Kitab Hukum Kanonik (KHK) Gereja Katolik mendefinisikan keuskupan sebagai "bagian dari umat AlIah, yang dipercayakan kepada Uskup untuk digembalakan dengan kerja sama para imam, sedemikian sehingga dengan mengikuti gembalanya dan dihimpun olehnya dengan Injil serta Ekaristi dalam Roh Kudus, membentuk Gereja partikular, dalam mana sungguh-sungguh terwujud dan berkarya Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik."[1]
Keuskupan merupakan gereja partikular dalam relasinya dengan gereja universal yang dipimpin oleh Paus. Hanya Paus yang memiliki wewenang untuk mendirikan suatu keuskupan setelah mendengarkan alasan-alasan yang diajukan oleh para uskup di daerah tersebut. Pada umumnya suatu keuskupan dibagi menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil, yang disebut paroki, yang dipimpin oleh seorang imam paroki.
Seluruh keuskupan dipimpin oleh seorang uskup, tetapi seorang uskup belum tentu memimpin suatu keuskupan. Uskup yang memimpin suatu keuskupan disebut uskup diosesan. Uskup-uskup diosesan diangkat dan ditugaskan di dalam suatu keuskupan oleh Paus, sementara ia sendiri merangkap jabatan sebagai Uskup Roma. Sementara itu, uskup yang tidak memimpin suatu keuskupan disebut uskup tituler. Uskup tituler bisa saja berstatus sebagai pembantu dari uskup diosesan (uskup auksilier), calon uskup diosesan (uskup koajutor), atau mantan uskup (uskup emeritus) di dalam suatu keuskupan.
DI dalam Gereja Katolik, terdapat pengelompokan beberapa keuskupan yang berdekatan menjadi suatu provinsi gerejawi.
Di dalam provinsi gerejawi tersebut, suatu keuskupan diberi kekhususan sebagai pemegang "takhta metropolit", sehingga keuskupan tersebut disebut juga "metropolis" atau "keuskupan metropolit", dengan uskupnya yang disebut "uskup metropolit". Takhta metropolit merupakan takhta episkopal (takhta apostolik para uskup) utama di dalam provinsi gerejawi. Meskipun demikian, kedudukan ini sebenarnya tidak memiliki kekuasaan apa pun atas keuskupan-keuskupan lainnya selain beberapa wewenang khusus yang berhubungan dengan pengawasan pada keuskupan-keuskupan tersebut. Umumnya, keuskupan metropolit dianggap sama dengan keuskupan agung.
Keuskupan-keuskupan yang bukan merupakan keuskupan metropolit di dalam suatu provinsi gerejawi disebut "keuskupan sufragan", dengan uskupnya yang disebut "uskup sufragan".
Pembentukan keuskupan metropolit dan provinsi gerejawi bertujuan untuk mempersatukan keuskupan-keuskupan yang berdekatan ke dalam layaknya suatu gugusan (cluster), dalam rangka mengembalakan umat yang kurang lebih mirip budayanya. Oleh karena itu, pembentukan keuskupan agung tidak memiliki hubungan dengan luas wilayah ataupun kedewasaan keimanan umat secara umum.
Keuskupan agung merupakan istilah untuk wilayah keuskupan yang dipimpin oleh uskup agung. Keuskupan agung umumnya dibentuk dari suatu keuskupan oleh Paus.
Istilah "keuskupan agung" dan "uskup agung" biasanya dianggap sama dengan "keuskupan metropolit" dan "uskup metropolit",[2] yang menjadi pemegang takhta metropolit (takhta episkopal utama) di dalam suatu provinsi gerejawi, meskipun terdapat beberapa pengecualian, seperti yang disebutkan di paragraf-paragraf berikut. Sebagai contoh, Keuskupan Agung Jakarta yang merupakan keuskupan metropolit dalam Provinsi Gerejawi Jakarta, yang juga beranggotakan Keuskupan Bogor dan Keuskupan Bandung.[3]
Meskipun sangat jarang, terdapat beberapa khusus yang menjadikan keuskupan agung sebagai keuskupan sufragan dalam suatu provinsi gerejawi. Misalnya Keuskupan Agung Avignon dan Aix yang merupakan keuskupan-keuskupan sufragan dalam provinsi gerejawi yang takhta metropolitnya dipegang oleh Keuskupan Agung Marseille.[4][5] Kedua keuskupan tersebut pada awalnya merupakan keuskupan metropolit, tetapi status metropolit keduanya dicabut pada tahun 2002 dan dilebur ke dalam Provinsi Gerejawi Marseille.
Selain itu, terdapat pula beberapa keuskupan agung yang tidak membentuk provinsi gerejawi. Keuskupan nonmetropolit semacam ini biasanya tunduk langsung pada Takhta Suci. Contohnya adalah Keuskupan Agung Singapura.[6]
Gereja Inggris dan Persekutuan Anglikan
Setelah Reformasi Inggris, Gereja Inggris masih tetap mempertahankan struktur keuskupan seperti halnya pada Gereja Katolik. Struktur tersebut kemudian diikuti pula oleh Gereja-Gereja lainnya dalam Persekutuan Anglikan.