BuyutBuyut dapat mengacu pada hal ini: Asal-usul Kata Buyut Dalam budaya Jawa, istilah buyut dipakai untuk menyebut leluhur yang lebih tua dari kakek-nenek, biasanya generasi ketiga atau keempat ke atas. Ungkapan ini umum dijumpai dalam silsilah keluarga Jawa: bapak-ibu, simbah (kakek/nenek), buyut, canggah, wareng, udeg-udeg, hingga pitu turunan. Mbah buyut dengan demikian menandai sosok leluhur yang menjadi asal mula cabang keluarga, yang posisinya lebih jauh dibandingkan kakek-nenek langsung. Asal-usul kata buyut diduga berkaitan dengan kosakata Arab بَيْت (bayt) yang berarti rumah. Kata ini dalam bentuk jamak menjadi بُيُوت (buyūt), yang berarti rumah-rumah. Dalam tradisi bahasa Arab, istilah bayt memiliki makna yang lebih luas daripada sekadar bangunan tempat tinggal. Bayt juga dapat merujuk pada keluarga, rumah tangga, bahkan garis keturunan. Misalnya, frasa Ahl al-Bayt berarti “keluarga rumah Nabi” atau “keluarga Nabi Muhammad”. Dengan makna yang meluas inilah muncul dugaan bahwa kata buyut diadopsi ke dalam tradisi Jawa untuk menyebut “leluhur dari rumah-rumah” atau asal mula keluarga besar. Selain kaitan dengan makna keluarga, terdapat pula penafsiran yang menghubungkan buyut dengan kondisi orang yang telah sepuh. Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan ia menetap di rumah. Hal ini sering dikaitkan dengan ungkapan Al-Qur’an: وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ (wa qarna fī buyūtikunna) yang berarti “tetaplah kalian di rumah-rumah kalian” (QS. al-Ahzab: 33). Dari konteks inilah muncul pemaknaan kultural bahwa mbah buyut adalah orang tua yang aktivitasnya berpusat di rumah, tidak lagi banyak melakukan perjalanan atau pekerjaan di luar. Dengan demikian, istilah buyut dalam bahasa Jawa memuat dua lapisan makna yang saling melengkapi. Pertama, ia menunjuk pada leluhur jauh yang menjadi asal usul beberapa cabang keluarga atau rumah tangga. Kedua, ia melambangkan sosok sepuh yang kehidupannya lebih banyak dijalani di dalam rumah. Gabungan kedua makna inilah yang kemudian memperkuat penggunaan kata mbah buyut dalam tradisi masyarakat Jawa sebagai sebutan hormat kepada leluhur.
|