Entitas algoritmik
Entitas algoritmik legalPara akademisi dan politisi telah berdiskusi selama beberapa tahun terakhir tentang kemungkinan adanya entitas algoritmik legal, yang berarti bahwa algoritma atau AI diberikan status badan hukum. Di sebagian besar negara, hukum hanya mengakui orang perseorangan atau badan hukum nyata dan badan hukum. Argumen utamanya adalah bahwa di balik setiap badan hukum (atau lapisan-lapisan badan hukum), pada akhirnya terdapat seorang badan hukum.[4] Di beberapa negara, terdapat beberapa pengecualian dalam hal ini, yaitu pemberian status badan hukum lingkungan kepada sungai, air terjun, hutan, dan gunung. Di masa lalu, beberapa bentuk status badan hukum juga ada untuk bangunan keagamaan tertentu seperti gereja dan kuil.[5] Beberapa negara (meskipun untuk tujuan publisitas) telah menunjukkan kesediaan untuk memberikan (beberapa bentuk) status badan hukum kepada robot. Pada tanggal 27 Oktober 2017, Arab Saudi menjadi negara pertama di dunia yang memberikan kewarganegaraan kepada robot ketika robot tersebut memberikan paspor kepada "Sophia". Pada tahun yang sama, status kependudukan resmi diberikan kepada sebuah chatbot bernama "Shibuya Mirai" di Tokyo, Jepang.[6] Konsensus umum adalah bahwa AI dalam hal apa pun tidak dapat dianggap sebagai orang alami atau nyata dan pemberian status pribadi (hukum) kepada AI pada tahap ini tidak diinginkan dari sudut pandang masyarakat. Namun, diskusi akademis dan publik terus berlanjut seiring dengan semakin canggihnya perangkat lunak AI dan semakin banyaknya perusahaan yang menerapkan kecerdasan buatan untuk membantu dalam semua aspek bisnis dan masyarakat. Hal ini menyebabkan beberapa akademisi bertanya-tanya apakah AI harus diberikan status pribadi hukum karena bukan hal yang mustahil untuk suatu hari nanti memiliki algoritma canggih yang mampu mengelola perusahaan sepenuhnya independen dari intervensi manusia.[6] Brown berpendapat bahwa pertanyaan tentang apakah status pribadi hukum untuk AI dapat diberikan terkait langsung dengan masalah apakah AI dapat atau bahkan seharusnya diizinkan untuk memiliki properti secara sah.[7] Brown "menyimpulkan bahwa status pribadi hukum tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi AI untuk memiliki properti pribadi."[8] Ini merupakan penelitian yang sangat penting karena banyak akademisi telah mengakui bahwa AI memiliki kepemilikan dan kendali atas beberapa aset digital atau bahkan data. AI juga dapat menciptakan teks tertulis, foto, karya seni, dan bahkan algoritma, meskipun kepemilikan atas karya-karya ini saat ini tidak diberikan kepada AI di negara mana pun karena tidak diakui sebagai badan hukum. Referensi
|