William Farabel, meminta Bohemond untuk kembali ke kota tersebut. Usai kedatangan Bohemond, Raymond-Roupen mula-mula mencari pengungsian di citadel namun kemudian meninggalkannya, dan kabur ke Armenia Kilikia. Sebelum meninggalkan kota tersebut, ia menyerahkan citadel kepada Kesatria Kenisah.[49] Ia takkan pernah meraih lagi Antiokia.[50] DampakLeo sekarat kala Raymond-Roupen datang ke Armenia Kilikia.[38][49] Dengan pemulihan Bohemond dan kematian Leo pada Mei 1219, perang tersebut, menurut sejarawan Jochen Burgtorf, "berujung pada akhir yang lebih tak spektakuler".[50] Leo tak mewarisi Raymond-Roupen dan menyerahkan kerajaannya kepada putrinya yang berusia lima tahun, Isabella.[38][49] Raymond-Roupen (cucu dari kakak Leo, Rupen) dan Yohanes, Raja Yerusalem (suami dari putri Leo, Stephanie) enggan menerima kehendak terakhir Leo, mengklaim Armenia Kilikia untuk diri mereka sendiri.[51][52] Konflik baru makin melemahkan negara-negara Kristen di Suriah utara.[50] Lihat pulaCatatan
Referensi
Sumber
|