Eksploitasi tambangEksploitasi tambang merupakan tahap penambangan yang dilakukan setelah kegiatan eksplorasi menunjukkan keberadaan sumber daya yang layak untuk dimanfaatkan. Tahap ini bertujuan mengekstraksi bahan galian dari dalam bumi agar dapat digunakan. Proses eksploitasi meliputi pengupasan lapisan tanah penutup (apabila diperlukan), penggalian, pengangkutan hasil galian ke fasilitas pengolahan, dan dalam beberapa kasus berlanjut hingga distribusi ke pasar. Salah satu proses aktivitas pertambangan yang penting untuk dilakukan berdasarkan legitimasi IUP ialah proses/tahapan eksploitasi. Eksploitasi bahan galian tambang secara merupakan kegiatan penambangan yang meliputi pada kegiatan pengambilan, ekstraksi, dan pengangkutan bahan galian tambang dari dalam bumi dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi yang terkait. Walaupun pemerintah telah menetapkan aturan mengenai mekanisme dan syarat-syarat pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan seperti yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 dan peraturan perundangundangan lainnya khususnya di Sulawesi Utara dengan Perda No. 3 Tahun 2019, namun pada kenyataannya hal itu tidak semata-mata menjamin bahwa tidak adanya kegiatan usaha pertambangan tanpa izin/ilegal (PETI) atau sering dikenal dengan illegal mining. Terdapat ada kegiatan pertambangan yang berjalan tanpa IUP atau IPR.[1] Eksploitasi tambang sering dipandang sebagai salah satu sarana yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, khususnya di wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah. Namun demikian, praktik eksploitasi yang dilakukan secara berlebihan dan tanpa pengelolaan yang memadai dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan. Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi tambang tidak hanya terjadi pada permukaan tanah, tetapi juga menimbulkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem secara lebih luas. Dampak tersebut dapat dijelaskan melalui beberapa aspek utama:[2]
Referensi
|