Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Hedonisme

Diagram dengan teks "kesenangan", "motivasi", "nilai", dan "moralitas", beserta panah
Berbagai bentuk hedonisme membahas peran kesenangan dalam motivasi, nilai, dan moralitas.[1]

Hedonisme adalah sekumpulan pandangan filosofis yang menempatkan kesenangan sebagai prioritas utama. Hedonisme psikologis adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh perilaku manusia didorong oleh keinginan untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan rasa sakit. Sebagai bentuk egoisme, pandangan ini mengisyaratkan bahwa orang hanya menolong sesama jika mereka mengharapkan keuntungan pribadi.

Hedonisme aksiologis memandang kesenangan sebagai satu-satunya sumber nilai intrinsik. Pandangan ini menegaskan bahwa hal-hal lain, seperti pengetahuan atau harta, hanya memiliki nilai sejauh mereka menimbulkan kesenangan dan mengurangi penderitaan. Perspektif ini terbagi menjadi hedonisme kuantitatif, yang menitikberatkan pada intensitas dan durasi kesenangan, serta hedonisme kualitatif, yang menambahkan kualitas sebagai faktor relevan lainnya. Posisi yang terkait erat, yaitu hedonisme prudensial, menyatakan bahwa kesenangan dan rasa sakit merupakan satu-satunya faktor yang menentukan kesejahteraan.

Hedonisme etis menerapkan hedonisme aksiologis dalam ranah moral, berargumen bahwa setiap individu memiliki kewajiban moral untuk mengejar kesenangan dan menghindari rasa sakit. Versi utilitarian menekankan tujuan untuk meningkatkan kebahagiaan secara menyeluruh bagi semua orang, sedangkan versi egoistik menegaskan bahwa setiap individu seharusnya hanya mengejar kesenangan pribadinya. Di luar konteks akademis, istilah hedonisme kadang digunakan secara peyoratif untuk merujuk pada gaya hidup egoistik yang mengejar kepuasan jangka pendek.

Para hedonis biasanya memahami kesenangan dan rasa sakit secara luas, mencakup segala pengalaman positif maupun negatif. Meskipun secara tradisional dianggap sebagai sensasi tubuh, beberapa filsuf kontemporer menafsirkannya sebagai sikap ketertarikan atau penolakan terhadap objek atau isi pengalaman tertentu. Hedonis kerap menggunakan istilah "kebahagiaan" untuk menggambarkan keseimbangan antara kesenangan dan rasa sakit. Sifat subjektif dari fenomena ini membuat pengukuran keseimbangan tersebut dan perbandingannya antarindividu menjadi sulit. Paradoks hedonisme dan treadmill hedonik dikemukakan sebagai hambatan psikologis terhadap pencapaian kebahagiaan jangka panjang.

Sebagai salah satu teori filosofis tertua, hedonisme telah dibahas oleh Kyrenaik dan Epikurean di Yunani kuno, ajaran Charvaka di India kuno, serta Yangisme di Tiongkok kuno. Pandangan ini kurang mendapat perhatian pada Abad Pertengahan, namun menjadi topik sentral di Era Modern seiring munculnya utilitarianisme. Berbagai kritik terhadap hedonisme muncul pada abad ke-20, mendorong para pendukungnya mengembangkan versi baru untuk menghadapi tantangan tersebut. Konsep hedonisme tetap relevan dalam berbagai bidang, mulai dari Psikologi dan Ekonomi hingga Etika hewan.

Jenis

Istilah hedonisme merujuk pada sekumpulan pandangan mengenai peran kesenangan. Pandangan ini sering dikategorikan menjadi hedonisme psikologis, aksiologis, dan etis tergantung pada apakah fokusnya adalah hubungan antara kesenangan dan motivasi, nilai, atau tindakan yang benar, masing-masing.[2] Meskipun pembagian ini umum dalam filsafat kontemporer, para filsuf terdahulu tidak selalu membedakannya dengan jelas dan terkadang menggabungkan beberapa pandangan dalam teori mereka.[3]

Kata hedonisme berasal dari kata Bahasa Yunani Kuno ἡδονή (hēdonē), yang berarti 'kesenangan'.[4] Penggunaan awal kata ini dalam bahasa Inggris diketahui berasal dari tahun 1850-an.[5]

Hedonisme psikologis

Lukisan minyak seorang pria berjanggut dengan rambut abu-abu tipis
Thomas Hobbes adalah salah satu pendukung utama hedonisme psikologis.[6]

Hedonisme psikologis atau hedonisme motivasional adalah pandangan bahwa seluruh tindakan manusia bertujuan untuk meningkatkan kesenangan dan menghindari rasa sakit. Ini merupakan pandangan empiris mengenai apa yang memotivasi manusia, baik pada tingkat sadar maupun tidak sadar.[7] Hedonisme psikologis biasanya dipahami sebagai bentuk egoisme, yang berarti bahwa manusia berupaya meningkatkan kebahagiaannya sendiri. Ini menyiratkan bahwa seseorang hanya termotivasi untuk menolong orang lain jika hal itu sesuai dengan kepentingannya sendiri karena mereka mengharapkan keuntungan pribadi.[8] Sebagai teori motivasi manusia, hedonisme psikologis tidak mengklaim bahwa semua perilaku selalu menghasilkan kesenangan. Misalnya, jika seseorang memiliki keyakinan yang salah atau kekurangan keterampilan yang diperlukan, mereka mungkin berusaha menghasilkan kesenangan tetapi gagal mencapai hasil yang diinginkan.[9]

Bentuk standar hedonisme psikologis menegaskan bahwa pengejaran kesenangan dan penghindaran rasa sakit adalah satu-satunya sumber semua motivasi. Beberapa hedonis psikologis mengusulkan formulasi yang lebih terbatas, menyatakan bahwa pertimbangan kesenangan dan rasa sakit bukan satu-satunya sumber motivasi, tidak memengaruhi semua tindakan, atau dibatasi oleh kondisi tertentu.[10] Misalnya, hedonisme reflektif atau rasionalisasi menyatakan bahwa motivasi manusia hanya didorong oleh kesenangan dan rasa sakit ketika orang secara aktif merenungkan konsekuensi keseluruhan.[11] Versi lain adalah hedonisme genetik, yang mengakui bahwa manusia menginginkan berbagai hal selain kesenangan tetapi menyatakan bahwa setiap keinginan berakar pada keinginan untuk kesenangan.[12] Hedonisme Darwinian menjelaskan kecenderungan mencari kesenangan dari perspektif evolusi, dengan berargumen bahwa dorongan hedonistik berevolusi sebagai strategi adaptif untuk mendukung kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi.[13]

Para pendukung hedonisme psikologis sering menyoroti daya tarik intuitif dan kekuatan penjelasannya. Mereka berargumen bahwa banyak keinginan berfokus langsung pada kesenangan, sementara yang lain berupaya pada kesenangan secara tidak langsung dengan mendorong penyebabnya.[14] Argumen serupa dari psikologi perilaku menyatakan bahwa perilaku altruistik dipelajari melalui pengondisian, yang memperkuat perilaku yang menghasilkan imbalan positif. Pandangan ini menegaskan bahwa semua motivasi primer berasal dari dorongan hasrat egois yang menjadi dasar bagi seluruh motivasi sekunder, termasuk altruisme.[15]

Para pengkritik hedonisme psikologis sering menunjukkan contoh-contoh yang tampak bertentangan, di mana orang bertindak karena alasan selain kesenangan pribadi. Contoh yang diajukan termasuk tindakan altruistik sejati, seperti seorang prajurit yang mengorbankan diri di medan perang untuk menyelamatkan rekan-rekannya atau orang tua yang ingin anak-anaknya bahagia. Para kritikus juga menyebut kasus non-altruistik, seperti keinginan untuk memperoleh ketenaran pasca kematian. Pertanyaan terbuka adalah sejauh mana kasus-kasus ini dapat dijelaskan sebagai bentuk perilaku mencari kesenangan.[16] Kritik lain dari biologi evolusi berargumen bahwa motivasi altruistik bersifat mendukung kelangsungan hidup dan reproduksi. Argumen ini menyatakan bahwa motivasi altruistik menghasilkan perilaku penting, seperti perawatan orang tua, lebih dapat diandalkan karena tidak tergantung pada mekanisme tambahan, seperti keyakinan individu bahwa perawatan orang tua akan membawa kesenangan pribadi.[17]

Referensi

  1. ^
  2. ^
  3. ^ Gosling 1998, § 2. Psychological, Evaluative and Reflective Hedonism
  4. ^
  5. ^ Oxford University Press 2024
  6. ^
  7. ^
  8. ^
  9. ^ Bruton 2024
  10. ^ Weijers, § 1c. Motivational Hedonism
  11. ^
  12. ^ Tilley 2012, § IV. Psychological Hedonism
  13. ^
  14. ^
  15. ^ May, § 5a. Behavioristic Learning Theory
  16. ^
  17. ^ May, § 4b. An Evolutionary Argument Against Egoism

Pustaka terkait

  • Hedonisme arus balik demokrasi. Martua P Butarbutar. 2014. Jakarta. PWI dan HPN dan Semesta Rakyat Merdeka.
Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya