Nawaksara adalah sebuah judul pidato yang dilakukan PresidenSoekarno pada tanggal 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum ke-IV MPRS.
Pidato ini disampaikan oleh Presiden Soekarno sebagai pertanggungjawaban atas sikapnya dalam menghadapi Gerakan 30 September.[butuh rujukan] Soekarno sendiri menolak menyebut gerakan itu dengan nama tersebut. Menurutnya Gerakan itu terjadi pada tanggal 1 Oktober dini hari, dan karena itu ia menyebutnya sebagai Gestok (Gerakan 1 Oktober).
Pidato pertanggungjawaban Soekarno ini ditolak oleh MPRS,[butuh rujukan] dan sebaliknya MPRS memutuskan untuk memberhentikannya dari jabatannya sebagai presiden seumur hidup, dan mengangkat JenderalSoeharto sebagai penggantinya.
Isi
Nawaksara berasal dari dua kata, yaitu nawa yang berarti sembilan dan aksara yang berarti huruf atau sukukata. Oleh Soekarno, pidatonya diberi nama Nawaksara karena terdapat sembilan hal yang dibahas di dalamnya. Berikut ini sembilan isi dari pidato Nawaksara.
Retrospeksi: Pada bagian Retrospeksi, Soekarno hanya mengingatkan kembali mengenai amanat yang sebelumnya pernah disampaikan dalam Sidang Umum ke-II MPRS tanggal 15 Mei 1963, berjudul "Ambeg Parama-arta". Dalam Retrospeksi, Soekarno kembali menyinggung tentang pengertian pemimpin besar revolusi, pengertian Mandataris MPRS, dan pengertian presiden seumur hidup.
Landasan-Kerja Melanjutkan Pembangunan: Lanjutan dari amanat "Ambeg Parama-arta" adalah amanat "Berdikari", yang pernah disampaikan Soekarno dalam Sidang Umum MPRS ke-III tanggal 11 April 1965. Soekarno menegaskan tiga hal, yaitu trisakti, rencana ekonomi perjuangan, dan pengertian berdikari.
Hubungan Politik dan Ekonomi: Pada bagian ini, Soekarno kembali mengingatkan mengenai masalah ekonomi, keuangan, dan pembangunan (Ekubang) yang tidak bisa dipisahkan dari masalah politik. Justru masalah Ekubang harus didasari dengan manifesto politik buatan Soekarno.
Detail ke DPR: Soekarno mengatakan bahwa detail dari tugas DPR tidak perlu dibahas dalam Sidang Umum MPRS. Sudah seharusnya semua ditentukan pemerintah bersama-sama dengan DPR, dalam rangka memurnikan pelaksanaan UUD 1945.
Tetap Demokrasi Terpimpin: Soekarno mengingatkan, bahwa UUD 1945 memungkinkan Mandataris MPRS untuk secara lekas dan tepat bertindak dalam keadaan darurat demi keselamatan negara, rakyat, dan revolusi. Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, revolusi juga terus mengalami peningkatan yang kemudian mengharuskan semua lembaga-lembaga demokrasi bergerak lebih cepat tanpa menyelewengkan Demokrasi Terpimpin ke arah Demokrasi Liberal.
Merintis Jalan ke Arah Pemurnian Pelaksanaan UUD 1945: Soekarno menjelaskan kembali tentang rencana pemurnian UUD 1945.
Wewenang MPR dan MPRS: Soekarno berharap bahwa dalam rangka pemurnian UUD 1945, MPRS tidak melupakan tugas dan fungsi mereka.
Kedudukan Presiden dan Wakil Presiden: Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa pemilihan jabatan presiden dan wakil presiden, masa jabatan, dan isi sumpahnya, memiliki tujuan agar terjaminnya kesatuan pandangan, kesatuan pendapat, kesatuan pikiran, dan kesatuan tindakan.
Penutup: Pada bagian penutup, Soekarno lebih menjelaskan tentang asal-usul penamaan pidatonya, Nawaksara.