Hipotesa Sam Suparlin
"Hipotesa Sam Suparlin" merupakan sebuah istilah yang menjadi judul sebuah bab dalam buku "Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao, terror agama Islam mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833". Sam Suparlin sendiri adalah nama julukan dari Mangaraja Onggang Parlindungan, yang merupakan pengarang dari buku tersebut. Hipetasa Sam Suparlin berkisar tentang sejarah perkembangan agama-agama di Kepulauan Indonesia dalam perspektif yang relatif berbeda dengan penulisan sejarah oleh pihak kolonial Hindia Belanda. Berbagai agama, disebarkan di Kepulauan Indonesia demi menjamin Flow of Goods (aliran perniagaan) rempah-rempah. Berikut adalah poin-poin hipotesa tersebut: Tahun 500 - 700 Masehi: Perkembangan Agama Budha HinayanaPada tahun ± 500 - 900 Masehi, pepper producing area (kawasan penghasil lada) yang terpenting di seluruh dunia adalah daerah Sungai Dareh/Batanghari di Minangkabau Timur. Tertarik oleh monopoli dagang merica langsung dari sumbernya, maka di sekitar Sungai Batanghari muncullah secara berturut-turut: Kerajaan Melayu Tua dan Sriwijaya/Jambi, yang keduanya memluk agama Budha Hinayana (sebagaimana dilaporkan oleh penjelajah Tiongkok I Tsing pada tahun 671 dan 685 Masehi). Perniagaan lada terorganisir dengan baik dalam Kerajaan Sriwijaya. Lada yang diproduksi di Sungai Dareh, kemudian diangkut melalui Sungai Batanghari, lalu diturunkan di Muara Tembesi, untuk kemudian disekspor dari pelabuhan Muara Sabak. Komoditas lada tersebut dikapalkan ke Canton, Tiongkok, kemudian lada didistribusikan menggunakan karavan-karavan melalui Jalur Sutra ke Damaskus. Dalam catatan-catatan Tiongkok dari zaman Dinasti Sui dan Dinasti Tang, Muara Tembesi menjadi termashyur dengan nama San Fo Tsi atau Sam Bo Tsi. Tahun 661 - 730 Masehi: Perkembangan Agama Islam SunniDinasti Kekhalifahan Ummayah (tahun 661 - 750 Masehi) timbul dan berpusat di Damaskus, Suriah. Pusat pemeritahan khalifah-khalifah pindah dari Medinah ke Damaskus, kota niaga terbesar di dunia saat itu. Kota Damaskus merupakan pusat dagang dari orang-orang Kristen Monofisit dan orang-orang Tiongkok dari Dinasti Tang. Sebagaimana Troya di masa lalu, Damaskus adalah transit dari Jalur Sutra, yang dilalui oleh karavan-karavan unta dari Tiongkok yang akan menuju ke Asia Kecil (terutama membawa komoditas sutra dan rempah-rempah). Muawiyah, Khalifah Damaskus saat itu, mengutus orang-orang Tionghoa yang sudah masuk Islam untuk mencari negeri penghasil rempah-rempah. Dalam perjalanannya, para utusan itu membawa surat dari Khalifah Muawiyah yang ditujukan kepada Sri Maharaja Lokitawarman di Sriwijaya/Jambi. Dan surat juga disampaikan kepada Ratu Simo di Kalingga, Jepara. Khalifah Sulaiman Bin Abdul Malik (memerintah tahun 715 - 717 Masehi) memberangkatkan sebuah armada yang terdiri dari 35 kapal, dari Teluk Persia menuju Sriwijaya/Jambi. Armada tersebut berhasil merebut semenanjung Gujarat, India, lalu kemudian singgah di Perlak, Aceh, kemudian mencapai Sriwijaya/Jambi, dan selamat kembali ke Damaskus dengan membawa sangat banyak lada. Perniagaan lada melalui jalur laut sangat berkembang antara Kerajaan Sriwijaya/Jambi yang memeluk agama Budha Hinayana dengan Kekhalifahan Damaskus. Kota pelabuhan Muara Sabak menjadi termashyur di dunia Islam dengan nama "Zabag" seperti sebelumnya San Fo Tsi di Tiongkok pada zaman Dinasti Tang. Pada tahun 99 Hijriah/718 Masehi, Raja Sriwijaya/Jambi Sri Indrawarman masuk Islam. Pada tahun 107 Hijriah/726 Masehi, Jay Sinna, Raja Kalingga juga masuk Islam. Tahun 720 - 950 Masehi: Perkembangan Agama Budha MahayanaPihak Tiongkok/Diansti Tang tentulah sangat dirugikan, karena lada/merica tidak lagi mengalir ke Asia Kecil lewat jalan darat, akan tetapi mengalir langsung ke Teluk Persia lewat jalur laut. Dengan dukungan dari angkatan laut Dinasti Tang, agama Budha Hinayana dan agama Islam dengan pedang ditindas di Kerajaan Sriwijaya/Jambi. Raja Sri Indrawarman wafat dalam pemberontakan dalam negeri, yang dihasut oleh pihak Dinasti Tang. Agama Budha Mahayana dengan kekerasan dipaksakan di Kerajaan Sriwijaya. Ibukota Sriwijaya di tepi sungai Batanghari dibumihangukan, dan didirikan ibukota baru di tepi Sungai Musi, menjadi Sriwijaya/Palembang, dimana Dinasti Syailendra "ditahtakan" oleh Angkatan Laut Tiongkok/Dinasti Tang (tahun 727 Masehi). Kerajaan Sriwijaya/Palembang (eksis tahun 727 - 950 Masehi) bersama Tiongkok/Dinasti Tang merebut dan memusnahkan Kerajaan Kalingga/Jepara. Raja Jay Sinna wafat mempertahankan Agama Islam. Dinasti Syailendra yang beragama Budha Mahayana mendirikan Candi Borobudur di Pulau Jawa (± tahun 900 Masehi). Tahun 730 - 1128 Masehi: Agama Islam Hilang Lenyap dari Kepulauan NusantaraAgama Islam yang di kepulauan Indonesia diperkembangkan oleh Kekhalifahan Ummayyah, pada sekitar tahun 720 - 730 Masehi dibasmi habis oleh Kaisar-kaisar Tiongkok/Dinasti Tang dan oleh Raja-raja Sriwijaya/Palembang dari Dinasti Syailendra. Agama Islam selama 400 tahun hilang/lenyap dari Kepulauan Indonesia. Pada saat yang bersamaan, Dinasti Ummayah sendiri dikalahkan oleh Dinasti Abbasiyah yang berkedudukan di Baghdad. Dinasti Abbasiyah (tahun 749 - 1258 Masehi) tidak kuat di bidang maritim, meskipun sangat kuat dalam bidang kesusasteraan. Tahun 1128 - 1339 Masehi: Perkembangan Agama Islam Mazhab SyiahMonopoli perdagangan lada melalui jalur laut yang pernah direbut oleh Kekhalifahan Damaskus, 400 tahun kemudian direbut pula oleh Kesultanan Mesir/Dinasti Fathimiyah. Untuk kedua kalinya datang lagi pedagang-pedagang orang-orang Islam di Pulau Jawa, seperti di Leran. Di Pulau Sumatera muncullah Kesultanan-kesultanan yang memeluk agama Islam mazhab Syiah/aliran Fathimiyah. Kesultanan-kesultanan tersebut yaitu Kesultanan Daya/Pasai, Kesultanan Bandar Khalifah, Kesultanan Muar/Malaya, Kesultanan Aru/Barumun, dan Kesultanan Kuntu/Kampar. Ekstra perihal: Kesultanan Perlak (tahun 1168 - 1297 Masehi)Pada era sebelum masehi, orang-orang Persia (yang belum Islam) sudah mengadakan hubungan dagang melalui jalur laut dengan Tiongkok. Untuk persinggahan kapal-kapal, mereka mendirikan pemukiman-pemukiman di Bombay, India dan di Perlak, Aceh. Di dalam bahasa Persia, Perlak disebutkan "Tadj I Alam" = "Mahkota Alam". (Tadj seperti di "Taj Mahal"). Di masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab (tahun 634 - 644 Masehi), Persia direbut dan di-Islamkan. Orang-orang Persia yang ada di Perlak pun menyusul masuk Islam. Pada waktu itulah nama "Ta Chih" = "Tadj I Alam", muncul dalam catatan-catatan Tiongkok. Menjadi nama dari pemukiman-pemukiman Islam antara Selat Malaka dan Teluk Persia, termasuk Singkil, yang oleh pihak Tiongkok hanyalah dikenal dari kisah-kisah. Pada tahun 1159 Masehi, Persia direbut oleh Panglima Zalkari Gafur Attabek, panglima tentara Turki. Sedikit kapal-kapal dari angkatan laut Persia dibawah pimpinan laksamana Sayid Alaidin Alawi melarikan diri dari Teluk Persia dan kembali ke Perlak, yang baru setengah tahun ditinggalkannya. Perlak yang sedang dikepung oleh orang-orang Gayo yang pagan, direbut oleh Laksamana Sayid Alaidin Alawi. Perlak dijadikan "New Persia" dengan nama "Kesultanan Perlak". Laksamana Sayid Alaidin Alawi menjadi Sultan yang pertama pula di Kepulauan Nusantara, memakai gelar Persia "Alam Syah". Kesultanan Perlak pernah dikunjungi oleh Marco Polo pada tahun 1293. Seorang Putri dari Kesultanan Perlak, yaitu Putri Ganggang Sari, merupakan Sultanah dari Sultan Malikussaleh, Sultan Samudera Pasai yang pertama. Kesultanan Perlak pernah diserang oleh Kerajaan Sriwijaya/Palembang, Kerajaan Dharmasraya/Jambi, dan oleh orang-orang Gayo yang pagan. Pada tahun 1297, Kesultanan Perlak secara definitif dihapuskan oleh Kerajaan Majapahit. Tahun 1285 - 1511: Perkembangan Agama Islam Mazhab SyafiiMonopoli perdagangan lada melalui jalur laut, yang pernah direbut oleh Kekhalifahan Damaskus dan oleh Kesultanan Mesir/Dinasti Fathimiyah, direbut pula oleh Kesultanan Mesir/Dinasti Mameluk (berkuasa tahun 1252 - 1516). Kesultanan Daya/Pasai yang beragama Islam mazhab Syiah (tahun 1204 - 1285) dihapuskan oleh armada Mesir dari Dinasti Mameluk di bawah komando Laksamana Ismail As Siddik, yang mendirikan Kesultanan Samudera/Pasai yang beragama Islam mazhab Syafii (tahun 1285 - 1522 Masehi). Agama Islam mazhab Syafii sangat pesat berkembang di kalangan penduduk asli Indonesia di sekitar selat Malaka, karena oleh Sultan Malikussaleh, Sultan Samudera Pasai yang pertama dijadikan sebagai simbol pemersatu nasional yang asli Indonesia, menentang penjajahan oleh orang-orang Cambay/Gujarat, yang beragama Islam mazhab Syiah. Tahun 1293 - 1376: Perkembangan Agama Hindu/JawaDaerah penghasil lada di Sumatera, direbut oleh Kerajaan Singasari, dalam "Ekspedisi Pamalayu" tahun 1275 - 1289 Masehi. Setelah itu direbut pula oleh Tentara Majapahit dibawah komando panglima Adityawarman pada tahun 1339. Agama Hindu/Jawa berkembang di Kerajaan Silo/Simalungun pada masa pemerintahan Raja Indrawarman (tahun 1293 - 1339 Masehi). Berkembang pula di Kerajaan Pagaruyung/Minangkabau pada masa pemerintahan Raja Adityawarman (tahun 1339 - 1376 Masehi). Survivals dari agama Hindu/Jawa, hingga kini masih ada sedikit-sedikit di Pulau Sumatera, yaitu di Simalungun dan Kerinci. |