Artikel ini kekurangan informasi dan perlu dikembangkan agar memenuhi standar Wikipedia. Tolong kembangkan artikel dengan melengkapi informasi yang relevan. Rincian lebih lanjut mungkin tersedia di halaman pembicaraan.(Oktober 2022)
Poster materi sosialisasi Manipol USDEK, 1961
Manipol USDEK adalah sebuah akronim yang merujuk pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia (1959–1966).[1] Akronim ini merupakan singkatan dari Manipol (Manifesto Politik) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).[2] Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya yang monumental pada 17 Agustus 1959.[3]
Manipol USDEK dijadikan sebagai ideologi resmi dan pedoman utama bagi seluruh penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat Indonesia pada era tersebut.[4] Tujuannya adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan melaksanakan cita-cita revolusi Indonesia yang dianggap belum selesai.[5]
Latar Belakang
Lahirnya Manipol USDEK tidak dapat dilepaskan dari situasi politik Indonesia pada akhir dekade 1950-an.[6] Era Demokrasi Parlementer (1950–1959) diwarnai oleh ketidakstabilan politik yang kronis, ditandai dengan seringnya pergantian kabinet, persaingan antarpartai politik yang tajam, serta pemberontakan di berbagai daerah seperti PRRI dan Permesta.[7]
Untuk memberikan landasan ideologis bagi tatanan baru ini, Soekarno merasa perlu adanya sebuah manifesto politik yang dapat menyatukan seluruh kekuatan bangsa.[11]
Pidato "Penemuan Kembali Revolusi Kita"
Gagasan inti Manipol USDEK berasal dari pidato kenegaraan Presiden Soekarno pada perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-14, tanggal 17 Agustus 1959.[3] Pidato tersebut berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita".[12] Dalam pidato ini, Soekarno menguraikan pokok-pokok persoalan bangsa dan menawarkan solusi untuk kembali kepada "rel revolusi" yang sesungguhnya.[13]
Inti dari pidato ini kemudian dirumuskan secara lebih sistematis oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Tap MPRS No. I/MPRS/1960 sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).[14] Dokumen inilah yang kemudian dikenal sebagai Manipol USDEK.[15]
Isi dan Penjabaran
Manipol USDEK terdiri dari dua komponen utama: Manifesto Politik (Manipol) sebagai landasan umum, dan USDEK sebagai lima pilar utamanya.
Manipol (Manifesto Politik)
Manifesto Politik adalah dokumen yang menjelaskan dasar-dasar, tujuan, dan arah Revolusi Indonesia. Isinya mencakup:
Tujuan revolusi untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Musuh-musuh revolusi, yaitu imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme.
Kekuatan revolusi yang terdiri dari seluruh rakyat Indonesia, dengan konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) sebagai intinya.
USDEK
USDEK adalah akronim dari lima esensi atau intisari Manipol, yang dijabarkan sebagai berikut:
U - Undang-Undang Dasar 1945: Kembali kepada UUD 1945 yang dianggap sebagai konstitusi yang paling sesuai dengan semangat revolusi, karena memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada lembaga kepresidenan untuk menjamin stabilitas.
S - Sosialisme Indonesia: Merujuk pada konsep sosialisme khas Indonesia, atau sering disebut Sosialisme à la Indonesia. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur tanpa penindasan (exploitation de l'homme par l'homme), yang diadaptasi dari ajaran Marhaenisme.
D - Demokrasi Terpimpin: Sistem demokrasi yang menggantikan Demokrasi Parlementer. Dalam sistem ini, pengambilan keputusan tidak lagi didasarkan pada pemungutan suara mayoritas (voting), melainkan melalui musyawarah untuk mufakat yang dipimpin oleh seorang "Pemimpin Besar Revolusi", yaitu Presiden Soekarno.
E - Ekonomi Terpimpin: Sistem ekonomi yang menempatkan negara sebagai pemegang kendali utama atas semua cabang produksi yang vital. Hal ini diwujudkan melalui nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan pembentukan badan usaha milik negara.
K - Kepribadian Indonesia: Pembangunan karakter bangsa (''nation building'') yang berlandaskan pada budaya dan identitas asli Indonesia. Gerakan ini menolak pengaruh budaya Barat (diistilahkan sebagai "imperialisme kebudayaan") yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Implementasi dan Dampak
Manipol USDEK secara resmi menjadi pedoman dalam segala aspek kehidupan bernegara.
Di bidang politik, kekuasaan presiden menjadi sangat besar dan terpusat. Partai-partai politik yang dianggap tidak sejalan dengan Manipol, seperti Partai Masyumi dan PSI, dibubarkan. Konsep Nasakom menjadi poros utama politik, di mana kekuatan nasionalis, agama, dan komunis diupayakan untuk bersatu di bawah kepemimpinan Soekarno.
Di bidang ekonomi, pemerintah mengambil alih banyak perusahaan swasta milik asing, terutama milik Belanda dan Inggris. Namun, kebijakan Ekonomi Terpimpin sering kali tidak berjalan efektif dan menyebabkan krisis ekonomi, seperti hiperinflasi yang parah pada pertengahan 1960-an.
Di bidang sosial-budaya, pemerintah gencar mempromosikan budaya nasional dan melarang berbagai bentuk kebudayaan Barat, seperti musik rock and roll (yang disebut Soekarno sebagai musik ngak-ngik-ngok).
Akhir Era Manipol USDEK
Dominasi Manipol USDEK sebagai ideologi negara mulai runtuh seiring dengan peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965.[16] Peristiwa ini memicu krisis politik hebat yang berujung pada melemahnya kekuasaan Presiden Soekarno dan naiknya Jenderal Soeharto ke panggung kekuasaan.[17]
Pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto secara bertahap membongkar seluruh tatanan politik Demokrasi Terpimpin.[18] Melalui Sidang Umum MPRS tahun 1966 dan Sidang Istimewa MPRS tahun 1967, ajaran-ajaran Soekarno, termasuk Manipol USDEK, secara resmi ditinggalkan.[19] Orde Baru kemudian memperkenalkan ideologi baru yang berpusat pada "pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen".[20]
Meskipun demikian, Manipol USDEK tetap menjadi bagian penting dalam catatan sejarah politik Indonesia sebagai sebuah eksperimen ideologis yang monumental pada masanya.[21]
^Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia since c. 1200. Palgrave Macmillan. hlm. 324. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Feith, Herbert (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing. hlm. 608. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^ abSoekarno (1959). Penemuan Kembali Revolusi Kita (The Rediscovery of Our Revolution). Departemen Penerangan RI. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dokumen hukum ini secara resmi menjadikan pidato Soekarno sebagai haluan negara.
^Dahm, Bernhard (1969). Sukarno and the Struggle for Indonesian Independence. Cornell University Press. hlm. 315. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Feith, Herbert (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing. hlm. 436–438. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia since c. 1200. Palgrave Macmillan. hlm. 303–315. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Lev, Daniel S. (2009). The Transition to Guided Democracy: Indonesian Politics, 1957-1959. Equinox Publishing. hlm. 248–255. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Nasution, Abdul Haris (1984). Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama. Gunung Agung. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Sekretariat Negara Republik Indonesia (1995). 30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964. PT Citra Lamtoro Gung Persada. hlm. 144. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Legge, J.D. (2010). Sukarno: A Political Biography. Equinox Publishing. hlm. 300–302. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Legge, J.D. (2010). Sukarno: A Political Biography. Equinox Publishing. hlm. 302. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Dahm, Bernhard (1969). Sukarno and the Struggle for Indonesian Independence. Cornell University Press. hlm. 314–315. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dokumen legal ini adalah bukti formal pengadopsian pidato Soekarno menjadi haluan negara oleh lembaga tertinggi negara saat itu.
^Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia since c. 1200. Palgrave Macmillan. hlm. 324. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Crouch, Harold (2007). The Army and Politics in Indonesia. Equinox Publishing. hlm. 155–157. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia since c. 1200. Palgrave Macmillan. hlm. 340–344. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Elson, R.E. (2001). Suharto: A Political Biography. Cambridge University Press. hlm. 135–138. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno. Ketetapan ini secara de jure mengakhiri kekuasaan Soekarno dan, secara implisit, status ajaran-ajarannya sebagai pedoman negara.
^Schwarz, Adam (1994). A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. Allen & Unwin. hlm. 28. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
^Legge, J.D. (2010). Sukarno: A Political Biography. Equinox Publishing. hlm. 400–402. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)