Kalender BaduyKalender Baduy (Baduy: Kolenjer) adalah sistem kalender yang digunakan oleh suku Baduy di Kanekes, Banten. Kalender Baduy termasuk dalam kalender matahari (solar), dimana satu tahun rata-rata sama dengan satu tahun tropis (365 hari, 5 jam, 48 menit, 45,19 detik). Hal ini sangat berguna bagi masyarakat Baduy sebagai acuan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Selain itu, kalender Baduy juga termasuk dalam kalender astronomis, dimana penentuan awal tahun dilakukan dengan memperhitungkan faktor pengamatan langit dan pengamatan musim; tidak hanya mengandalkan sistem penghitungan tertentu (kalender matematis). Kalender ini merupakan sebuah penanggalan syamsiah-kamariah (candra-surya) atau kalender luni-solar. HariSebagaimana kalender lain, kalender Baduy juga mengenal sistem tujuh hari dalam satu pekan (saptawara) yang terdiri dari Ahad, Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jumat, dan Saptu. BulanAda 12 bulan dalam Kalender Baduy yang masing-masing terdiri dari 30 hari, yaitu: Kasa, Karo, Katilu, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit Lemah, dan Hapit Kayu. Nama-nama bulan tersebut menunjukkan bahwa Kalender Baduy sejalan dengan sistem kalender Pranatamangsa yang pada masa lalu digunakan oleh masyarakat berbasis pertanian di seluruh Jawa dan Bali.
TahunKarena hanya ada 30 hari dalam setiap bulan, maka ada selisih lima hari atau enam hari antara kalender Baduy dengan tahun tropis. Selisih ini tidak termasuk dalam tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Hari-hari tersebut disebut poe nu diwagekeun 'hari yang di-wage-kan'. Tahun baru jatuh pada tanggal satu bulan Kapat (Sapar) dan tidak boleh tertepatan dengan hari Jumat, Minggu, atau Senin. Karena itu, jika tahun baru jatuh pada hari-hari tersebut maka akan digeser ke hari Kamis atau Sabtu atau Selasa yang berdekatan. Peristiwa ngawagekeun 'me-wage-kan' tidak terjadi setiap tahun dan hari-hari yang tersebut tidak selalu tetap jumlahnya tergantung pada hasil penghitungan dari rapat adat. Selain itu, jika pada bulan Hapit Kayu belum bisa dilakukan mipit (panen padi pertama di huma serang oleh istri girang seurat), maka rapat adat akan memutuskan apakah mipit akan tetap dilakukan atau diundur. Jika rapat adat memutuskan bahwa mipit diundur, maka akan terjadi ninggal bulan yang berarti tahun berjalan terdiri dari 13 bulan. Menurut Jacobs & Meijer (1891), kalender Baduy tidak mengenal waktu yang menjadi acuan penghitungan tahun. Tetapi menurut Kurnia & Sihabudin (2010), kalender Baduy mengenal sistem penghitungan tahun berbasis tujuh. Sistem penghitungan tahun ini terdiri dari Windu (satu windu terdiri dari delapan tahun), Padalung (satu padalung terdiri dari tujuh windu), Margasana (satu margasana terdiri dari tujuh padalung), dan Sareat (satu sareat terdiri dari tujuh margasana). Hasilnya lalu ditambah 500 tahun waktu kosong yang disebut 'masa pembenahan dunia'. Adapun siklus windu dalam kalender Baduy sama dengan siklus windu dalam Kalender Jawa. Siklus windu tersebut terdiri dari delapan tahun, yaitu Alif, He, Jimawal, Je, Dal, Be, Wau, dan Jimakhir.
AstronomiSelain mengandalkan penghitungan kalender, masyarakat Baduy juga melakukan pengamatan astronomis untuk mematok kalender berjalan dan menentukan waktu yang tepat dalam kegiatan pertanian. Rasi bintang yang sangat penting bagi masyarakat Baduy yaitu rasi bintang Orion, (Béntang Kidang, Béntang Waluku, Béntang Bajak, atau Guru Désa) dan rasi bintang Pleiades (Béntang Kartika atau Béntang Gumarang). Béntang Kartika biasanya muncul dua pekan sebelum munculnya Béntang Kidang, ketika matahari berada di belahan bumi utara. Menurut masyarakat Baduy, pada saat itulah tanah sedang dingin. Sebaliknya, ketika Béntang Kidang mulai terbenam di cakrawala barat dan tidak dapat terlihat adalah saat yang tidak tepat untuk menanam padi karena tanah sedang panas dan banyak serangga hama. Di antara keduanya, Béntang Kidang memegang peranan paling penting bagi kegiatan berladang di huma serang yang merupakan ladang komunal suku Baduy dan selalu menjadi acuan bagi kegiatan berladang di ladang huma puun, huma girang seurat, huma tangtu, huma tuladan, dan huma panamping. Pentingnya Béntang Kidang tampak dalam ungkapan berikut yang menggambarkan posisi ketinggiannya dari cakrawala timur pada saat matahari terbit:
Lihat jugaReferensi
|