Muhammad Daud Arif
Muhammad Daud Arif atau dikenal dengan Guru Daud.[1] adalah seorang ulama, pejuang, dan politikus dari Kota Kuala Tungkal, Jambi. Ia dikenal sebagai seorang pejuang yang aktif selama masa perang kemerdekaan Indonesia, Ia pernah menjadi Pemimpin Laskar Hizbullah Kuala Tungkal pada tahun 1946–1949.[1][2] KehidupanDaud Arif lahir di Amuntai (Kalimantan Selatan) pada tahun 1908 dari pasangan Aisyah dan Arif. Ia merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Saudara-saudaranya yang lain bernama Manshur, Ahmad, Zaleha, Ujang dan Shabran. Daud menghabiskan masa kecil dan remajanya di Pontian (Johor, Malaysia). Menjadi yatim karena kematian ayahnya, Ia memperoleh pendidikan dan nilai-nilai agama dari ibunya. Ia juga diasuh oleh Manshur bergelar Datuk Darah Putih, saudara kandung tertuanya yang menjadi qadhi (hakim) di Pulau Penang, Malaysia.[1][2] Daud Arif menerima pendidikan formal selama lima tahun di Sekolah Pemerintah Pontian pada tahun 1923. Ia melanjutkan pendidikan selama satu tahun di Madrasah As-Shahapul 'Arabiyah Singapore and Madrasah al-Juned Singapore. Pada tahun 1924 sampai 1926, Ia mendapatkan kesempatan belajar di Arabische School di Amuntai Banjarmasin.[1] Pada usia 17 tahun, Daud berlayar ke Mekkah bersama kakaknya untuk mempelajari ilmu agama. Setelah lima tahun belajar di Mekkah, Ia pulang ke Johor, dan kemudian menyusul ibunya merantau ke Kuala Tungkal. Pada tahun 1930, Daud menikah dengan seorang perempuan bernama Syamsiah, putri dari salah seorang tokoh masyarakat bernama Ahmad. Dari pernikahan tersebut ia dikaruniai enam orang anak terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan.[1][2] Karier![]() Pada tahun 1946, Muhammad Daud Arif mendirikan dan memimpin Laskar Hizbullah sebagai pasukan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagian besar anggota laskar adalah para santri Madrasah Hidayatul Islamiyah.[3] Sebagai pemimpin, Muhammad Daud Arif tidak ikut bertempur, tetapi sebagai pendorong dan pemberi motivasi untuk semangat memperjuangkan kemerdekaan.[4] Pada tahun 1947, Muhammad Daud Arif mengeluarkan fatwa yang menggelorakan semangat perjuangan santri Madrasah Hidayatul Islamiyah, bahwa membela agama, tanah air dan bangsa adalah mati syahid.[5][1] Daud Arif sebagai ulama, pendidik, pejuang, tokoh masyarakat dan politikus tampak dari berbagai peran dan jabatan yang pernah ia emban. Beberapa peran dan jabatan tersebut ialah sebagai berikut:[1][2]
KematianAktivitas Daud Arif yang begitu banyak sangat mempengaruhi kondisi kesehatannya. Pada tanggal 11 Agustus 1976, Ia mengalami serangan jantung dan meninggal dunia pada usia 68 tahun.[1][6] PenghargaanAtas jasanya kepada masyarakat Tanjung Jabung Barat khususnya Kota Kuala Tungkal, nama Muhammad Daud Arif diabadikan menjadi nama sebuah jalan dan nama rumah sakit umum daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.[1] Referensi
|