Abdurrahman bin Abu Bakar
Abdurrahman bin Abi Bakar (bahasa Arab: عبد الرحمن بن أبي بكر) adalah sahabat Nabi Muhammad yang juga merupakan anak dari Khalifah pertama Abu Bakar dan memilki adik kandung bernama Aisyah. Tidak seperti keluarga lainnya yang telah lebih dahulu memeluk Islam, ia memeluk Islam setelah terjadinya Fathu Makkah. Sebelum masuk Islam namanya adalah Abdul Ka'bah.[1] KehidupanSaat Pertempuran Badar, Abdurrahman masih di barisan Quraisy Mekkah dan dia selamat, begitupula saat Pertempuran Uhud, ia menantang muslimin dan hampir dijawab ayahnya Abu Bakar namun dilarang Nabi.[1] Saat penaklukkan Mekah oleh Muhammad, Abdurrahman menerima Islam. Ia punya seorang istri bernama Atika, karena terlalu sering bermadu kasih hingga lalai dalam ibadah, maka Abu Bakar memaksanya untuk menceraikannya, tetapi kemudian mereka rujuk kembali.[2] Semasa Pertempuran Yamamah di masa Khalifah Abu Bakar melawan Musailamah, Abdurrahman berhasil membunuh Muhakkam bin Thufail, tangan tangan Musailamah dengan panahnya tepat menancap di leher saat Muhakkam melarikan diri ke dalam benteng.[1] Semasa Khalifah Umar, Abdurrahman ikut berkunjung ke Syam ia jatuh hati pada seorang wanita bernama Laila putri al-Juddy, penguasa Damaskus. Kekagumannya membuat Umar memberi pesan pada komandan penaklukkan untuk membawa Laila pada Abdurrahman. Setelah dinikahkan, istrinya yang lain cemburu lalu mengadukan pada Aisyah. Suatu hari Laila sakit hingga membuat cacat pada tubuhnya lalu ia tidak diperhatikan lagi oleh Abdurrahman, lalu ia ditegur Aisyah untuk menceraikannya.[3] Ketika Umar bin Khattab ditikam hingga terbunuh, Abdurrahman melihat pelakunya, Abu Lu'lu'ah, bersiap sehari sebelumnya, "Tadi malam aku berpapasan dengan Abu Lu'lu'ah, saat ia sedang bertemu secara rahasia dengan Jufainah dan Hurmuzan. Ketika aku mendatangi mereka, mereka melompat dan sebuah belati dengan dua bilah dan gagangnya jatuh di tengah-tengah mereka."[4] Abdurrahman menolak kebijakan Muawiyah I yang mengangkat puteranya, yaitu Yazid I sebagai pengganti khalifah. Ketika Marwan bin al-Hakam (wali kota Madinah) mengumumkan berita ini ke khalayak ramai di Madinah, dia berupaya untuk memberinya pengesahan dengan mengatakan bahwa inilah cara atau kebiasaan atau sunnahnya Abu Bakar dan Umar. Abdurrahman berkeberatan terhadap penalaran ini, dengan mengatakan bahwa inilah adat Romawi Timur dan Bangsa Persia, bukan adatnya Abu Bakar, bukan pula Umar, dan bahwa Abu Bakr atau Umar tidak mengangkat anak-cucu mereka sebagai pengganti mereka. “Demi Allah, kalian memilih bukan orang terbaik untuk memimpin umat Muhammad. Kini, kalian ingin menjadikan mereka seperti kaisar Roma, ketika seorang kaisar mati, ia digantikan kaisar lainnya.”[1][5] Marwan berupaya memfitnah Abdurrahman dengan mengutip Al-Qur'an, yakni surat ke-46 (Al-Ahqaf) ayat ke-17 dan secara keliru menge-klaim bahwa tindakan ini membongkar upaya perlawanan terhadap Abdurrahman sendiri. Marwan berupaya menangkap Abdurrahman, tetapi kemudian berlindung di rumah saudarinya, Aisyah.[6] Muawiyah menawarkan uang kepada Abdurrahman untuk membaiat Yazid sebesar 100.000 dirham (sekitar 400 juta rupiah) namun ia menolak.[7] KematianAbdurrahman wafat dalam perjalan dari Madinah ke Mekkah saat menghindari kedatangan Muawiyah pada tahun 53 H / 675 M[1], di wilayah dataran tinggi dekat Mekah bernama Habasyi.[7] KeturunanPutra Abdurrahman yakni Abdullah bin Abdurrahman menikah dengan Aisyah binti Thalhah bin Ubaidillah.[8] Dari perkawinan mereka melahirkan Thalhah bin Abdullah bin Abdurrahman yang dikenal sebagai perawi hadis bersama bapak dan ibunya dalam hadis Bukhari. Referensi
|