Akas
Akas adalah kelompok perusahaan otobus Indonesia yang berkantor pusat di Probolinggo, Jawa Timur. Kelompok usaha ini menjalankan bus antarkota dan pariwisata dalam beberapa merek. Didirikan oleh keluarga Amat dan Sukarman pada 1952 dan dikukuhkan sebagai badan hukum pada 1956, kelompok usaha ini menjadi kelompok usaha transportasi dengan bermacam-macam merek yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang masing-masing berdiri sendiri, meski masih dikelola oleh keluarga Sukarman dan Ali bin Amat. SejarahPerkembangan awal![]() Dalam catatan yang tertulis dalam majalah Dharmasena edisi November 1994, Sukarman lahir di Madiun, 23 Oktober 1925.[1] Pada tahun 1933 (tepatnya saat ia berumur 8 tahun), ia tinggal dan bekerja di bengkel milik Amat (yang kelak akan menjadi mertuanya).[2][3] Ia juga sempat mengenyam pendidikan hingga kelas 1 MULO, tetapi pendidikannya tidak selesai.[1] Saat ia bekerja sebagai mekanik di bengkel tersebut, ia juga berbisnis besi tua dengan orang Jepang, sehingga ia semakin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan bagian-bagian mesin mobil. Pada tahun 1939, saat meletusnya Perang Dunia II, banyak pedagang Jepang yang pulang ke negara asalnya. Seorang kenalan sekaligus pesaingnya yang bernama Em Kono sempat menasihati Sukarman agar tak lagi bekerja pada mertuanya, dan menjalankan bisnis mandiri. Saat bengkelnya diambil alih Jepang pada masa pendudukan Jepang, bengkel tersebut masih dapat diselamatkan berkat jasa Em Kono. Pengelolaan bengkel pun dialihkan langsung dari Amat ke Sukarman sendiri.[4] Pascakemerdekaan, Sukarman bekerja sebagai karyawan sipil di Korps Polisi Militer dari tahun 1945 hingga 1949. Saat berkarier di Polisi Militer, ia bertugas di bagian kendaraan dan ikut gerilya di Kabupaten Malang. Berbekal pengalamannya dalam memperbaiki kendaraan, ia mulai termotivasi untuk mendirikan sebuah perusahaan jasa angkutan. Pada masa itu, situasi transportasi darat di Indonesia sulit, sementara permintaan untuk mengangkut hasil bumi menjadi banyak. Pasca-penyerahan kedaulatan 1949, ia telah memiliki modal untuk mendirikan usaha baru berupa bengkel mertuanya serta pinjaman bank. Ia kemudian membuat sebuah truk (prahoto) dari bekas mobil tua dan suku cadangnya. Tahun 1951, ia sudah memiliki 6 unit truk sekaligus mengemudikannya. Pada saat yang sama, ia sudah menggagas sebuah perusahaan bus, karena merasa empati melihat rombongan yang sedang mengantarkan orang sakit untuk berobat ke kota. Untuk itu, ia memodifikasi salah satu truknya dengan menambahkan terpal agar penumpang tidak kepanasan atau kehujanan. Mesin-mesin yang digunakan untuk truknya itu adalah hasil pembuatan ulang mesin-mesin bermerek Chevrolet. Pada tahun 1952, ia mendirikan perusahaan otobus bernama Akas.[4] Generasi pertama grup Akas mencakup Amat sebagai orang tua, Sukarman sebagai menantu, dan Ali sebagai anak kandung Amat. Amat memiliki dua orang anak: Aminah dan Ali. Aminah menikah dengan Sukarman, dan Ali menikah dengan Kasmini.[2] Akas berbadan hukum sebagai persekutuan komanditer dengan pengukuhan akta notaris Sie Kwan Ho No. 11 tanggal 23 Maret 1956. Akas umumnya diyakini merupakan akronim dari Amat Karman Ali Sekeluarga.[5] Namun, menurut Sukarman sendiri, akas bukanlah akronim, melainkan sinonim dari "giat, terampil, bersemangat kerja, dan tanggap." Menurutnya, giat bekerja atau tidak malas, disertai sikap tekun, ulet, dan tanggap, akan membawa perusahaan menjadi semakin maju. Tahun 1962, Akas sudah memiliki 60 bus dan 15 truk.[4] Penyerahan bisnis dan kematian Sukarman![]() Pascakematian Amat pada 1972, struktur perusahaan kemudian diubah, yang hanya mengubah susunan manajemen internal dan organisasi perseroan. Isi akta pendirian perusahaan yang dibuat pada 1956 serta izin trayek tidak diubah. Pada akta tersebut, disebutkan Sukarman sebagai direktur, Hartoyo sebagai wakil direktur, serta Harsono, Ali bin Amat, dan Edy Haryadi sebagai sekutu pasif.[2] Lalu pada tahun 1974,[2] Sukarman membagi perusahaan menjadi empat divisi dan satu perusahaan baru:[6]
Sukarman tidak hanya berbisnis bus. Sukarman diketahui berbisnis hotel, dengan mendirikan Hotel Bromo Permai dengan 65 kamar serta peristirahatan di Ngepung, Sukapura, Probolinggo, dengan kolam renang dan lapangan tenis. Sukarman juga berbisnis pertanian dan olahraga, termasuk mendirikan Sasana Tinju Akas. Pada 1990, lewat Yayasan Amat Karman, Sukarman juga mengelola perguruan tinggi swasta, Universitas Wijaya Putra, di Kota Surabaya.[3] Pada tahun 1985, Muliati, istri Ali bin Amat, meninggal dunia. Ali bin Amat mundur dari pengelolaan Akas III dan digantikan oleh anaknya Rudi Yahyanto.[2] Pada tahun 2000, Hartoyo Tingok meninggal, kemudian menyusul Sukarman pada 2001. Pada waktu itu, akta notaris baru pun keluar dengan notaris Abrar. Dalam akta tersebut, setiap pengurusan legalitas perusahaan, termasuk izin pembuatan dan perpanjangan trayek bus, dikuasakan kepada Edy Haryadi. Ironisnya, Rudi Yahyanto tidak lagi dilibatkan dalam pengelolaan perusahaan.[2] Unit usaha pasca-pembagianAkas IAkas I memiliki nama legal PT Akas Turangga Sejati, melayani trayek antarkota dalam provinsi. Dipimpin oleh anak sulung dari Sukarman, yakni Harsono, ia memulai bisnisnya dengan mengoperasikan 40 unit bus yang dihadiahkan kepadanya setelah menikah. Menurut keterangan montir dari Akas I, Harsono memiliki kecenderungan menyukai eksperimentasi dan tune-up terhadap unit-unit busnya alih-alih mengembangkannya.[7] Akas II![]() Kelompok yang diwariskan kepada anak kedua dari Sukarman, yakni Hartoyo Tingok, merupakan kelompok usaha yang paling terdiversifikasi menjadi berbagai merek dan perusahaan. Tingok memulai bisnisnya dengan mengoperasikan 42 unit bus yang dihadiahkan kepadanya setelah menikah.[8] Perusahaan-perusahaan hasil pecahan Akas II berikut ini beroperasi di tiga segmen, yakni bus antarkota antarprovinsi, antarkota dalam provinsi, dan bus pariwisata.
Akas III![]() Kelompok ini diwariskan kepada Ali bin Amat dan anaknya Rudi Yahyanto.[2] Bagian ini tidak berjalan dengan merek Akas, tetapi dengan nama Anggun Krida, Kurnia Jaya,[9] dan Kenongo Indah. Akas IV![]() Akas IV dikelola oleh anak Sukarman, Edy Haryadi.[6] Melayani trayek-trayek awal Akas, seperti Probolinggo–Sukapura dan Probolinggo–Bermi. Mila Sejahtera (Mila akronim dari Menunjang Indonesia Lancar Angkutan), kini merupakan bagian dari Akas IV[10]; sebelumnya Akas II. Referensi
Daftar pustaka
|