Jalur kereta api Lumajang–Balung
Jalur kereta api Lumajang–Balung merupakan jalur kereta api nonaktif yang menghubungkan Stasiun Lumajang dengan Stasiun Balung. Jalur ini sekarang termasuk dalam pengelolaan Wilayah Penjagaan Aset IX Jember dan berstatus sebagai aset yang masih dikuasai oleh PT Kereta Api Indonesia. SejarahPada 28 Juni 1926 (Indische Staatsblad No. 305), disahkan undang-undang mengenai pembangunan jalur kereta api Lumajang–Balung, dimulai dari Stasiun Lumajang. Alasannya, karena di wilayah Tanggul Selatan muncul pabrik gula baru. Pabrik gula yang dimaksud adalah Pabrik Gula Gunungsari, yang terletak di Kencong, Jember, dan dimiliki oleh perusahaan perkebunan Handelsvereeniging Amsterdam (HVA). Pada April 1927, dilaporkan bahwa sejak peletakan batu pertama jalur ini pada akhir Agustus 1926, jalur tersebut telah sampai di Stasiun Kencong. Di Kencong, dinas bangunan SS membangun bangunan hikmat yang cukup besar berupa jembatan parabola di atas Sungai Tanggul dan jembatan rangka di atas Sungai Bondoyudo. Proyek tersebut ditarget rampung Juli, sehubungan dengan rencana dibukanya pabrik gula tersebut.[1][2] Pada September 1927, Stasiun Balung dipilih sebagai titik percabangan sebelah timur, penghubung dengan jalur Rambipuji–Balung–Puger.[2] De Indische Courant tanggal 11 Februari 1928 melaporkan bahwa pada 25 Agustus 1927, segmen Lumajang–Kencong telah resmi dibuka. Kemudian, pada tanggal 21 Februari 1928, segmen Kencong–Tutul akan dibuka terbatas untuk angkutan barang. SS kala itu masih sibuk mencari trase untuk kelanjutan Tutul–Balung.[3] Akhirnya, pada 1 November 1928, jalur terakhir, Tutul–Balung, telah selesai dibangun.[4] Ketika pembangunan jalur tersebut selesai, jalur Rambipuji–Balung–Puger diubah menjadi 3 ft 6 in (1.067 mm), dan diselesaikan 1 November 1929. Sementara itu, segmen Balung–Puger akhirnya ditutup pada 1 Maret 1929 dan dibongkar pada waktu itu juga.[5] Pada 25 April 1930, SS mengiklankan di koran Soerabaijasch Handelsblad bahwa SS berencana membuka perhentian baru di lintas ini yang bernama Stopplaats Kampung Grati pada km 20+250 pada 1 Mei 1930.[6] Lalu, pada tanggal 1 November 1932, SS memutuskan untuk menutup banyak sekali perhentian di lintas Lumajang–Balung–Rambipuji dan Balung–Ambulu: Tempuran, Wonorejo, Kampung Grati, Wonokerto, Nogosari, Wadaan, Keting, Krebet, Jambearum, Gumelar Kidul, Dam Curahmalang, Balung Kidul, dan Dempok, sehubungan dengan efisiensi penetapan jadwal baru di lintas ini.[7] Jalur kereta api ini pada masa lalu merupakan jalur yang cukup sibuk. Lebih dari 300.000 penumpang tercatat pada tahun 1950 menggunakan kereta api dari Stasiun Balung, dan sedikit kurang dari jumlah itu di Stasiun Lumajang. Akan tetapi berselang beberapa tahun kemudian di 1953, jumlah penumpang ini di Stasiun Lumajang menurun hingga tinggal sedikit lagi di atas angka 270 ribu orang; namun penyusutan yang drastis terjadi di Stasiun Balung, yang turun okupansinya hingga mendekati 170 ribu orang saja. Dalam kurun waktu itu, angkutan barang justru meningkat pada tahun 1953, hingga mencapai lebih dari 23 ribu ton di Stasiun Lumajang dan lebih dari 25 ribu ton di Stasiun Balung.[8] Jalur ini dinonaktifkan pada tahun 1986 karena kalah bersaing dengan mobil pribadi dan angkutan umum. Jalur terhubungLintas aktifJalur ini tidak terhubung dengan lintas aktif mana pun. Lintas nonaktifDaftar stasiun
Lihat pulaCatatan kaki
|