Absolut (filsafat)Dalam filsafat, absolut atau mutlak adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan realitas yang sempurna dan berdiri sendiri, yang tidak bergantung pada apa pun di luar realitas tersebut.[1] Dalam teologi, istilah ini juga digunakan untuk merujuk kepada suatu wujud tertinggi (supreme being).[2] Meskipun konsep umum tetang realitas yang mutlak sudah ada sejak zaman kuno, istilah spesifik "Absolut" ("Mutlak") pertama dikemukakan Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dan banyak muncul pada karya-karya pengikutnya. Dalam idealisme absolut dan idealisme Inggris, absolut berfungsi sebagai konsep untuk "realita tak bersyarat, yaitu dataran rohani segala yang ada atau kesegalaan segala hal yang dipikirkan dalam kesatuan rohani".[3] SejarahKonsep "absolut" dikemukakan dalam filsafat modern oleh Hegel, yang diartikan sebagai "ketotalan segala hal, baik yang memang ada dan yang mungkin ada".[4][5] Bagi Hegel, menurut Martin Heidegger, absolut adalah "roh yang tampak pada dirinya dalam keyakinan tahu diri tak bersyarat".[6] Menurut dimengertinya Hegel oleh Frederick Copleston, "Logika mempelajari absolut 'dirinya sendiri'; filsafat Alam mempelajari absolut 'untuk dirinya'; dan filsafat Rohani mempelajari absolut 'dirinya sendiri dan untuk dirinya'."[7] Konsepnya juga muncul dalam karya-karya F. W. J. Schelling, dan terantisipasi oleh Johann Gottlieb Fichte.[3] Dalam filsafat Inggris, F. H. Bradley membedakan konsep absolut dengan Tuhan, sedangkan Josiah Royce, pendiri aliran filsafat idealisme Amerika, menyamakan mereka. Agama-agamaAgama AbrahamikDalam pandangan Katolik, absolut adalah yang tertinggi atau yang paling Maha Agung, biasanya dipahami sebagai "ketotalan segala hal, baik yang memang ada dan yang mungkin ada",[4] atau melampaui konsep "ada" sama sekali. Agama DarmikKonsep absolut umum digunakan untuk menafsir teks-teks awal agama Darmik seperti penggunaannya oleh Siddhattha Gotama, Yajnawalkya, Nagarjuna, dan Adi Shankara.[8] Istilah ini juga telah diangkat oleh Aldous Huxley dalam filsafat perenialnya untuk menafsirkan berbagai tradisi keagamaan, termasuk agama-agama India,[9] dan memengaruhi aliran pemikiran nondualistik dan Zaman Baru lainnya. HinduMenurut Glyn Richards, teks-teks awal agama Hindu menyatakan bahwa Brahman atau Brahman–Atman nondual adalah Absolut.[10][11][12] Buddhisme TheravādaDalam Udāna 8.3, Sang Buddha mendeskripsikan Nibbāna sebagai "ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ" yang artinya sebagai berikut:
Dalam hal ini, Nibbāna adalah sesuatu yang tidak terpersonifikasi atau tanpa-Aku (anatta). Dengan adanya Yang Mutlak atau Yang Tidak Terkondisi (asaṅkhata), maka manusia yang berkondisi (saṅkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (saṃsāra). Buddhisme MahāyānaMenurut Takeshi Umehara, beberapa teks kuno agama Buddha menyatakan bahwa "yang benar-benar Absolut dan benar-benar Bebas pastilah merupakan ketiadaan",[13] "kehampaan".[14] Namun, Nagarjuna (filsuf Buddhis awal pendiri aliran Mahāyāna), menurut Paul Williams, tidak menjelaskan "kekosongan" sebagai sesuatu Yang Absolut; melainkan "ketidakhadiran sepenuhnya (ketidakadaan murni) dari keberadaan inheren" di filsafat Buddhis aliran Mādhyamaka.[15] JainismeDalam Jainisme, "Pengetahuan Absolut" atau Kewalya Gnan dikatakan telah dicapai oleh para arihanta dan tirthankara, yang berisi tentang pengetahuan mereka 360 derajat kebenaran dan peristiwa masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Seluruh dua puluh empat Tirthankara dan banyak lainnya adalah Kewalya Gnani atau "Para Pembawa Pengetahuan Absolut". Referensi
|