Hermano Pule
Apolinario de la Cruz (22 Juli 1815 - 4 November 1841[1]), yang lebih dikenal sebagai Hermano Pule (bahasa Spanyol: [eɾˈmano puˈle], bahasa Spanyol untuk "Bruder Pule";[2][3] juga dieja Hermano Puli), adalah seorang pemimpin religius Filipina yang mendirikan dan memimpin Cofradía de San José (Persaudaraan Santo Yosef). Cofradía didirikan pada tahun 1832 sebagai tanggapan atas praktik diskriminasi rasial Gereja Katolik di Filipina. Selama masa penjajahan Spanyol, ordo-ordo religius Katolik menolak untuk menerima penduduk asli Filipina sebagai anggota. Sebagai pembalasan, Pule mendirikan ordo religiusnya sendiri yang eksklusif untuk penduduk asli Filipina. Pada masa kejayaannya, cofradía memiliki 4.500 hingga 5.000 anggota dari provinsi Tayabas, Batangas, dan Laguna. Khawatir akan adanya pemberontakan bersenjata, pemerintah kolonial Spanyol mengirim pasukan militer untuk menekan cofradía, sebuah serangan yang dilawan oleh Hermano Pule dan para pengikutnya pada tanggal 23 Oktober 1841. Namun, lebih banyak pasukan dikirim dan cofradía akhirnya dipadamkan oleh pasukan militer kolonial pada tanggal 1 November 1841. Pule kemudian ditangkap, diadili, dan dieksekusi. Kehidupan awalApolinario de la Cruz lahir pada tanggal 22 Juli 1815,[a] di Barrio Pandác di kota Lucban, provinsi Tayabas (sekarang Quezon), saat Filipina masih merupakan wilayah jajahan Kerajaan Spanyol. Orang tuanya—Pablo de la Cruz dan Juana Andres—adalah petani[b] dan penganut Katolik yang taat.[7][8] Apolinario de la Cruz melek huruf, tetapi menyatakan bahwa ia tidak memiliki pendidikan formal.[9] Meskipun demikian, kemungkinan besar ia menerima pelajaran agama dan bersekolah di sekolah dasar negeri di Lucban.[10] Pada tahun 1829, ia memutuskan untuk menjadi seorang pastor dan mencoba untuk bergabung dengan Ordo Pengkhotbah di Manila. Pada saat itu, ordo religius Katolik Roma melarang indios (penduduk asli Filipina) untuk bergabung, sehingga aplikasi De la Cruz ditolak hanya karena alasan rasnya.[11][12][13] Dia kemudian memutuskan untuk bekerja sebagai donado (bruder awam) di Rumah Sakit San Juan de Dios di mana dia dirawat di Cofradía de San Juan de Dios, sebuah persaudaraan yang berafiliasi dengan rumah sakit yang terbuka untuk indios. Selama masa ini, ia meningkatkan kemampuannya berbicara di depan umum dan mempelajari Alkitab serta tulisan-tulisan religius lainnya. Cofradía de San JoséPembentukan dan perluasanPada bulan Desember 1832, De la Cruz yang berusia 18 tahun, bersama dengan pastor indio sekuler Bruder Ciriaco de los Santos dan 19 orang lainnya dari Tayabas, mendirikan Hermandad de la Archi-Cofradía del Glorioso Señor San José y de la Virgen del Rosario (Persaudaraan Sodalitas Agung Santo Yosef yang Mulia dan Perawan Maria dari Rosario), yang disingkat menjadi Cofradía de San José (Persaudaraan Santo Yosef). Ia kemudian dikenal oleh para pengikutnya sebagai Hermano Pule (Bruder Pule).[14][15] Persaudaraan ini memupuk praktik kebajikan Kristiani yang berpusat pada kultus Santo Fransiskus dari Asisi dan Perawan Antipolo. Mereka juga memasukkan unsur-unsur kepercayaan pra-kolonial seperti penggunaan anting-anting (jimat).[16] Sebagian besar penganutnya berasal dari Tayabas, Laguna, Cavite, dan Batangas, dan beberapa dari Camarines Norte dan Camarines Sur.[17][18] Cofradía melarang orang Spanyol dan mestizo untuk bergabung tanpa izin Hermano Pule sebagai bentuk pembalasan terhadap Gereja yang mendiskriminasi penduduk asli. Hermano Pule tetap bekerja di Rumah Sakit San Juan de Dios dan secara teratur berkorespondensi dengan para pengikutnya melalui surat-surat yang dibacakan kepada para anggota cofradía. Beberapa anggota cofradía juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Hermano Pule di Manila. Ketika Hermano Pule tidak ada, cofradía dipimpin oleh wali kota Manila, Octavio Ygnacio "Purgatorio" de San Jorge[c] dan Frater Ciriaco delos Santos, yang merupakan bendahara dan penasihat spiritual cofradía.[21][22] Para anggota cofradía bertemu pada tanggal 19 setiap bulan untuk menghormati Santo Yosef, yang hari rayanya jatuh pada tanggal 19 Maret. Mereka juga membayar iuran bulanan sebesar satu real untuk menutupi biaya Misa dan pesta bulanan mereka. Misa bulanan diadakan di gereja paroki Lucban, dan difasilitasi oleh pastor paroki, Pastor Manuel Sancho.[23][24] Pada tahun 1837, persaudaraan ini berganti nama menjadi Cofradía del Sr. San José i voto del Santísimo Rosario dan melakukan penginjilan di Lucban, Majayjay, dan Sariaya.1 Pada tahun 1841, persaudaraan ini telah berkembang menjadi sekitar 4.500 hingga 5.000 anggota. PenindasanPihak berwenang Spanyol tidak mengetahui keberadaan cofradía hingga tahun 1840. Namun, sejak tahun 1833, para pendeta Filipina telah memperhatikan aktivitas mereka di sekitar Gunung San Cristobal dan Gunung Banahaw.[25] Pada tahun 1840, Pastor Antonio Mateo, vikaris Tayabas, menjadi curiga dengan misa bulanan dan biaya yang dikeluarkan oleh cofradía, sehingga Pastor Manuel Sancho berhenti menyelenggarakan misa untuk cofradía. Mateo dan Sancho kemudian menuduh cofradía melakukan kegiatan-kegiatan yang menyimpang. Karena penganiayaan agama dan jumlah anggotanya yang terus bertambah, Hermano Pule memutuskan untuk meminta agar cofradía diakui oleh pemerintah kolonial dan Gereja Katolik. Dia pertama kali meminta pengakuan dan otorisasi dari Uskup Nueva Caceres, tetapi permintaannya ditolak. Tidak patah semangat, dia kemudian meminta persetujuan dari Real Audiencia namun juga tidak dihiraukan.[26] Selain tuduhan bidah, ada desas-desus bahwa cofradía berencana untuk membunuh para alcaldes di Camarines dan Laguna.[27] Saudara-saudara Fransiskan di Tayabas menyampaikan informasi ini kepada gobernadorcillo di Lucban, yang memerintahkan penggerebekan pada tanggal 19 Oktober 1840, selama pertemuan bulanan cofradía. Pihak berwenang menangkap 243 anggota cofradía dan menyita kotak kas mereka, dua potret besar Hermano Pule yang digambarkan sebagai orang suci, dan surat-suratnya kepada cofradía.[28] Wali kota alcalde (gubernur provinsi) Spanyol di Tayabas, Don Joaquín Ortega, yang istrinya adalah seorang anggota cofradía, memerintahkan pembebasan para tahanan, dengan alasan bahwa ini adalah masalah gerejawi. Setelah itu, pada awal 1841, cofradía dipindahkan ke Majayjay, kota kelahiran "Purgatorio" de San Jorge.[29] Hermano Pule segera mengirim surat kepada Uskup Agung José Seguí di Manila untuk menegur tindakan para saudara Tayabas, dan menuduh mereka melakukan pemukulan dan mengancam mengucilkan para anggota cofradía. Ia juga menantang otoritas para biarawan untuk melakukan tindakan seperti itu karena tujuan cofradía tidak pernah bertentangan dengan iman Katolik. Pada tanggal 29 Januari 1841, Pule mengirim surat kepada Uskup Nueva Cáceres yang menyatakan bahwa cofradía tidak bertentangan dengan hukum kanonik. Surat tersebut diteruskan ke juez provisor keuskupan, yang kemudian meneruskannya ke Pater Antonio Mateo dan Pater Manuel Sancho, yang menolak permohonan Pule. Pada bulan Juni 1841, dengan bantuan para pendukung yang berpengaruh (termasuk Domingo Róxas), Pule kembali mengirimkan surat kepada Real Audiencia yang meminta agar cofradía diakui. Surat ini diteruskan ke kantor Gubernur Jenderal Marcelino de Oraá Lecumberri.[30] Gubernur Jenderal secara pribadi meninjau petisi tersebut dan merasa terganggu dengan aturan cofradía yang mengecualikan orang Spanyol dan mestizo untuk bergabung tanpa seizin Pule. Hal ini membuat De Oraá percaya bahwa itu adalah organisasi penghasut di mana agama digunakan sebagai kedok untuk pemberontakan potensial terhadap otoritas Spanyol. De Oraá kemudian merekomendasikan pemecatan Pule dari Rumah Sakit San Juan de Dios dan membuat cofradía dilarang pada bulan Juli 1841, memerintahkan pembubaran dan penangkapan anggotanya. Pule segera bersembunyi untuk menghindari penangkapan. Pada bulan September 1841, Hermano Pule melakukan perjalanan dari Manila ke Bay, Laguna, untuk bertemu dengan para anggota cofradía yang berhasil lolos dari penangkapan.[31] Mengantisipasi serangan yang akan terjadi, Pule dan Purgatorio mengumpulkan 4.000 pengikutnya di Barrio Isabang di lereng Gunung Banahaw. Sekelompok orang Aetas pagan dari Sierra Madre juga bersekutu dengan cofradia.[32] Pada tanggal 23 Oktober 1841, wali kota Alcala, Joaquín Ortega, dengan perintah dari Manila, memimpin 300 orang dalam sebuah serangan terhadap kamp cofradía. Pasukan cofradía yang berkekuatan 4.000 orang mampu menahan serangan tersebut, yang mengakibatkan kematian Ortega dan banyak anak buahnya.[33] Pule kemudian memindahkan kampnya ke Alitao, dekat kota Tayabas, di mana para pengikutnya memahkotai dia sebagai "Raja Orang Tagalog". Pada saat itu, dia telah mempertimbangkan perpecahan dengan Gereja. Ketika berita kekalahan Ortega sampai ke tangan Gubernur Jenderal, bala bantuan bersenjata yang lebih baik dari Manila dikirim ke Tayabas. Pada tanggal 1 November 1841, Kolonel Joaquín Huet tiba di Tayabas dengan 800 hingga 1.000 tentara.[34][35] Mereka awalnya menawarkan amnesti kepada para anggota cofradía, dengan pengecualian Hermano Pule dan para pemimpin senior lainnya, tetapi para anggota cofradía menolak. Sebelum kedatangan Kolonel Huet, Pule dan para pemimpin cofradía menjanjikan para pengikutnya akan mendapatkan kemenangan melalui campur tangan ilahi. Para pejuang cofradía dibuat percaya bahwa mereka kebal terhadap peluru musuh, dan bahwa malaikat dari Surga akan turun dan membantu mereka dalam pertempuran, dan akhirnya tanah akan terbuka dan menelan pasukan musuh.[36] Pertempuran antara cofradía dan pasukan pemerintah berlangsung selama empat jam. Tiga sampai lima ratus pria, wanita, orang tua, dan anak-anak terbunuh di pihak cofradía. Setelah itu, 500 orang ditawan, termasuk 300 wanita. Sisa anggota fretilin lainnya melarikan diri ke hutan dan tidak dikejar. Hanya sebelas orang yang terluka di pihak pemerintah.[37] Penangkapan, peradilan, dan eksekusiHermano Pule melarikan diri ke Barrio Gibanga. Namun, ia tertangkap oleh pasukan Kolonel Huet pada malam berikutnya. Pada 4 November 1841, setelah diadili secara singkat Casa Comunidad di kota Tayabas, ia disiksa dan lantas dieksekusi oleh regu tembak pada usia 26 tahun. Penguasa Spanyol memerintahkan agar tubuhnya dimutilasi. Potongan tubuhnya kemudian dipamerkan ke seluruh wilayah Tayabas.[17][38][39] Quennie Ann Palafox dari Komisi Sejarah Nasional Filipina menyebutkan bahwa kepala Pule disimpan di dalam sangkar untuk dilihat publik karena diletakkan di atas tiang yang ditancapkan di sepanjang pinggir jalan menuju kota Majayjay.[40] Para pemimpin Cofradía lainnya—Octavio Ygnacio "Purgatorio" de San Jorge, Dionisio de los Reyes, Francisco Espinosa de la Cruz, Gregorio Miguel de Jesus, dan sekitar 200 tahanan cofradía lainnya turut dieksekusi pada hari yang sama dengan Pule.[40][39][37] Dampak dan warisan![]() Reaksi publik dan investigasi Mahkamah AgungPembantaian Alitao tahun 1841 menjadi kontroversi publik di Manila, di mana selebaran-selebaran yang mengkritik tindakan pemerintah disebarkan. Real Audiencia menyalahkan De Oraá atas kegagalannya untuk berkonsultasi dengan mereka sebelum mengirim pasukan, dan perintahnya untuk tidak memberi kesempatan kepada para pejuang cofradía. Sementara itu, Gubernur Jenderal De Oraá menyalahkan Kolonel Huet karena diduga telah melampaui perintahnya.[41] Setelah menyelidiki pembantaian tersebut, Mahkamah Agung Spanyol secara resmi menegur Gubernur Jenderal De Oraá. Pengadilan menegaskan bahwa Pule dan cofradía tidak memiliki motif politik. Namun, mereka mengakui bahwa cofradía telah melakukan pelanggaran gerejawi karena melakukan kegiatan keagamaan tanpa persetujuan dari Gereja Katolik. Pemberontakan Resimen TayabasPada tanggal 20 Januari 1843, anggota Resimen Tayabas Angkatan Bersenjata Spanyol yang ditempatkan di Manila, yang dipimpin oleh Sersan Irineo Samaniego, melakukan pemberontakan sebagai pembalasan atas pembantaian terhadap para anggota cofradía pada bulan November 1841. Mereka berhasil merebut Benteng Santiago dan mempertahankannya selama beberapa jam, tetapi dikalahkan keesokan harinya. Delapan puluh dua pemberontak segera dieksekusi di Lapangan Bagumbayan, sementara sisanya dipenjara.[42][43] Kebangkitan Cofradía dan asal mula colorumPada tahun 1870, Cofradía de San José dihidupkan kembali di bawah kepemimpinan Profeta y Pontifice ('Nabi dan Paus') Juanario Labios. Para anggota cofradía yang dihidupkan kembali ini mengklaim telah menyaksikan penampakan yang diduga bersama Perawan Maria dari Rosario, Hermano Pule, dan Octavio Ygnacio "Purgatorio" de San Jorge. Kegiatan cofradía yang dihidupkan kembali berakhir pada tahun 1871 ketika Labios dan para pengikutnya ditangkap dan dibuang ke Mindoro dan Kepulauan Calamian.[17][38] Para anggota Cofradía de San José yang masih hidup, yang tinggal di sekitar Gunung San Cristobal dan Gunung Banahaw, melanjutkan kegiatan keagamaan mereka dan dikenal sebagai colorum, sebuah korupsi dari frasa Latin saecula saeculorum ('sampai ke zaman dahulu kala'), yang digunakan pada Misa untuk mengakhiri doa. Selama era kolonial Amerika, istilah colorum diterapkan pada semua sekte dan kelompok pemberontak yang dicirikan oleh pengabdian Katolik Roma, takhayul rakyat, dan pemujaan pahlawan. Beberapa dari kelompok-kelompok ini masih aktif sampai sekarang di berbagai provinsi di Filipina.[39] Dimulai pada tahun 1930-an, arti sehari-hari di Filipina di belakang colorum menjadi diperluas menjadi segala aktivitas ilegal, terutama kendaraan umum yang tidak terdaftar.[44] PeringatanSebuah monumen untuk Hermano Pule sekarang berdiri di perbatasan kota Tayabas dan Lucena.[45] Hari ulang tahun kematiannya, 4 November, merupakan hari libur di Quezon.[46] Sebuah drama berjudul "Ang Unang Pagtatanghal ng 'Ang Huling Pasyon ni Hermano Pule'" ditulis oleh Rosauro de la Cruz dan pertama kali dipentaskan pada tahun 1975.[47] Drama ini memenangkan hadiah pertama untuk kategori drama satu babak di Filipina pada Penghargaan Palanca 1972.[48] Film sejarah Ang Hapis at Himagsik ni Hermano Puli (Penderitaan dan Kemarahan Saudara Puli), yang disutradarai oleh Gil Portes dan dibintangi oleh Aljur Abrenica sebagai Hermano Puli, dirilis pada bulan September 2016.[49] Catatan
Referensi
|